Krisis Matcha di Depan Mata, Menu Andalan Kafe Kekinian Terancam Naik Harga

Matcha
Sumber :
  • Pixabay/ Xie

Lifestyle – Para pecinta matcha sebaiknya mulai bersiap merogoh kocek lebih dalam. Pasalnya, produksi matcha di Jepang tengah mengalami penurunan drastis akibat cuaca panas ekstrem yang melanda wilayah utama penghasil teh hijau tersebut. 

Batagor vs Siomay, Mana yang Lebih Mengenyangkan?

 

Sementara itu, permintaan global terhadap matcha justru terus meningkat, mendorong harga naik ke titik tertinggi sepanjang sejarah. Kondisi ini terjadi terutama di wilayah Kyoto, Jepang, yang dikenal sebagai produsen utama tencha, daun teh hijau yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk matcha. 

7 Menu Sarapan Ini Bikin Langsing, Cocok Buat yang Lagi Diet Ketat!

 

Cuaca panas yang menyengat selama musim panas 2024, tahun terpanas dalam sejarah Jepang, membuat panen pada April hingga Mei 2025 menjadi sangat buruk. Hal itu diungkapkan Masahiro Yoshida, seorang petani teh generasi keenam di Uji, Kyoto.

Cara Memilih Mangga yang Matang dan Manis, Perhatikan Bentuk Ini!

 

Dia mengaku, hasil panennya turun hingga 25 persen. “Musim panas tahun lalu begitu panas hingga merusak semak-semak teh, jadi kami tidak bisa memetik daun sebanyak biasanya,” ujarnya, seperti dikutip dari The Straits Times, Kamis, 10 Juli 2025.

 

Dari biasanya bisa menghasilkan dua ton tencha, tahun ini Yoshida hanya mampu memanen 1,5 ton saja. Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir, minat dunia terhadap matcha melonjak tajam. 

 

Didukung tren gaya hidup sehat dan popularitas di media sosial, generasi milenial dan Gen Z ramai-ramai mengonsumsi matcha dalam berbagai bentuk, dari latte, smoothie, hingga dessert kekinian.

 

Matcha dikenal kaya antioksidan dan memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dibandingkan teh hijau biasa, menjadikannya pilihan favorit bagi mereka yang ingin gaya hidup sehat tapi tetap bertenaga.

 

Tak hanya itu, fenomena viral di media sosial selama musim gugur tahun lalu semakin mempercepat lonjakan permintaan. Beberapa distributor besar seperti Tealife yang berbasis di Singapura bahkan terpaksa menerapkan batas pembelian.

 

Pendiri Tealife, Yuki Ishii, mengatakan permintaan matcha dari pelanggan mereka meningkat sepuluh kali lipat pada 2024 dan terus naik, meskipun suplai dari Jepang semakin terbatas. 

 

Produksi Seret, Harga Matcha Meroket

 

Menurut data Asosiasi Produksi Teh Jepang, produksi tencha di tahun 2024 mencapai 5.336 ton, hampir tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya. Lonjakan ini disebabkan oleh semakin banyaknya petani yang beralih menanam teh hijau jenis ini.

 

Namun, untuk tahun 2025, asosiasi tersebut memperkirakan akan terjadi penurunan produksi. “Saya pikir banyak yang berharap panen tahun ini akan lebih baik untuk mengurangi kekurangan pasokan, tapi tampaknya harapan itu tidak menjadi kenyataan,” kata Marc Falzon, pemilik perusahaan penggilingan Ooika yang berbasis di New Jersey, AS, dan membeli teh langsung dari para petani di Uji.

 

Pemerintah Jepang sendiri mencatat ekspor teh hijau, termasuk matcha, meningkat sebesar 25 persen secara nilai menjadi 36,4 miliar yen atau sekitar Rp321 miliar pada 2024. Secara volume, ekspor naik 16 persen. Namun tingginya permintaan ini tak sebanding dengan suplai yang tersedia.

 

Harga tencha pun melonjak tajam. Dalam lelang di Kyoto bulan Mei lalu, harga mencapai 8.235 yen per kilogram, naik 170 persen dari tahun sebelumnya dan jauh melampaui rekor harga tahun 2016 yakni 4.862 yen per kg.

 

Jalan Panjang Menuju Solusi

 

Para produsen di Jepang kini tengah mencoba meningkatkan output matcha. Namun sayangnya, tanaman teh baru memerlukan waktu lima tahun hingga bisa dipanen, sehingga upaya ini belum bisa mengatasi kekurangan yang terjadi saat ini.

 

Fenomena langkanya matcha dan kenaikan harganya menjadi pengingat bahwa perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga langsung memengaruhi dapur kita. 

 

Jika Anda pecinta matcha, mungkin ini saatnya menyimpan stok ekstra, atau mulai menjelajah alternatif lokal yang lebih terjangkau.