Bukan Manja, Ini Alasan Orang Tua Jadi Mudah Tersinggung Seiring Usia
- Freepik
Lifestyle –Pernahkah kamu merasa orang tua jadi lebih mudah tersinggung seiring bertambahnya usia? Hal-hal kecil bisa membuat mereka marah, tersinggung, atau bahkan menangis. Bagi sebagian anak, ini membingungkan karena yang dulu sabar kini jadi lebih baper.
Sering kali, reaksi ini dianggap kelemahan atau sikap manja. Padahal, menurut para ahli, ada penjelasan ilmiah yang mendasari fenomena ini. Memahami alasannya bisa membantu kita menghadapi orang tua dengan lebih sabar, penuh empati, dan menciptakan hubungan yang lebih harmonis.
Perubahan Biologis yang Mempengaruhi Emosi
Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami banyak perubahan, termasuk dalam sistem saraf dan hormon. Produksi neurotransmitter penting seperti serotonin dan dopamin, yang berperan besar dalam mengatur suasana hati, cenderung menurun. Akibatnya, orang tua lebih rentan merasa cemas, mudah sedih, atau tersinggung.
Selain itu, sistem tubuh yang makin rapuh membuat respons stres lebih mudah aktif. Rasa sakit dari penyakit kronis, kualitas tidur yang menurun, hingga energi yang lebih cepat habis ikut memperburuk kestabilan emosi. Jadi, bukan sekadar “drama”, melainkan kombinasi biologis yang nyata.
Faktor Psikososial yang Memperkuat Sensitivitas
Selain perubahan biologis, faktor kehidupan juga berperan besar. Banyak orang tua mengalami kehilangan peran sosial misalnya setelah pensiun, anak-anak sudah mandiri, atau bahkan kehilangan pasangan hidup. Kondisi ini bisa menimbulkan rasa kesepian dan kehilangan makna.
Obesitas, masalah kesehatan kronis, hingga rutinitas yang monoton juga bisa membuat suasana hati menurun. Ditambah lagi, isolasi sosial dan berkurangnya interaksi aktif dapat membuat orang tua makin sensitif terhadap komentar atau perlakuan kecil yang dianggap mengabaikan mereka.
Seperti kata pepatah, “semakin tua, semakin peka.” Tapi bukan tanpa alasan—sensitivitas ini lahir dari rasa kehilangan, keterbatasan fisik, dan kebutuhan akan perhatian emosional.
Psikolog dari Stanford University yang dikenal lewat Teori Socioemotional Selectivity, Laura L. Carstensen menjelaskan, seiring bertambahnya usia, perspektif seseorang tentang waktu hidup berubah. Horizon hidup terasa semakin pendek, sehingga orang lebih selektif dalam membangun hubungan sosial. Mereka cenderung menyingkirkan interaksi yang dianggap tidak membawa kepuasan emosional, dan lebih reaktif terhadap hal-hal yang mengganggu ketenangan batin.
“Seiring waktu horizon hidup menyempit, orang menjadi makin selektif dalam hubungan sosial dan lebih reaktif terhadap hal-hal yang dianggap mengatur kesejahteraan emosional mereka,” jelas dia.
Inilah sebabnya orang tua tampak lebih mudah tersinggung atau tersakiti: karena prioritas emosional mereka berubah, fokus pada hal-hal yang benar-benar penting bagi kesejahteraan batin.
Gejala Sensitivitas Emosional pada Orang Tua
Beberapa tanda yang umum terlihat antara lain:
- Mudah tersinggung atau cepat marah.
- Menangis karena hal-hal kecil.
- Menarik diri dari percakapan atau interaksi sosial.
- Mengalami kecemasan atau kekhawatiran berlebihan.
- Perubahan suasana hati yang drastis.
- Merasa sering diabaikan atau kurang dihargai.
Gejala ini sering kali dianggap normal, tapi bila dibiarkan bisa berdampak besar pada kesehatan mental maupun fisik mereka.
Dampak Jika Diabaikan
Mengabaikan sensitivitas emosional orang tua bisa memicu masalah lebih besar, seperti:
- Konflik keluarga yang berkepanjangan.
- Menurunnya komunikasi dan kedekatan antar generasi.
- Meningkatnya risiko depresi pada orang tua.
- Penurunan kualitas hidup.
- Potensi memperburuk penyakit kronis akibat stres berlebih.
Artinya, memahami dan menangani sensitivitas ini bukan hanya soal menjaga keharmonisan keluarga, tapi juga menjaga kesehatan orang tua.
Cara Mendukung Orang Tua yang Lebih Sensitif
Agar hubungan tetap hangat, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Empati dan Mendengarkan Aktif
Jangan langsung menyalahkan atau meremehkan. Biarkan mereka mengekspresikan perasaan. - Komunikasi Tenang
Sampaikan pesan dengan nada lembut, hindari debat yang memicu emosi. - Prioritaskan Kehadiran
Luangkan waktu, sekadar ngobrol atau menemani, agar mereka merasa dihargai. - Dorong Aktivitas Sosial
Ajak ikut komunitas atau kegiatan kelompok yang sesuai minat. - Jaga Kesehatan Fisik
Dorong olahraga ringan, tidur cukup, dan pola makan sehat. - Bantuan Profesional
Bila sensitivitas disertai depresi atau kecemasan berat, jangan ragu konsultasikan ke psikolog atau psikiater.
Seperti kata Dr. Carstensen, memahami perubahan ini dapat mengurangi konflik dan meningkatkan kualitas hubungan lintas generasi.
Catatan: Artikel ini untuk tujuan edukasi, bukan pengganti saran medis. Jika sensitivitas berlebihan mengganggu kehidupan sehari-hari, sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga profesional.