Sekali dipinjami Uang Kok Malah Keterusan, Kebiasaan atau Ketergantungan Manfaatkan Orang?
- Freepik
Psikolog Harriet B. Braiker dalam bukunya tentang manipulasi menyebut beberapa teknik klasik seperti pujian berlebihan, air mata buaya, permintaan maaf yang berulang-ulang, hingga membuat orang lain merasa bersalah. Misalnya, seseorang bisa berkata, “Kamu kan baik banget sama aku kemarin, masa sekarang nggak bisa bantu lagi?”
Senada dengan itu, George K. Simon, pakar yang banyak meneliti manipulasi, menjelaskan bahwa pelaku manipulasi biasanya menyembunyikan niat agresifnya dengan sikap ramah, penuh perhatian, dan memanfaatkan kelemahan emosional orang lain. Dalam konteks pinjam uang, mereka bisa tampil manis dan penuh pengertian, padahal tujuannya hanya agar kebiasaan meminjam terus berlanjut.
Dampak Hubungan yang Taruhannya Nyata
Pinjam-meminjam uang tidak selalu berakhir dengan baik. Data dari Kiplinger menunjukkan, hanya sekitar 56% pinjaman antar teman atau keluarga yang benar-benar dilunasi. Sementara itu, 25% orang mengaku hubungan mereka jadi renggang setelah urusan pinjaman, dan 26% akhirnya merasa perlu membuat rencana pembayaran formal agar tidak terjadi konflik.
Kenyataan ini sejalan dengan peringatan banyak pakar finansial yakni meski terlihat sederhana, urusan pinjam-meminjam uang sering kali membawa risiko keretakan hubungan. Bukan hanya persoalan uang yang hilang, tapi juga kepercayaan dan rasa nyaman yang sulit dipulihkan.
Untuk memahami lebih dalam, mari melihat pandangan dari profesor psikologi dan kebijakan publik dari Princeton University, serta penulis buku Scarcity: Why Having Too Little Means So Much Eldar Shafir,. Shafir meneliti bagaimana kondisi kekurangan memengaruhi cara seseorang berpikir dan mengambil keputusan.
“Orang sering membuat keputusan yang kurang bijak dalam hal keuangan ketika mereka berpikir bahwa mereka sedang bersikap rasional,” kata dia.