23 Ribu Lebih Orang Indonesia Terkena Sifilis dan Tidak Semuanya 'Nakal', Kok Bisa? Ini Penjelasan Medisnya
- Pixaby
Nah, ini yang perlu digarisbawahi bahwa sifilis bukan hanya penyakit yang menyerang orang yang bergonta-ganti pasangan. Padahal, realitanya jauh lebih kompleks dan kadang justru mengejutkan. Sifilis bisa menjangkiti siapa saja, termasuk orang-orang yang merasa sudah hidup ‘bersih’, setia pada pasangan, bahkan mereka yang sama sekali belum pernah berhubungan seksual secara penetratif.
Di Indonesia, sejumlah laporan menunjukkan bahwa tidak sedikit pasien sifilis berasal dari kalangan yang tak terduga, seperti ibu rumah tangga. Banyak dari mereka baru mengetahui terinfeksi setelah melakukan tes kehamilan, donor darah, atau pemeriksaan medis rutin. Saat ditelusuri lebih jauh, ternyata mereka tertular dari suaminya yang sebelumnya pernah melakukan hubungan seksual berisiko atau tidak menyadari bahwa dirinya sudah membawa bakteri Treponema pallidum. Sering kali suami tidak menunjukkan gejala apapun, sehingga merasa dirinya sehat dan tidak menyadari telah menularkan penyakit ini pada pasangannya.
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari, Dr. Sarah Jarvis yang menekankan bahwa sifilis bukan penyakit moral, melainkan infeksi bakteri yang bisa menjangkiti siapa saja tanpa melihat latar belakang. Ia menjelaskan bahwa seseorang bisa saja tertular melalui kontak seksual yang tidak sepenuhnya penetratif, seperti seks oral, atau bahkan hanya melalui kontak dengan luka terbuka di kulit.
“Bakteri sifilis menular saat terjadi kontak langsung dengan lesi aktif, yang sering kali tidak terasa sakit dan tidak terlihat, sehingga mudah diabaikan,” jelasnya.
Selain itu, ada juga kelompok remaja atau dewasa muda yang tertular bukan karena memiliki gaya hidup bebas, tapi karena kurangnya pengetahuan tentang cara penularan sifilis. Banyak dari mereka tidak sadar bahwa seks oral tanpa pelindung tetap berisiko menularkan infeksi menular seksual, termasuk sifilis. Edukasi seksual yang minim dan rasa malu untuk bertanya sering kali menjadi penghalang bagi kelompok usia ini untuk memahami risiko sebenarnya.
Tenaga kesehatan pun tidak sepenuhnya aman dari risiko sifilis. Meskipun sangat jarang, beberapa kasus mencatatkan bahwa kontak langsung dengan luka terbuka atau cairan tubuh pasien yang terinfeksi bisa menularkan sifilis jika ada luka mikroskopis di kulit petugas medis tersebut. Meskipun prosedur keselamatan sudah ketat, risiko ini tetap ada terutama di fasilitas kesehatan dengan peralatan atau standar yang belum memadai.
Ada hal menarik terkait dengan penyakit ini, berdasarkan data dari CDC menunjukkan bahwa bahkan dalam hubungan pernikahan yang tampaknya monogami, risiko tetap ada jika salah satu pasangan pernah memiliki riwayat IMS dan tidak pernah melakukan skrining ulang. Bakteri penyebab sifilis bisa bertahan dalam tubuh manusia cukup lama sebelum menunjukkan gejala atau berpindah ke fase laten, yang tidak menimbulkan keluhan apapun. Saat itulah risiko penularan ke pasangan menjadi tinggi, dan biasanya baru terdeteksi ketika penyakit sudah menyebar ke tahap selanjutnya.