Bukan Sekadar Fans, Bagaimana Idol K-Pop Jadi Penyelamat Kesehatan Mental Penggemar

SEVENTEEN di UNESCO Youth Forum.
Sumber :
  • Pledis Entertainment

Lifestyle –Di balik lambaian lightstick dan teriakan histeris saat konser, tersimpan kenyataan yang lebih dalam. Bagi sebagian besar remaja, terutama di Indonesia, mengidolakan musisi Korea bukan sekadar tren atau gaya hidup pop culture. Lebih dari itu, mereka menemukan pelarian, motivasi, bahkan harapan baru untuk menjalani hari-hari yang penuh tekanan.

5 Manfaat Mengikuti Event Lari Massal untuk Kesehatan Fisik dan Mental

Musik, konten video, hingga interaksi daring lewat live session dan media sosial menjadi ruang aman—sebuah tempat emosional di mana mereka merasa dimengerti, dilihat, dan tidak sendirian. Di tengah lonjakan isu kesehatan mental terutama di kalangan remaja, banyak yang mengaku “Kalau bukan karena mereka, aku nggak tahu akan sekuat ini.”

Mengapa Idol Korea Begitu Berarti Bagi Remaja?

Fenomena ini bukan isapan jempol. Bagi banyak penggemar, idol Korea bukan hanya selebritas mereka adalah sumber kekuatan emosional. Dalam sebuah survei kecil yang dilakukan di komunitas penggemar K-Pop Indonesia oleh tim Popculture Insight di tahun 2024, 78 persen responden usia 14–24 tahun mengatakan bahwa mereka merasa lebih termotivasi menjalani hidup setelah mendengarkan lagu atau menonton konten idol favorit mereka.

90- Minute Silent Reset Bantu Pekerja Lebih Waras?

Tak hanya itu saja, penelitian dari Korea University di tahun 2023 lalu mencatat bahwa lebih dari 60 persen penggemar K-Pop di Asia Tenggara melaporkan bahwa mengidolakan grup K-Pop telah membantu mereka menghadapi masa sulit dalam hidup, seperti perceraian orang tua, kehilangan teman, atau perasaan ditolak secara sosial.

Bahkan, kampanye-kampanye positif dari idol, seperti donasi untuk isu sosial, edukasi mental health, hingga penyebaran pesan self-love, menjadi sumber pembelajaran nilai hidup bagi para penggemarnya. 

Lirik Lagu yang Menguatkan

Traveling Bisa Jadi Terapi Bagi Pekerja? Ini Manfaat Psikologis Jalan-Jalan untuk Kesehatan Mental

Banyak lagu K-Pop terutama dari grup besar seperti BTS, SEVENTEEN, atau Stray Kids menyuarakan keresahan, kelelahan, dan perjuangan yang juga dirasakan remaja. Misalnya, lagu Zero O’Clock dari BTS menggambarkan harapan akan hari baru setelah hari yang berat. Mixtape: OH dari Stray Kids yang berbicara tentang mengatasi rasa hampa.

Atau Cheers to Youth dari SEVENTEEN. Lagu ini adalah bentuk penghormatan untuk semua remaja dan pemuda yang sedang berjuang, merasa gagal, atau kehilangan arah. SEVENTEEN memberi pesan bahwa ketidaksempurnaan masa muda bukan hal memalukan, melainkan bagian penting dari perjalanan hidup. Lagu ini membebaskan banyak remaja dari beban harus selalu terlihat tangguh dan "sukses" di usia muda. Sebuah pengingat halus bahwa boleh merasa lelah, asalkan tidak berhenti.

Role Model Positif

Idol-idol Korea sering kali terbuka tentang pengalaman pribadi mereka termasuk kelelahan mental, tekanan publik, bahkan depresi. BTS, misalnya, pernah secara terbuka membahas isu kesehatan mental di pidato PBB dan kampanye Love Myself. Ini menciptakan rasa keterhubungan yang otentik.

Seorang psikolog klinis dan penulis buku “Joy from Fear”, Dr. Carla Marie Manly, menyebut bahwa ketika figur publik menunjukkan kerentanan secara jujur, penggemar—terutama remaja—belajar bahwa emosi mereka valid dan pantas dirasakan.

Fenomena Parasocial Relationship yang Sehat

Dalam psikologi sosial, hubungan satu arah seperti ini disebut parasocial relationship. Biasanya dianggap sebagai relasi antara penggemar dan tokoh publik yang hanya hidup dalam pikiran si penggemar. Tapi dalam banyak kasus, hubungan ini tidak selalu negatif.

Menurut profesor psikologi dari Empire State College yang telah meneliti hubungan parasosial lebih dari 20 tahun, Dr. Gayle Stever menyebut remaja bisa mendapatkan manfaat psikologis nyata dari hubungan parasosial, selama tidak menggantikan interaksi sosial nyata.

Dalam hal ini, idol Korea menciptakan ilusi kedekatan yang menariknya menguatkan kesehatan mental, bukan merusaknya. Mereka rutin menyapa penggemar lewat live streaming, vlog harian, atau bahkan membalas pesan lewat aplikasi fan interaction seperti Weverse atau Bubble.

Di Tengah Tekanan Dunia Nyata, Fans Menemukan Dunia Aman

Remaja saat ini hidup di dunia dengan ekspektasi tinggi, tekanan akademik, perundungan daring, hingga keluarga yang kurang suportif secara emosional. Tak heran jika banyak dari mereka mencari pengganti ruang emosional tersebut dari idolanya.

Idol-idol Korea menyajikan dunia yang ideal yakni penuh warna, penuh apresiasi, dan tanpa penilaian. Mereka bukan hanya penyanyi, tapi juga pelindung emosional dalam bentuk virtual.

Menurut psikolog klinis dari AS yang sering membahas isu kesehatan mental remaja di media, Dr. Jennifer Guttman bahwa salah satu hal terberat bagi remaja adalah perasaan tak terlihat. Ketika mereka merasa ‘di-notice’ oleh seseorang yang mereka kagumi, itu bisa jadi suntikan validasi yang kuat.

Ia menambahkan bahwa selama hubungan dengan idola tersebut tidak berubah menjadi obsesi yang mengganggu kehidupan nyata, maka ini bisa menjadi bentuk coping mechanism yang sehat.

Kapan Jadi Tidak Sehat?

Tentu ada batas sehat dan tidak sehat. Ketika:

  • Penggemar mulai menghindari semua relasi sosial demi idol.

  • Tidak bisa menjalani aktivitas normal jika tak “update” soal sang idola.

  • Merasa depresi atau hampa ekstrem jika sang idol skandal atau vakum.

Dalam kasus seperti ini, para pakar menyarankan intervensi psikologis dan penyeimbangan kembali antara dunia nyata dan virtual.

Mengidolakan K-Pop tidak melulu soal histeria, merchandise mahal, atau budaya fandom semata. Bagi banyak remaja, ini adalah bagian dari mekanisme bertahan hidup. Ini adalah ruang untuk mengekspresikan emosi yang tidak tersalurkan di dunia nyata. Ini adalah jendela untuk tetap bersemangat meskipun hari-hari terasa berat.

Selama proses itu tidak menggantikan dunia nyata, tapi justru memberi motivasi untuk menjadi versi diri yang lebih baik, maka tak salah bila kita bilang idol K-Pop bukan sekadar bintang, tapi bisa jadi penyelamat tak kasat mata.