Kenapa Gampang Emosi hingga Ngamuk Saat Tersenggol di KRL Saat Jam Pulang Kantor? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Ilustrasi desak-desakan di KRL
Sumber :
  • Pixaby

Lifestyle –Pernah nggak, kamu baru pulang kerja dalam keadaan capek, lalu di dalam kereta atau bus yang penuh sesak, tiba-tiba jadi kesal hanya karena ada orang yang nggak sengaja nyenggol bahumu? Rasanya emosimu langsung naik, padahal sebenarnya tidak ada yang benar-benar salah. Kamu bahkan tahu, mungkin dia tidak sengaja. Tapi tetap saja, kamu merasa ingin marah.

10 Tips Merawat Mesin Cuci agar Awet Bertahun-Tahun, Bisa Hemat Biaya Servis!

Fenomena ini bukan hanya kamu yang merasakan. Banyak orang mengaku jadi lebih mudah tersinggung saat berada di transportasi umum setelah seharian bekerja. Kenapa bisa begitu? Apa karena kita memang gampang marah, atau ada penjelasan ilmiahnya?

Jawabannya ternyata cukup kompleks, dan sangat manusiawi. Psikolog menjelaskan bahwa kondisi mental dan fisik kita setelah bekerja seharian membuat otak dan tubuh jadi lebih sensitif terhadap gangguan kecil. Mulai dari kelelahan emosional, lingkungan yang terlalu padat, hingga ketidakpastian selama perjalanan bisa memicu reaksi berlebihan. Artikel ini akan mengupas tuntas penjelasan psikologisnya.

Tips Menyimpan Kipas Angin Saat Musim Dingin agar Tidak Cepat Rusak dan Berdebu

Berikut ini penjelasannya lebih lengkap penyebab dari emosi meledak saat berdesakan di transportasi umum.

Fatigue Psikologis & Emotional Depletion

Fenomena ini dijelaskan dalam psikologi sebagai ego depletion, yakni kondisi di mana kemampuan otak untuk mengatur emosi dan kontrol diri menurun setelah penggunaan mental yang intens. Ketika seseorang sudah menggunakan banyak energi untuk fokus, bersosialisasi, atau membuat keputusan di tempat kerja, mereka mengalami penurunan kapasitas regulasi emosi.

Kipas Angin Menyala Tapi Anginnya Lemah? Ini Penyebab Umum dan Cara Mengatasinya di Rumah

“Pengendalian diri itu seperti otot—bisa lelah kalau digunakan terus-menerus,” kata Psikolog dari Florida State University, Prof. Roy Baumeister.

Artinya, setelah seharian bekerja dan terus-menerus menahan emosi, membuat keputusan, serta berinteraksi sosial, otak kita kehabisan energi untuk mengatur emosi. Akibatnya, hal kecil seperti tersenggol di dalam kereta bisa terasa sangat mengganggu. Inilah yang disebut ego depletion, yaitu kelelahan mental yang membuat kita lebih mudah marah atau kesal, meski untuk hal sepele.

Studi Baumeister menunjukkan bahwa setelah aktivitas kognitif yang intens, kemampuan seseorang untuk mengendalikan amarah atau impuls menurun drastis. Inilah sebabnya mengapa dalam kondisi seperti commuting setelah kerja, emosi kecil bisa meledak besar karena emotional reserve kita sudah kosong.

Overstimulasi di Lingkungan Padat

Menurut teori sensory overload, otak manusia hanya bisa memproses sejumlah rangsangan dalam satu waktu. Ketika berada di lingkungan padat seperti transportasi umum, kita diserbu oleh suara keras, kontak fisik tak diinginkan, bau menyengat, serta informasi visual yang padat.

Kondisi ini mengaktifkan sistem saraf simpatik, memicu reaksi stres meskipun tidak ada ancaman nyata. Akibatnya, tubuh masuk ke mode siaga tinggi (hyperarousal), sehingga seseorang jadi mudah tersinggung, gugup, atau agresif.

“Keramaian memperkuat respons stres kita, apalagi ketika kita kehilangan kendali atas ruang pribadi,” kata Psikolog Lingkungan dari City University of New York, Dr. Arline L. Bronzaft.

Dr. Bronzaft meneliti dampak lingkungan bising dan padat terhadap psikologi manusia. Menurutnya, saat berada di transportasi umum yang sesak, tubuh kita terus-menerus menerima rangsangan seperti suara keras, bau, dorongan, hingga tatapan orang lain. Semua ini membuat sistem saraf jadi ‘kewalahan’. Tubuh pun masuk dalam kondisi waspada tinggi, yang membuat kita lebih mudah marah atau cemas, walaupun tidak ada ancaman nyata.

Stress Fisiologis dari Ketidakpastian

Ketidakpastian, seperti tidak tahu kapan kereta akan datang atau apakah akan cukup ruang untuk naik, memicu apa yang disebut anticipatory stress. Ini adalah reaksi stres yang terjadi bukan karena kejadian buruk, tapi karena kemungkinan terjadinya kejadian buruk. Ini mengaktifkan sumbu HPA (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal) dan memicu pelepasan kortisol serta adrenalin. Akibatnya, tubuh masuk ke mode waspada tinggi, denyut jantung naik, dan seseorang jadi lebih reaktif terhadap gangguan sekecil apa pun.

“Otak kita menganggap ketidakpastian sebagai ancaman, dan ini memicu reaksi tubuh yang sama seperti saat menghadapi bahaya nyata,” kata Direktur Center for Studies on Human Stress, Universitas Montreal, Dr. Sonia Lupien.

Lupien menjelaskan bahwa tidak tahu kapan kereta akan datang atau apakah bisa kebagian tempat duduk bisa memicu stres berat. Otak merespons ketidakpastian ini dengan melepaskan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Itulah sebabnya, meski hanya berdiri menunggu atau melihat kereta penuh, tubuh kita bisa merasa tegang, napas jadi pendek, dan emosi gampang meledak.

Strategi Ringan Tapi Efektif Meredam Emosi

Berikut solusi praktis untuk membantu menenangkan kepala selama perjalanan pulang:

A. Mindful Breathing & Audio Relaksasi

Tarik napas panjang: hitung 4 detik masuk, tahan 2 detik, keluarkan 4 detik. Ulang 8–10 kali untuk menenangkan sistem saraf . Gunakan musik lembut atau guided meditation jika memungkinkan.

B. Noise Cancelling & Visualisasi

Gunakan earphone atau headphone peredam bising. Fokuskan pandangan ke luar jendela atau baca artikel ringan—ini memberi ruang psikologis dari keramaian .

C. Atur Ekspektasi & Pilih Rute Alternatif

Ketahui jadwal, pilih gerbong yang biasanya lebih longgar. Dengan rencana cadangan, Anda bisa merasa memiliki kontrol, mengurangi rasa cemas .

D. Ritual Decompression di Rumah

Sepulangnya, lakukan peregangan ringan, duduk sejenak dengan minuman hangat, atau jalani hobi singkat—ini proses transisi dari mode siaga ke mode relaks.

E. Praktik Grounding Mental

Berhenti mengikuti pikiran negatif “kenapa dia geser terus?”, lalu tuliskan refleksi di jurnal saat di rumah—bukan saat di kereta.