Tren Pengangguran Gen Z Mengkhawatirkan, Apa Penyebabnya?
- Freepik
Menurut data dari The Economist, perusahaan cenderung lebih memilih pekerja berpengalaman dibanding lulusan baru. Hal ini membuat posisi entry-level semakin sedikit, sehingga Gen Z harus bersaing lebih ketat.
Selain itu, World Economic Forum (WEF) mencatat bahwa 40% perusahaan di dunia mulai mengurangi posisi kerja yang bersifat rutin karena otomatisasi. Pekerjaan yang sebelumnya bisa menjadi pintu masuk bagi fresh graduate kini digantikan oleh teknologi.
Ironisnya, walaupun Gen Z dianggap generasi digital native, mereka belum sepenuhnya siap menghadapi realitas bahwa keterampilan teknis dasar saja tidak cukup. Perusahaan kini mencari talenta yang tidak hanya mahir teknologi, tetapi juga memiliki soft skills seperti komunikasi, manajemen waktu, dan kemampuan problem solving.
Kesenjangan Keterampilan
Faktor lain yang memperburuk situasi adalah adanya skill gap atau kesenjangan keterampilan. Sebuah survei dari LinkedIn Workplace Learning Report 2024 mengungkapkan bahwa banyak perusahaan menilai kandidat Gen Z kurang memiliki kesiapan kerja.
Misalnya, meskipun mereka mahir menggunakan media sosial, tidak semua mampu mengaplikasikan keahlian tersebut dalam konteks profesional, seperti digital marketing atau analisis data.
Bahkan, laporan dari McKinsey & Company menyebutkan bahwa 60% pekerja muda tidak memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Hal ini membuat mereka sering terjebak dalam pekerjaan berpenghasilan rendah atau menganggur dalam waktu lama setelah lulus.