Terungkap Alasan Gen Z Adopsi Tren 'Quiet Quitting' Jadi Solusi Hidup Sehat, Bukan Malas!
- Freepik
Lifestyle – Di era digital menuntut manusi untuk melakukan pekerjaan serba cepat sehingga muncul tekanan untuk selalu produktif bahkan bekerja di luar jam kantor dianggap normal. Namun, munculnya fenomena "quiet quitting" di kalangan Gen Z menjadi sebuah gebrakan yang mengguncang budaya kerja konvensional.
Istilah ini sering disalahartikan sebagai malas atau tidak loyal terhadap perusahaan. Quiet quitting bukanlah resign secara diam-diam, melainkan sebuah sikap hanya melakukan pekerjaan sesuai deskripsi dan kewajiban tanpa mengambil beban tambahan di luar kontrak.
Bagi Gen Z, quiet quitting adalah cara mereka untuk mengembalikan batasan yang sehat antara kehidupan profesional dan pribadi atau work life balance. Hal ini sebagai respons terhadap budaya hustle culture yang seringkali menuntut karyawan untuk mengorbankan waktu, energi, dan kesehatan mental demi pekerjaan.
Alih-alih membenci pekerjaan, quiet quitting justru menjadi solusi untuk tetap bertahan dan mencintai pekerjaan tanpa harus menjadikannya satu-satunya fokus dalam hidup. Berikut alasan lengkap menjamurnya quiet quitting di kalangan generasi muda, khususnya gen Z.
1. Prioritaskan Kesehatan Mental dan Well-being
Salah satu alasan utama di balik fenomena maraknya quiet quitting adalah tingginya kesadaran Gen Z terhadap kesehatan mental. Generasi ini tumbuh di tengah maraknya diskusi tentang burnout, kecemasan, dan depresi yang seringkali dipicu oleh tekanan pekerjaan yang berlebihan.
Gen Z menyadari bahwa bekerja di luar jam kantor, menjawab email di malam hari, atau mengambil tugas ekstra tanpa bayaran hanya akan mengikis energi dan mengancam kesejahteraan mental. Dengan menerapkan quiet quitting, mereka secara sadar menolak ekspektasi yang tidak realistis dan menegaskan bahwa kesehatan mental adalah aset yang tak ternilai.