Rage Applying Makin Marak, Tanda Gen Z Sudah Nyerah Sama Pasar Kerja yang Lesu?

Ilustrasi mencari kerja
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Dalam dunia kerja modern, Gen Z dikenal sebagai generasi yang vokal, cepat beradaptasi, dan tidak segan mengambil keputusan ekstrem demi mempertahankan kesehatan mental dan keseimbangan hidup. Salah satu tren yang muncul dari keresahan ini adalah rage applying.

7 Lowongan Kerja Favorit Gen Z di 2025, Tukang hingga Mekanik Jadi Rebutan!

 

Itu adalah sebuah istilah yang menggambarkan aksi impulsif seseorang dengan mengirimkan puluhan lamaran kerja secara massal sebagai bentuk pelampiasan dari kekecewaan di tempat kerja saat ini.

Gen Z Disebut Jadi Generasi Paling Malas, 6 Jurus Jitu Anti-Mager ala Jepang

 

Meskipun sekilas terlihat seperti bentuk proaktif dari mencari solusi, praktik rage applying justru bisa berdampak buruk bagi karier jangka panjang. Apalagi, tren ini kini makin marak di media sosial, terutama TikTok, dan telah menarik perhatian banyak pekerja muda di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Cuma Modal Gaji UMR, Simak 5 Trik Jitu Gen Z Nabung buat Beli Mobil Pertama Tanpa Utang

 

Apa Itu Rage Applying?

 

Rage applying bukan sekadar melamar kerja. Istilah ini menggambarkan tindakan seseorang yang, karena frustrasi atau marah terhadap pekerjaan atau manajer mereka, secara impulsif mengirimkan banyak lamaran kerja sekaligus ke berbagai perusahaan, tanpa mempertimbangkan kecocokan posisi atau potensi jangka panjangnya.

 

Menurut U.S. News, fenomena ini juga menunjukkan bahwa rage applying adalah respons emosional terhadap tekanan atau kekecewaan yang belum disalurkan secara sehat.

 

Munculnya Fenomena “AIxiety” dan Dorongan dari Gen Z

 

Zety, sebuah situs pencarian kerja asal AS, baru-baru ini merilis survei kepada 1.000 responden Gen Z yang bekerja di Amerika Serikat. Hasilnya mengejutkan. Sebanyak 43% Gen Z mengaku telah mengubah atau menyesuaikan rencana karier mereka akibat kecemasan terhadap teknologi AI.

 

“Saya menyebutnya sebagai AIxiety Pivot, gerakan yang tumbuh dari para profesional muda yang secara proaktif mengubah arah karier karena ketakutan dan ketidakpastian akibat AI,” kata pakar karier Jasmine Escalera.

 

Ketidakpastian ini, tak jarang berujung pada rage applying. Ketika pekerjaan terasa tak aman, prospek makin suram, dan beban kerja tak sebanding dengan apresiasi, pelampiasannya pun dilakukan dengan mengirim lamaran sebanyak-banyaknya.

 

Kenapa Rage Applying Jadi Tren?

 

Di satu sisi, rage applying bisa memberi harapan baru bagi mereka yang sudah terlalu lama merasa stuck. Tapi, data dari TopResume menunjukkan bahwa motivasi di balik rage applying lebih sering bersifat balas dendam emosional ketimbang strategi karier.

 

“Pekerja yang melakukan rage applying cenderung lebih fokus pada membalas perlakuan buruk ketimbang menemukan lingkungan kerja yang lebih baik.”

 

Di sisi lain, Forbes menyoroti alasan lain di balik maraknya rage applying. “Merasa diabaikan, tidak dihargai, dilewatkan untuk promosi, dan diberi kompensasi yang tidak adil telah menginspirasi tren karier baru ini.”

 

Dengan kata lain, rage applying menjadi bentuk perlawanan diam-diam, tapi kadang juga destruktif. Mengapa?

 

Meskipun terdengar aktif dan produktif, rage applying justru bisa menjadi bumerang. Sebab, ketika Anda melamar ke banyak pekerjaan karena frustrasi, Anda tidak benar-benar mempertimbangkan alasan Anda menginginkan setiap pekerjaan atau bagaimana keterampilan Anda cocok.

 

Artinya, Anda berpotensi menerima tawaran kerja dari perusahaan yang sama buruknya, atau bahkan lebih toksik dari tempat kerja saat ini. Lebih jauh lagi, data dari Workable menunjukkan bahwa untuk mendapatkan satu pekerjaan, seseorang rata-rata harus mengirim 162 lamaran. 

 

Jika rage applying dilakukan secara terburu-buru, tanpa strategi, besar kemungkinan akan menghasilkan penolakan demi penolakan, yang justru menambah tekanan psikologis.

 

Alternatif Sehat dari Rage Applying

 

Alih-alih melakukan pelarian secara impulsif, para pakar karier menyarankan evaluasi diri terlebih dahulu. Tanya pada diri sendiri: apakah masalah utamanya ada di lingkungan kerja, di atasan, atau dalam ekspektasi pribadi Anda? 

 

Jika memang perlu mencari pekerjaan baru, lakukan dengan strategi yang matang: riset perusahaan, sesuaikan CV, dan bangun koneksi.

 

Kendalikan Emosi, Bangun Strategi

 

Rage applying memang bisa memberikan pelepasan emosional sesaat. Tapi dalam jangka panjang, langkah ini jarang memberikan hasil memuaskan. Terutama bagi Gen Z yang tengah membangun pondasi karier, penting untuk menjaga reputasi, membangun kepercayaan diri, dan bergerak secara terencana.

 

Alih-alih “menembak ke segala arah,” pilih satu target yang sesuai dengan nilai, visi, dan keahlian Anda. Dunia kerja akan selalu penuh tantangan, tapi dengan kesabaran dan strategi yang tepat, karier Anda akan jauh lebih stabil dan bermakna.