Mi Instan Lebih Buruk dari Nasi Uduk? Ini Fakta Sarapan yang Jarang Disadari!

mie instan
Sumber :
  • Freepik

Secara kalori, nasi uduk memang lebih tinggi. Tapi nasi uduk menawarkan protein, lemak alami, dan serat yang berasal dari bahan asli seperti telur, tempe, dan sayuran. Selain itu, nasi uduk biasanya dimasak dengan santan, yang masih lebih alami dibanding lemak trans dari mi instan.

Apa Dampaknya Jika Dimakan Rutin?

Sarapan mi instan setiap hari bisa tampak praktis, tapi efeknya pada tubuh bisa jauh dari ideal. Konsumsi tinggi sodium (garam) bisa meningkatkan tekanan darah dan memperberat kerja ginjal. Lemak jenuh yang berlebih dapat menumpuk di pembuluh darah dan meningkatkan risiko kolesterol tinggi.

Selain itu, mi instan yang kaya karbohidrat olahan dan minim serat bisa menyebabkan lonjakan gula darah yang cepat. Setelah 1–2 jam, kadar gula darah akan turun drastis, dan tubuh merespons dengan rasa lapar, lemas, dan mengantuk. Inilah kenapa setelah sarapan mi instan, banyak orang justru merasa mager atau kurang semangat.

Sementara itu, nasi uduk walau tinggi lemak dan karbohidrat, tetap memiliki protein dan sedikit serat yang membantu menjaga kenyang lebih lama. Bila dikonsumsi dalam porsi wajar dan tidak setiap hari, nasi uduk tidak terlalu buruk  terutama bila dibandingkan dengan makanan ultra-proses seperti mi instan.

Apalagi bila ditambahkan roti tawar dan teh manis, kombinasi sarapan yang sangat umum,  maka indeks glikemik sarapan jadi semakin tinggi. Tubuh pun bisa kelaparan lebih cepat walau terlihat sudah makan banyak.

Menurut spesialis nutrisi klinis dari Yale-Griffin Prevention Research Center, Dr. David L. Katz, kita perlu lebih berhati-hati dengan makanan ultra-proses seperti mi instan, tak peduli kapan kita mengonsumsinya termasuk untuk sarapan.