Ingin Selalu Unggul? Hati-Hati Jadi Korban Budaya Hustle yang Toksik

ilustrasi pekerjaan
Sumber :
  • Pixaby

Lifestyle –Di dunia yang serba cepat dan kompetitif seperti sekarang, jadi ambisius seolah jadi keharusan. Kita diminta jadi yang tercepat, terhebat, paling sukses, dan nggak boleh kalah. Media sosial pun seakan menyemangati kita untuk terus bekerja tanpa henti, dengan quote-quote semacam 'Kerja keras nggak akan mengkhianati hasil', 'Kamu tidur? Sainganmu udah lari duluan', atau 'No pain, no gain'.

 

Kata-kata itu terdengar memotivasi. Tapi... apa jadinya kalau kita malah tenggelam dalam tekanan untuk terus produktif tanpa henti? Apakah masih sehat kalau ambisi berubah jadi obsesi? Inilah yang disebut sebagai budaya hustle yang toksik.

 

Apa Itu Budaya Hustle dan Toxic Productivity?

 

Hustle culture adalah gaya hidup yang mengagungkan kerja keras tanpa batas. Orang yang sibuk, lembur, nggak pernah libur, dianggap lebih keren atau lebih sukses. Padahal, di balik semua itu, bisa jadi ia sedang kelelahan secara fisik dan mental.

 

Sementara toxic productivity adalah kondisi ketika kita merasa harus selalu produktif, bahkan saat tubuh dan pikiran sudah meminta istirahat. Istirahat dianggap buang waktu, dan santai dianggap malas. Hasilnya? Kita terus bekerja... bukan karena butuh, tapi karena takut terlihat tidak cukup hebat.

 

Contoh situasi sehari-hari:

 

  • Merasa bersalah kalau tidur siang, padahal tubuh lelah

  • Tetap kerja walau sedang sakit

  • Menolak ajakan bersantai karena merasa "belum pantas"

  • Tidak bisa menikmati liburan karena merasa “harus ngapa-ngapain”