Indonesia Dinobatkan Jadi Negara Paling Dermawan, Kebiasaan Masyarakat Ini Penyebabnya
- Pexels
Lifestyle –Indonesia kembali mencatatkan namanya di panggung dunia sebagai salah satu negara paling dermawan, menurut laporan World Giving Index 2023 yang dirilis oleh Charities Aid Foundation (CAF). Peringkat ini bukanlah hal baru, karena Indonesia telah mempertahankan posisi sebagai negara dengan tingkat kedermawanan tinggi selama enam tahun berturut-turut. Keberhasilan ini tidak terlepas dari budaya gotong royong dan kepedulian sosial yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Tradisi ini, yang telah diwariskan secara turun-temurun, menjadi fondasi kuat yang mendorong masyarakat untuk saling membantu tanpa mengharapkan imbalan. Dari kerja bakti di desa hingga inisiatif filantropi modern, semangat kebersamaan ini terus hidup dan relevan di tengah tantangan zaman.
Indonesia: Negara Paling Dermawan di Mata Dunia
Menurut World Giving Index 2023, Indonesia menempati peringkat teratas sebagai negara paling dermawan di dunia, sebuah pencapaian yang telah diraih keenam kalinya secara berturut-turut. Laporan ini menilai tiga aspek utama kedermawanan: donasi uang, waktu sukarela, dan bantuan kepada orang asing.
Masyarakat Indonesia dikenal memiliki kebiasaan berbagi yang didorong oleh nilai-nilai agama dan budaya, seperti zakat dalam Islam, sedekah dalam tradisi Buddha, atau sumbangan dalam berbagai upacara adat. Kombinasi antara nilai-nilai luhur ini dan tradisi gotong royong menjadikan Indonesia sebagai teladan dalam solidaritas sosial.
Kepedulian ini juga tercermin dalam kegiatan sehari-hari, seperti kerja bakti membersihkan lingkungan, membantu tetangga membangun rumah, atau menyelenggarakan acara keagamaan secara bersama-sama. Tradisi seperti sinoman di Jawa atau nganggung di Bangka menunjukkan bagaimana masyarakat dari berbagai latar belakang bersatu demi kepentingan bersama tanpa memandang perbedaan suku, agama, atau status sosial.
Transformasi Gotong Royong Menjadi Filantropi Modern
Tradisi gotong royong dan kepedulian sosial telah lama menjadi bagian integral dari budaya masyarakat Indonesia. Namun, dalam satu dekade terakhir, semangat ini telah berevolusi menjadi bentuk filantropi yang lebih strategis, terorganisir, dan terintegrasi dalam pembangunan nasional.
Filantropi kini bukan lagi sekadar aksi spontan untuk membantu sesama, melainkan sebuah gerakan multidimensi yang menyasar akar persoalan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Perhimpunan Filantropi Indonesia, misalnya, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dan mitigasi dampak perubahan iklim.
"Filantropi bukan hanya soal memberi, tetapi bagaimana membangun sistem yang memungkinkan kolaborasi, inovasi, dan keberlanjutan. FIFEST 2025 menjadi platform penting untuk mempertemukan para pemangku kepentingan demi menciptakan solusi berdampak bagi masyarakat,” ujar Franciscus Welirang, selaku Ketua Dewan Penasihat Filantropi Indonesia.
Di tengah krisis global seperti pandemi dan perubahan iklim, peran filantropi menjadi semakin krusial. Filantropi tidak hanya berfungsi sebagai respon darurat, tetapi juga sebagai mitra strategis yang mendorong transformasi sosial secara sistemik. Contohnya, inisiatif dana abadi pendidikan telah membantu ribuan anak dari keluarga kurang mampu untuk tetap bersekolah, sementara gerakan pangan berkelanjutan mendukung ketahanan pangan di tingkat komunitas.
Selain itu, inisiatif pembiayaan iklim berbasis komunitas mulai bermunculan, seperti program penanaman pohon atau pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat lokal. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga filantropi, sektor bisnis, dan komunitas menjadi kunci keberhasilan inisiatif ini, memperkuat ekosistem filantropi yang suportif dan berkelanjutan.
Tantangan dan Relevansi Filantropi di Era Modern
Meskipun dunia modern seringkali ditandai dengan gaya hidup yang serba cepat dan individualistis, praktik filantropi di Indonesia tetap relevan karena berakar pada nilai-nilai luhur bangsa, yaitu gotong royong, solidaritas sosial, dan kepedulian terhadap sesama.
Banyak yang menganggap filantropi sebagai aktivitas eksklusif yang hanya dilakukan oleh individu atau kelompok dengan sumber daya besar. Namun, di Indonesia, filantropi justru merupakan cerminan dari kearifan lokal yang inklusif, di mana setiap orang, tanpa memandang latar belakang, dapat berkontribusi melalui tenaga, waktu, atau keterampilan.
Tantangan utama dalam menjaga semangat filantropi adalah memastikan tata kelola yang baik, akuntabilitas, dan transparansi. FIFEST 2025 hadir sebagai pengingat penting bahwa saatnya kita “menemukan kembali” budaya filantropi sebagai bagian dari identitas nasional dan modal sosial. Bukan hanya dengan cara lama, tetapi melalui cara baru yang lebih strategis, partisipatif, dan berdampak luas.
Menyatukan pendekatan tradisional dan modern adalah langkah penting untuk membumikan kembali filantropi dalam konteks kekinian. Pekan Filantropi FIFEST 2025 resmi digelar sebagai ruang kolaborasi dan dialog terbuka lintas sektor untuk membangun budaya dan ekosistem filantropi yang lebih kuat, inklusif, dan berdampak. Mengusung tema “Budaya dan Ekosistem Filantropi untuk Dampak yang Lebih Baik: Membuka Potensi Filantropi untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Agenda Iklim,” FIFEST 2025 menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan sektor filantropi dalam menjawab tantangan global.
Di era digital, filantropi juga menemukan wajah baru melalui platform online. Kampanye penggalangan dana melalui media sosial atau aplikasi donasi memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam aksi filantropi dengan lebih mudah. Misalnya, kampanye online untuk membantu korban bencana atau mendukung pendidikan anak-anak di daerah terpencil telah menjangkau audiens yang lebih luas, memperkuat semangat gotong royong dalam ranah digital.