Dilarang Sendiri di Bunker Kaliadem, Cerita Mistis dari Relawan Penjaga Gunung

Ilustrasi terowongan bawah tanah
Sumber :
  • Pixabay

LifestyleBunker Kaliadem, terletak di lereng Gunung Merapi, Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, bukan sekadar destinasi wisata alam yang menawarkan panorama megah Gunung Merapi. Bangunan bawah tanah ini menyimpan sejarah kelam erupsi Merapi 2006 yang merenggut nyawa dua relawan, sekaligus menjadi pusat cerita mistis yang masih diperbincangkan hingga kini. 

Larangan Lip-Syncing di Turkmenistan, Ternyata Ini Tujuannya

Konon, pengunjung dilarang masuk bunker sendirian karena aura mistis dan kehadiran sosok gaib yang dipercaya menjaga tempat ini. Artikel ini mengupas sejarah Bunker Kaliadem, tragedi yang mengguncang, dan mitos yang membuatnya menjadi salah satu destinasi wisata sejarah dan spiritual paling menarik di Yogyakarta.

Sejarah Bunker Kaliadem: Dibangun untuk Melindungi, Berakhir Tragis

Bunker Kaliadem dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Sleman pada 2001 dan diresmikan pada 2005 sebagai tempat perlindungan dari awan panas (wedhus gembel) Gunung Merapi. Dengan dimensi panjang 7 meter, lebar 2,5 meter, dan tinggi 2,5 meter, bunker ini terbuat dari beton tebal, dilengkapi pintu besi, sistem ventilasi, tabung oksigen, dan persediaan air. Terletak sekitar 5 kilometer dari puncak Merapi, bunker ini awalnya dianggap aman untuk melindungi warga dan relawan saat erupsi. Namun, erupsi besar pada 14 Juni 2006 mengubah persepsi tersebut.

Negara Serba Putih, Mobil Warna Hitam Harus Dicat Ulang!

Pada hari itu, Merapi memuntahkan awan panas dengan suhu mencapai 500–700 derajat Celsius dan kecepatan hingga 100 km/jam. Dua relawan, Sudarwanto (dikenal sebagai Kenteng) dan Sarjono, berlindung di bunker, berharap selamat dari terjangan material piroklastik. 

Sayangnya, desain bunker yang tidak memadai, termasuk pintu yang membuka ke dalam, membuat panas ekstrem menembus ruangan. Kedua relawan ditemukan tewas, satu di dekat pintu dengan luka bakar derajat IV, dan satu lagi di kamar mandi. Proses evakuasi jenazah berlangsung sulit karena suhu di dalam bunker masih mencapai 80–120 derajat Celsius meski tiga hari pasca-erupsi.

Tragedi Erupsi 2006: Kronologi dan Dampak

Survei: Gen Z Ternyata Lebih Suka ke Cafe daripada Perpustakaan

Erupsi 2006 terjadi sebulan setelah gempa Yogyakarta 27 Mei, memperparah kondisi wilayah. Awan panas meluncur hingga 7 kilometer, menghancurkan warung dan infrastruktur di Kaliadem. Menurut Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), dinding penahan lahar di Geger Boyo runtuh akibat gempa, memungkinkan aliran piroklastik mencapai bunker tanpa hambatan. Relawan seperti Romo Itonk, yang berada di dekat bunker, selamat karena lari ke arah barat menuju rumah Mbah Maridjan, tetapi Kenteng memilih bertahan di bunker, menganggapnya aman.

Tragedi ini memicu kajian ulang tentang keamanan bunker. Desain pintu yang membuka ke dalam dan kurangnya standar ketahanan terhadap suhu ekstrem menjadi sorotan. Pasca-erupsi 2010, bunker ini tertimbun material vulkanik setebal 4 meter, membutuhkan 54 jam pengerukan dengan alat berat untuk ditemukan kembali. Sejak itu, bunker tidak lagi digunakan sebagai tempat perlindungan dan dialihfungsikan sebagai destinasi wisata.

Cerita Mistis Bunker Kaliadem: Larangan Masuk Sendirian

Bunker Kaliadem kini dikenal sebagai situs mistis. Banyak pengunjung melaporkan pengalaman aneh, seperti mendengar suara tangisan atau jeritan di sore hingga malam hari, yang dikaitkan dengan arwah korban erupsi 2006. Seorang pengunjung pernah mengaku merasa diawasi dari kamar mandi bunker, tempat salah satu relawan ditemukan tewas, dan memilih tidak masuk karena merasa tidak nyaman. 

Konon, bunker dijaga oleh sosok gaib bernama Abdi Kinasih dari Kanjeng Eyang Sunan Merapi, yang sering terlihat mengenakan jubah putih, duduk bertapa di atas batu vulkanik dekat bunker. Sosok ini dipercaya menjaga ketenangan Kaliadem agar tragedi serupa tidak terulang.

Larangan masuk bunker sendirian berasal dari kepercayaan bahwa energi spiritual di tempat ini sangat kuat, terutama bagi mereka yang sensitif. Warga setempat dan pemandu wisata menyarankan pengunjung untuk menjaga sopan santun, tidak berkata kasar, atau mengambil benda dari bunker, seperti batu vulkanik yang menyerupai singgasana, yang dianggap sakral. Beberapa pengunjung melaporkan pusing atau mual saat berada di dalam, memperkuat anggapan bahwa bunker bukan tempat sembarangan.

Bunker Kaliadem sebagai Destinasi Wisata

Kini, Bunker Kaliadem menjadi bagian dari Lava Tour Merapi, menarik wisatawan yang ingin melihat keindahan lereng Merapi sekaligus mempelajari sejarah erupsi. Pengunjung dapat masuk ke dalam bunker melalui tangga curam, melihat sisa-sisa material vulkanik yang mengeras, dan berfoto dengan latar Gunung Merapi yang gagah. 

Akses menuju bunker, sekitar 30 kilometer dari pusat Yogyakarta, cukup menantang karena jalanan terjal, sehingga disarankan menggunakan jeep wisata atau sepeda motor. Biaya masuk sekitar Rp10.000 per orang, dengan tambahan retribusi parkir Rp5.000–Rp10.000.

Pemandu lokal sering menceritakan kisah tragedi dan mitos untuk menambah pengalaman wisata. Meski aura mistis menyelimuti, bunker ini tetap ramai dikunjungi, terutama saat cuaca cerah ketika puncak Merapi terlihat jelas. Pengelolaan oleh warga Desa Kepuharjo memastikan fasilitas seperti mushola, toilet, dan warung tersedia, menjadikan Bunker Kaliadem destinasi yang menggabungkan sejarah, petualangan, dan nuansa spiritual.