Larangan Tak Tertulis di Jalur Pendakian Merapi, Inilah Mitos yang Masih Dipatuhi

Ilustrasi jalur pendakian
Sumber :
  • Pixabay

LifestyleGunung Merapi, salah satu gunung api teraktif di Indonesia, bukan hanya menawarkan keindahan alam yang memukau, tetapi juga menyimpan kekayaan budaya dan mitos yang melekat erat di hati masyarakat sekitar. Terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta, Merapi bukan sekadar destinasi pendakian, tetapi juga situs spiritual yang dianggap sakral. 

Kondisi Terkini Desa Tempat Tinggal Mbah Maridjan, Tertimbun Lahar Sejak Letusan Merapi 2010

Larangan tak tertulis dan mitos yang berkembang di jalur pendakian, seperti di Pasar Bubrah atau kepercayaan tentang sosok Mbah Petruk, masih dihormati oleh pendaki hingga saat ini. Artikel ini mengupas larangan-larangan tersebut, asal-usul mitos, dan bagaimana tradisi ini memengaruhi pengalaman pendakian di Gunung Merapi, menjadikannya destinasi wisata yang kaya akan nilai budaya dan sejarah.

Sejarah dan Status Gunung Merapi: Gunung Api yang Sakral

Gunung Merapi, dengan ketinggian puncak 2.930 meter di atas permukaan laut (mdpl) per 2010, merupakan gunung berapi aktif yang telah meletus lebih dari 80 kali sejak 1548. Menurut Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Merapi memiliki siklus erupsi setiap 2 hingga 7 tahun, dengan letusan besar seperti pada 2010 yang menewaskan 386 jiwa, termasuk Mbah Maridjan, juru kunci Merapi. 

Lokasi Pemakaman Ribuan Korban Tsunami Aceh 2004, Kini Jadi Tempat Ziarah Terkenal

Status Merapi saat ini berada pada level Siaga (Level III) sejak 5 November 2020, dengan larangan pendakian resmi diberlakukan sejak Mei 2018 untuk radius 3 kilometer dari puncak karena risiko awan panas (wedhus gembel) dan guguran lava. Meski demikian, jalur seperti Selo dan Babadan tetap menjadi rute populer sebelum penutupan, sementara jalur Kinahrejo tidak lagi direkomendasikan karena medan terjal dan risiko tinggi.

Masyarakat Jawa memandang Merapi sebagai gunung suci yang memiliki hubungan erat dengan Keraton Yogyakarta. Upacara Labuhan Merapi, yang dipimpin oleh juru kunci, merupakan ritual tahunan untuk menghormati roh-roh penunggu gunung dengan sesajen seperti kain dan makanan. Kepercayaan ini memperkuat pandangan bahwa pendaki harus menghormati aturan tak tertulis untuk menjaga keselamatan dan harmoni dengan alam serta entitas gaib yang dipercaya mendiami Merapi.

Larangan Tak Tertulis di Jalur Pendakian Merapi

Halaman Selanjutnya
img_title
Mall Klender dan Kisah Korban yang Masih 'Berteriak' Minta Tolong