Work-Life Balance ala Ibu Milenial, Apakah Bisa Sambil Ngurus Anak?

Ilustrasi working mom
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Menghadapi era digital yang serba cepat dan menuntut, para ibu milenial dan gen Z kini dihadapkan pada tantangan yang unik: bagaimana menyeimbangkan peran sebagai profesional sekaligus sebagai pengasuh utama dalam keluarga. Istilah work-life balance menjadi konsep yang banyak diperbincangkan, terutama di kalangan ibu bekerja yang berusaha menjalankan dua peran besar secara bersamaan. 

Kenali Tanda-Tanda Anak Bosan atau Cemas Selama Libur Panjang

Tidak dapat dipungkiri bahwa ekspektasi sosial terhadap ibu masa kini semakin kompleks—tidak hanya harus sukses dalam dunia kerja, tetapi juga diharapkan menjadi ibu yang ideal dalam mengasuh dan mendidik anak. Pertanyaannya, apakah hal ini benar-benar memungkinkan?

Siapa Itu Ibu Milenial?

Ibu milenial umumnya adalah perempuan yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996. Mereka tumbuh dan berkembang bersama pesatnya teknologi serta perubahan budaya global yang memengaruhi gaya hidup dan pola pikir. Berbeda dengan generasi sebelumnya, ibu milenial sangat akrab dengan media sosial, mengutamakan efisiensi, dan cenderung memiliki orientasi karier yang kuat. 

‘Rich Dad, Poor Dad’ untuk Gen Z, Simak 5 Prinsip Investasi agar Gaji Tak Cuma Numpang Lewat

Sementara itu, generasi setelahnya—gen Z—mulai memasuki usia dewasa dan sebagian telah menjadi orang tua, membawa nilai-nilai baru dalam pola pengasuhan anak yang lebih terbuka dan digital.

Karakteristik ibu milenial sangat menonjol dalam dunia parenting modern. Mereka lebih mandiri, proaktif mencari informasi, serta berani mengambil keputusan sendiri terkait metode pengasuhan. Namun, di balik semangat itu, terdapat dilema besar: bagaimana menjalani peran ganda dengan tetap menjaga keseimbangan hidup.

Tantangan Work-Life Balance Bagi Ibu Milenial

5 Nasihat Keuangan Robert Kiyosaki untuk Gen Z, Agar Tak Menyesal di Usia Senja

Salah satu tantangan terbesar ibu milenial adalah tekanan sosial yang datang dari berbagai arah. Budaya patriarki yang masih mengakar di sebagian masyarakat menyebabkan ibu seringkali dibebani ekspektasi untuk menjadi pengasuh utama, terlepas dari apakah mereka juga berkarier secara profesional. 

Selain itu, stereotip “ibu ideal” yang sempurna dalam segala hal, baik dalam pekerjaan rumah tangga maupun dunia kerja, menambah beban mental yang tidak sedikit.

Tugas domestik yang tidak terbagi secara adil, kurangnya fasilitas publik seperti daycare yang terjangkau dan berkualitas, serta fleksibilitas kerja yang masih terbatas turut menjadi faktor penghambat tercapainya work-life balance. Ibu milenial sering mengalami mental load—beban pikiran yang datang dari perencanaan dan pengelolaan kehidupan keluarga sehari-hari—yang dapat menyebabkan stres berkepanjangan jika tidak dikelola dengan baik.

Strategi untuk Mencapai Work-Life Balance

Meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar, bukan berarti ibu milenial tidak dapat menemukan cara untuk menyeimbangkan hidup. Beberapa strategi berikut terbukti efektif membantu ibu dalam menjaga keseimbangan antara dunia kerja dan peran sebagai orang tua:

1. Menyusun Prioritas yang Realistis

Mengenali dan menyusun skala prioritas adalah langkah awal yang penting. Tidak semua hal harus diselesaikan sekaligus. Fokus pada hal yang paling berdampak, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan keluarga.

2. Manajemen Waktu dengan Teknologi

Aplikasi pengelola waktu seperti kalender digital, reminder, atau to-do list sangat membantu ibu milenial dan gen Z dalam merancang aktivitas harian. Dengan perencanaan yang rapi, waktu menjadi lebih efisien dan terarah.

3. Komunikasi dan Kolaborasi dengan Pasangan

Salah satu kunci keberhasilan parenting modern adalah kolaborasi. Diskusi terbuka dengan pasangan mengenai pembagian peran dapat meringankan beban ibu dan menciptakan lingkungan yang lebih suportif di rumah.

4. Memanfaatkan Fleksibilitas Kerja

Perkembangan sistem kerja remote atau hybrid membuka peluang bagi ibu milenial untuk lebih fleksibel dalam mengatur waktu kerja dan pengasuhan. Namun, tetap dibutuhkan batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu bersama keluarga agar keduanya tidak saling tumpang tindih.

5. Delegasi dan Dukungan Lingkungan

Jangan ragu untuk meminta bantuan. Mempekerjakan asisten rumah tangga, menitipkan anak di daycare terpercaya, atau meminta bantuan keluarga adalah langkah bijak, bukan kelemahan. Dukungan komunitas juga dapat menjadi penyemangat dan sumber solusi praktis.

6. Waktu untuk Diri Sendiri

Self-care bukanlah bentuk egoisme, melainkan kebutuhan dasar untuk menjaga kesehatan mental dan fisik. Mengambil jeda sejenak untuk beristirahat, menikmati hobi, atau sekadar relaksasi akan memberikan energi positif yang berpengaruh pada kualitas pengasuhan dan pekerjaan.

Realita di Balik Usaha Menyeimbangkan Hidup

Tidak sedikit ibu milenial yang membagikan kisah mereka dalam mengelola dua peran besar secara bersamaan. Beberapa memilih bekerja dari rumah untuk tetap dekat dengan anak, sementara yang lain mengambil cuti lebih panjang demi mendampingi tumbuh kembang anak pada masa-masa krusial. Meski demikian, kompromi tetap menjadi bagian dari perjalanan mereka. 

Ada kalanya pekerjaan menjadi prioritas, di waktu lain anak membutuhkan perhatian lebih. Hal ini menunjukkan bahwa work-life balance bukanlah kondisi statis, melainkan proses dinamis yang terus disesuaikan seiring perubahan situasi hidup.