Ramai Soal Acha Septriasa dan Vikcy Kharisma, Apa itu Co Parenting?

Ilustrasi suami-istri bertengkar usai punya anak
Sumber :
  • iStock

Lifestyle –Belakangan ini, media sosial ramai memperbincangkan Acha Septriasa yang tampak tetap akrab dengan Vicky Kharisma. Setelah membangun biduk rumah tangga selama hampir 10 tahun keduanya memilih berpisah.

Baru Pulang Kerja Malah Emosi Lihat Rumah Berantakan? Ini Penjelasan Psikologisnya

Menariknya kabar perpisahan ini diketahui publik melalui komentar Acha Septriasai di unggahan Vicky Kharisma. Warganet pun dibuat kaget dengan komentar tersebut. Lantas apa itu co-parnting?Kenapa penting? Dan bagaimana cara menjalaninya dengan sehat?

Pertama mari pahami apa itu konsep co-parenting. Co-parenting adalah bentuk pengasuhan bersama yang dilakukan oleh dua orang tua setelah bercerai atau berpisah, dengan tujuan tetap memenuhi kebutuhan anak secara fisik, emosional, dan psikologis. Meskipun hubungan romantis telah berakhir, keduanya tetap menjadi tim dalam mendampingi tumbuh kembang anak.

Bos Sering Marahi Karyawan di Depan Umum? Tegas atau Tidak Tahu Cara Memimpin?

 

Menurut pakar dalam bidang family studies dan penulis The Equal Parent Presumption, Dr. Edward Kruk co-parenting bukan hanya soal membagi waktu mengasuh, tapi juga membangun komunikasi yang sehat, kerja sama, dan konsistensi dalam pengambilan keputusan demi kebaikan anak.

Kenapa Anak Ketika Dilarang Semakin Melakukannya? Ini Penjelasan Psikologi Anak

 

“Anak-anak yang tetap memiliki hubungan yang erat dan positif dengan kedua orang tua setelah perceraian cenderung memiliki tingkat stres lebih rendah, performa akademik yang baik, dan kesehatan mental yang lebih stabil,” ungkap Dr. Kruk dalam artikelnya di Psychology Today.

 

Kenapa Co-Parenting Penting untuk Anak?

Perceraian bisa menjadi pengalaman traumatis bagi anak—terutama jika anak terjebak dalam konflik atau permusuhan antara kedua orang tuanya. Namun, co-parenting memberikan jalan tengah agar anak tetap merasa dicintai dan diperhatikan oleh kedua belah pihak.

 

Beberapa manfaat nyata dari co-parenting yang sehat antara lain:

 

  • Memberi rasa stabilitas: Anak tetap memiliki rutinitas dan struktur yang konsisten meskipun orang tuanya hidup terpisah.

  • Mengurangi kecemasan: Ketika anak tahu bahwa kedua orang tuanya bisa bekerja sama, ia merasa aman dan tidak perlu memilih pihak.

  • Menjaga kesehatan mental anak: Anak tidak dibebani dengan drama dan konflik, sehingga dapat fokus pada sekolah dan kehidupannya.

  • Membentuk contoh positif: Anak belajar bahwa perbedaan dan konflik bisa diselesaikan dengan dewasa dan penuh hormat.

 

Dalam jangka panjang, co-parenting bisa membantu anak mengembangkan kemampuan sosial yang baik, rasa percaya diri yang sehat, serta keterampilan dalam mengelola emosi.

 

Kembali ke contoh Acha Septriasa, banyak yang kagum dengan bagaimana ia tetap memberikan dukungan terbuka kepada Vicky, meskipun hubungan mereka sebagai suami-istri telah selesai.

Dalam kolom komentar, Acha menuliskan, “Contoh co-parenting yang sukses, terima kasih Vic,” sebagai respons terhadap unggahan Vicky tentang momen bersama sang anak.

 

Sekilas mungkin ini terlihat sederhana, tapi sebenarnya ini bentuk nyata dari co-parenting yang sehat:

 

  • Memberikan validasi positif kepada orang tua lain di depan anak.

  • Menunjukkan kepada anak bahwa orang tuanya tetap saling menghargai.

  • Membangun suasana yang aman secara emosional.

 

Kehadiran orang tua dalam kehidupan anak bukan hanya soal fisik, tetapi juga emosional. Dukungan kecil seperti ini memberi dampak besar bagi rasa percaya diri anak, yang tahu bahwa ia dicintai oleh kedua orang tuanya.

 

Tantangan Co-Parenting dan Cara Mengatasinya

Meski ideal, menjalani co-parenting tidak selalu mudah. Banyak pasangan yang kesulitan menjaga hubungan profesional dengan mantan karena masih terbawa emosi masa lalu. Berikut beberapa tantangan umum:

 

  1. Masih ada luka emosional atau amarah.
    Solusi: Fokuskan perhatian pada kebutuhan anak, bukan konflik pribadi. Bila perlu, konsultasi dengan terapis keluarga.

  2. Perbedaan gaya pengasuhan.
    Solusi: Buat kesepakatan dasar tentang aturan anak, seperti jam tidur, screen time, dan cara disiplin.

  3. Pasangan baru dalam kehidupan masing-masing.
    Solusi: Jelaskan peran pasangan baru kepada anak dengan jujur dan bertahap. Tetap utamakan kepentingan anak.

  4. Komunikasi yang buruk atau tidak konsisten.
    Solusi: Gunakan aplikasi co-parenting atau jadwal tetap untuk komunikasi dan pertemuan.

 

Menurut Dr. Kruk, salah satu kunci keberhasilan co-parenting adalah memiliki struktur komunikasi yang jelas, termasuk jadwal pengasuhan, keputusan besar seperti sekolah dan kesehatan, serta kesepakatan tentang cara menyelesaikan konflik.

 

Tips Co-Parenting Sehat untuk Pasangan yang Sudah Berpisah

Untuk memulai co-parenting yang sehat, berikut beberapa langkah praktis:

 

  • Pisahkan urusan pribadi dengan urusan anak. Jangan campur adukkan luka masa lalu dengan pengasuhan hari ini.

  • Gunakan bahasa yang sopan dan netral saat berkomunikasi. Bahkan jika hubungan kamu dengan mantan tidak akrab, tetaplah profesional.

  • Jangan pernah menggunakan anak sebagai “kurir” atau “senjata”. Hindari menyampaikan pesan melalui anak atau memanipulasi perasaan anak.

  • Rayakan momen penting bersama. Jika memungkinkan, hadir bersama dalam ulang tahun, pertunjukan sekolah, atau momen penting lainnya.

  • Berikan ruang kepada anak untuk mencintai kedua orang tuanya tanpa rasa bersalah.

 

Jika kamu atau mantan pasangan masih kesulitan menjaga komunikasi, konseling bersama bisa jadi pilihan. Banyak pasangan menemukan titik terang setelah dibantu oleh mediator keluarga yang profesional.