Mendikdasmen Larang Murid Main Roblox, Ternyata Ini Dampak Mengerikan Game yang Mengandung Unsur Kekerasan bagi Anak SD

Roblox
Sumber :
  • xbox

Lifestyle –Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti melarang anak-anak bermain game Roblox karena dianggap mengandung unsur kekerasan dan konten negatif yang tidak sesuai untuk usia dini. Larangan ini diungkap Abdul Mu’ti saat dirinya mengunjungi SDN 02 Cideng saat acara Kick Off Cek Kesehatan Gratis awal pekan ini.

Anak Tantrum, Orang Tua Ikut Meledak? Ini Cara Kendalikan Emosi dalam 10 Detik!

Mu’ti menekankan, alasan utama pelarangan itu adalah karena Roblox dianggap banyak memuat unsur kekerasan yang dapat berdampak buruk pada psikologis dan perilaku anak. Menurutnya, anak-anak belum mampu membedakan antara dunia nyata dan dunia virtual, sehingga mereka cenderung meniru apa yang dilihat dalam game.

Ia mencontohkan, dalam beberapa game, tindakan kekerasan seperti membanting karakter dianggap biasa. Namun jika anak-anak meniru hal tersebut di kehidupan nyata, justru bisa memicu masalah baru.

Apa Itu 'Adopt Me!' dan 'Brookhaven' di Roblox? Orang Tua Harus Tahu Hal Ini!

Melalui artikel ini mari cari tau hubungan larangan dari Mendikdasmen terhadap dampak serius paparan game kekerasan pada anak sekolah dasar berdasarkan riset pakar internasional dan meta-analisis yang kredibel

Roblox dan Kekerasan Terselubung

Meski Roblox dikenal sebagai platform kreatif tempat anak membuat dan bermain game buatan pengguna, kenyataannya banyak permainan di dalamnya yang menampilkan kekerasan baik dalam bentuk tembak-tembakan, pembunuhan, pertarungan, maupun simulasi kriminal.

Waspadai! Ini 7 Ciri-Ciri Anak Kecanduan Roblox yang Perlu Orang Tua Ketahui

Dalam investigasi oleh BBC News (2022), ditemukan bahwa beberapa game di Roblox menampilkan adegan seperti mutilasi, darah, hingga kekerasan seksual terselubung, yang bisa dengan mudah diakses anak-anak tanpa pengawasan. Meskipun platform ini memiliki fitur moderasi, banyak konten luput dari pengawasan karena dibuat oleh komunitas luas dan terus berkembang.

Dampak Kekerasan dalam Game pada Anak Usia Dini

Menurut psikolog dari Iowa State University dan salah satu peneliti terkemuka dalam bidang efek kekerasan media, Dr. Craig A. Anderson, paparan berulang terhadap kekerasan dalam video game dapat mengubah pola pikir anak.

Dalam jurnal yang diterbitkan oleh Psychological Bulletin (2003), Dr. Anderson menulis bahwa anak-anak yang sering terpapar konten kekerasan dalam video game menunjukkan peningkatan agresi, penurunan empati, dan kesulitan dalam mengendalikan emosi.

Hal ini terjadi karena anak usia sekolah dasar masih berada dalam masa perkembangan otak yang sangat sensitif terhadap stimulasi eksternal. Ketika mereka berulang kali melihat atau melakukan kekerasan, otak mereka mulai menganggap perilaku tersebut sebagai respons yang wajar terhadap konflik.

Anak Sulit Membedakan Realita dan Fantasi

Salah satu alasan utama mengapa game kekerasan tidak cocok untuk anak SD adalah karena pada usia ini, mereka belum mampu sepenuhnya membedakan antara dunia nyata dan fantasi.

Dalam wawancara dengan CNN Health, Dr. Dimitri Christakis, direktur Center for Child Health, Behavior and Development di Seattle Children’s Research Institute, menjelaskan anak-anak kecil menyerap pengalaman dari apa yang mereka lihat.

“Saat mereka menembak karakter dalam game, mereka tidak mengerti bahwa tindakan itu punya konsekuensi dalam kehidupan nyata,” kata dia.

Artinya, tindakan kekerasan yang dianggap "normal" di dalam game bisa membentuk persepsi keliru tentang cara menyelesaikan masalah di dunia nyata. 

Perubahan Perilaku yang Tak Disadari Orang Tua

Tak jarang orang tua merasa anaknya biasa saja setelah bermain game kekerasan. Namun perubahan negatif sering kali bersifat halus dan berlangsung bertahap. Beberapa perubahan yang sering tidak disadari:

  • Anak menjadi mudah marah atau meledak-ledak saat diganggu.
  • Anak lebih suka menyendiri dan menghindari interaksi sosial.
  • Anak menggunakan bahasa kasar atau agresif yang didapat dari game.
  • Penurunan empati, seperti tertawa saat melihat kekerasan di media.

Penelitian oleh American Psychological Association (APA) pada tahun 2015 menyimpulkan bahwa ada hubungan konsisten antara paparan kekerasan dalam video game dan peningkatan perilaku agresif, meskipun tidak selalu berujung pada kekerasan fisik ekstrem. 

Dampaknya pada Prestasi Akademik dan Sosial

Selain masalah perilaku, game kekerasan juga berdampak pada konsentrasi dan prestasi akademik. Anak SD yang terlalu banyak bermain game, apalagi game penuh kekerasan, cenderung:

  • Kurang tidur akibat bermain hingga larut malam.
  • Tidak fokus belajar karena pikirannya masih terbawa suasana game.
  • Meniru tokoh atau karakter dalam game sebagai bentuk pencarian identitas.

Menurut laporan dari National Institutes of Health (NIH) di AS, paparan konten media kekerasan berlebihan dapat mengganggu perkembangan fungsi eksekutif di otak anak, yang berperan penting dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan regulasi emosi.

Melihat seluruh fakta ilmiah dan data dari pakar internasional, keputusan Menteri Abdul Mu’ti untuk melarang siswa SD bermain Roblox adalah langkah preventif yang logis dan berbasis sains. Game kekerasan, meski dikemas dalam bentuk hiburan virtual, bukan tanpa dampak nyata terutama bagi anak-anak yang masih dalam masa pembentukan kepribadian dan moral.

Orang tua dan guru perlu lebih sadar bahwa memilih game untuk anak bukan cuma soal kesenangan, tapi juga soal masa depan mereka. Karena di balik layar penuh warna dan suara efek yang seru, bisa jadi sedang tertanam benih kekerasan yang mengubah cara anak melihat dunia.