Kerok Lidah Anak Pakai Cincin Bisa Atasi Speech Delay? Cek Faktanya!
- Freepik
Lifestyle –Keterlambatan bicara (speech delay) pada anak sering kali menjadi kekhawatiran bagi orang tua. Berbagai mitos dan praktik tradisional pun bermunculan, salah satunya adalah kepercayaan bahwa mengkerok lidah anak menggunakan cincin dapat membantu mengatasi speech delay.
Praktik ini, yang kerap dilakukan di beberapa komunitas, dianggap mampu "membuka" kemampuan bicara anak. Namun, apakah metode ini benar-benar efektif?
Speech delay adalah kondisi di mana anak mengalami keterlambatan dalam kemampuan berbicara atau memahami bahasa sesuai dengan usia perkembangannya.
Menurut American Speech-Language-Hearing Association (ASHA), anak usia 2 tahun biasanya sudah mampu mengucapkan sekitar 200-300 kata dan membentuk kalimat sederhana. Jika anak menunjukkan kesulitan yang signifikan dalam hal ini, seperti tidak dapat mengucapkan kata sama sekali atau hanya menggunakan gestur, hal ini bisa menjadi indikasi speech delay.
Penyebabnya beragam, mulai dari faktor genetik, gangguan pendengaran, hingga keterlambatan perkembangan saraf. Penting untuk memahami bahwa speech delay bukanlah kondisi yang dapat diatasi dengan metode sederhana tanpa evaluasi medis yang tepat.
Mitos Kerok Lidah dengan Cincin
Praktik mengkerok lidah anak dengan cincin, biasanya cincin emas atau perak, merupakan tradisi turun-temurun di beberapa budaya. Keyakinan ini beranggapan bahwa lidah anak yang "kaku" atau "terikat" dapat dilonggarkan dengan mengkeroknya, sehingga anak lebih mudah berbicara.
Namun, dari sudut pandang medis, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim ini. Lidah anak yang sulit berbicara tidak disebabkan oleh kekakuan fisik lidah, kecuali pada kasus tertentu seperti tongue-tie (ankyloglossia), yaitu kondisi medis di mana frenulum lidah terlalu pendek. Bahkan pada kasus tongue-tie, penanganannya memerlukan prosedur medis seperti frenotomi oleh dokter spesialis, bukan dengan kerokan tradisional.
Risiko Praktik Kerok Lidah
Mengkerok lidah anak dengan benda seperti cincin dapat membawa risiko kesehatan. Pertama, cincin yang tidak steril dapat menyebabkan infeksi pada mulut anak, terutama jika terdapat luka kecil akibat gesekan.
Kedua, tekanan yang tidak terkontrol saat mengkerok dapat melukai jaringan sensitif di mulut, termasuk lidah dan gusi. Selain itu, praktik ini tidak menangani akar masalah speech delay, yang mungkin berkaitan dengan gangguan pendengaran, perkembangan saraf, atau stimulasi lingkungan yang kurang.
Mengabaikan evaluasi medis dan memilih metode tradisional tanpa bukti ilmiah dapat menunda penanganan yang tepat, sehingga memperburuk kondisi anak.
Penyebab Speech Delay dan Penanganan yang Tepat
Speech delay dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Gangguan pendengaran, misalnya, sering menjadi penyebab utama karena anak tidak dapat mendengar suara dengan jelas, sehingga kesulitan meniru kata-kata.
Faktor lain termasuk gangguan perkembangan seperti autisme, kurangnya stimulasi linguistik dari lingkungan, atau trauma psikologis. Untuk menentukan penyebabnya, konsultasi dengan dokter anak, spesialis THT, atau terapis wicara sangat dianjurkan. Tes pendengaran, observasi perilaku, dan evaluasi perkembangan dapat membantu mengidentifikasi akar masalah. Penanganan yang tepat biasanya melibatkan terapi wicara, stimulasi lingkungan yang kaya bahasa, atau intervensi medis jika diperlukan.
Cara Mendukung Perkembangan Bicara Anak
Orang tua dapat berperan aktif dalam mendukung perkembangan bicara anak melalui cara-cara yang terbukti efektif. Pertama, berbicaralah dengan anak secara rutin menggunakan kalimat sederhana dan jelas. Membaca buku cerita, bernyanyi, atau bermain sambil berbicara dapat meningkatkan kosakata anak. Kedua, batasi penggunaan gawai yang dapat mengurangi interaksi verbal.
Ketiga, ciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi, seperti merespons setiap upaya anak untuk berbicara, meskipun hanya dengan suara atau gestur. Jika anak menunjukkan tanda-tanda keterlambatan bicara, segera konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk mendapatkan diagnosis dan intervensi dini.