Baru Hari Pertama Masuk Sekolah, Anak Malah Nggak Mau Belajar? Ini Cara Bikin Mereka Semangat Lagi

Ilustrasi anak belajar
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Sejumlah orang tua mengalami ini, hari pertama anak masuk SD penuh semangat dan senyum. Tapi baru masuk, anak mulai mengeluh setiap kali disuruh belajar di rumah. Ada yang ngambek, ada yang ngeles, ada juga yang langsung rewel begitu buka buku. Padahal, sebagai orang tua, kita ingin anak tetap semangat belajar di luar jam sekolah.

Biar Anak Nggak Jadi Generasi Strawberry, Simak 10 Pola Asuh Ini!

 

Kalau kamu sedang mengalami ini, tenang. Menurut psikoterapis anak dan penulis buku parenting The Whole-Brain Child, Dr. Tina Payne Bryson, ini bukan tanda anak pemalas. Ini justru sinyal bahwa otak anak sedang kelelahan dan butuh adaptasi.

Dijuluki Negara Paling Bahagia, Ketahui Cara Orang Denmark Mengasuh Anak

"Otak anak yang kelelahan tidak akan belajar secara efektif. Hal yang dibutuhkan pertama-tama adalah rasa tenang, bukan tekanan," kata dia.

 

Otak Anak Baru Sekolah Masih Bekerja Keras Beradaptasi

Kenapa Kamu Merasa Kosong Tiap Malam Minggu? Ini Penjelasan Psikologisnya

 

Bayangkan seperti in: sebelumnya anak lebih banyak bermain dan tidak punya tuntutan akademik. Sekarang, tiba-tiba harus duduk tenang, menyimak guru, menyelesaikan tugas, bahkan bersosialisasi dengan teman baru. Itu semua adalah hal besar bagi anak usia 6–7 tahun.

 

Menurut Bryson, kondisi ini memicu yang disebut brain fatigue atau kelelahan otak. Anak-anak mungkin terlihat sehat dan ceria, tapi otak mereka bekerja keras untuk menyesuaikan diri dengan pola baru. Pulang sekolah, yang mereka butuhkan adalah pemulihan, bukan tuntutan tambahan.

 

 

Jangan Langsung Nasehati, Validasi Dulu Emosinya

 

Salah satu kesalahan umum orang tua adalah langsung memberikan ceramah saat anak enggan belajar:

 

  • "Masa baru masuk sekolah udah males sih?"

  • "Kamu nanti ketinggalan pelajaran, lho!"

  • "Mama dulu rajin banget waktu SD, kamu harus kayak Mama!"

 

Padahal, kata Bryson, yang paling dibutuhkan anak dalam kondisi ini adalah validasi dan rasa dipahami. Anak-anak belum mampu menyampaikan dengan kalimat lengkap bahwa mereka lelah, takut, atau butuh istirahat. Tapi tubuh dan sikap mereka menunjukkannya dengan jelas.

 

Cobalah ucapkan 'Capek ya setelah seharian di sekolah? Nggak apa-apa kok, istirahat dulu, nanti Mama temenin belajar bareng ya'.

 

Dengan kalimat seperti ini, anak merasa dimengerti. Hubungan emosional antara anak dan orang tua jadi lebih kuat, dan dari situlah kerja sama bisa tumbuh.

 

 

Bangun Rutinitas Pulang Sekolah yang Terstruktur dan Nyaman

 

Anak-anak butuh rutinitas yang bisa diprediksi. Ini membuat mereka merasa aman karena tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Bukan berarti harus kaku seperti jadwal militer, tapi cukup alur yang konsisten.

 

Contoh rutinitas yang disarankan Bryson:

 

  1. Pulang sekolah: ganti baju

  2. Minum dan camilan sehat

  3. Waktu bebas 30–60 menit

  4. Belajar ringan bersama

  5. Waktu bebas kembali

 

Penting untuk menyisipkan waktu istirahat dan aktivitas bebas di antara waktu belajar. Anak yang diberi ruang untuk memulihkan energi akan lebih mudah fokus saat diajak belajar.

 

Belajar Itu Bukan Soal Duduk Diam dan Menyalin Buku

 

Banyak anak SD kehilangan minat belajar karena merasa belajar itu membosankan dan membebani. Di sinilah peran orang tua untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

 

Dr. Bryson menekankan bahwa anak-anak belajar paling baik saat mereka merasa sedang bermain. Jadi, mengajak anak mewarnai huruf, membaca sambil bermain boneka, atau berhitung dengan benda-benda di rumah bisa jauh lebih efektif dibanding memaksa duduk 30 menit mengerjakan lembar kerja.

 

Berikan anak kendali kecil agar merasa punya pilihan:

 

  • Mau nulis pakai pensil atau crayon?

  • Mau belajar di meja atau di tikar sambil selonjoran?

 

Ketika belajar terasa tidak memaksa, anak akan lebih mudah termotivasi.

 

 

Fokus pada Proses, Bukan Hasil

 

Terlalu banyak fokus pada nilai atau seberapa cepat anak menyelesaikan tugas justru membuat anak merasa terbebani. Anak bisa berpikir, 'Kalau aku lambat, Mama kecewa,' dan akhirnya jadi takut mencoba.

 

Sebaliknya, puji usaha anak sekecil apa pun. Dr. Bryson menyarankan untuk memuji proses, bukan hasil:

“Kamu hebat banget tadi, mau belajar walaupun capek.”

“Mama suka banget lihat kamu berusaha keras nulis huruf A tadi.”

 

Kalimat-kalimat seperti ini membantu anak membangun growth mindset, keyakinan bahwa kemampuan bisa berkembang dengan usaha, bukan hanya bakat.

 

 

Kalau Anak Terus Enggan Belajar, Coba Cari Tahu Akar Masalahnya

 

Anak tidak selalu bisa berkata, 'Aku stres', atau 'Aku nggak ngerti pelajarannya'. Tapi perilaku mereka bisa memberi petunjuk. Jika anak terus-menerus menolak belajar, mungkin ada hal lain yang terjadi.

 

Beberapa kemungkinan:

 

  • Anak kesulitan memahami pelajaran di kelas

  • Ada tekanan sosial atau bullying

  • Anak takut mengecewakan orang tua

  • Jadwal terlalu padat dan kurang waktu tidur

 

Bryson menyarankan untuk mendengarkan dengan penuh empati. Bukan menginterogasi, tapi mengajak ngobrol dengan hangat. Contoh 'Kayaknya akhir-akhir ini kamu kurang semangat belajar, boleh cerita nggak kenapa?'

 

Jika perlu, ajak kerja sama dengan guru di sekolah. Bisa jadi guru juga punya insight dari perilaku anak selama di kelas.

 

Bangun Koneksi Emosional Sebelum Mengajarkan Apa pun

 

Poin penting yang selalu ditekankan Bryson adalah anak belajar dari hubungan, bukan tekanan. Jika anak merasa dekat dengan orang tuanya, ia akan lebih mudah menerima ajakan untuk belajar atau melakukan hal yang menantang.

 

Luangkan waktu setiap hari untuk koneksi emosional:

 

  • Peluk anak 10 detik saat bangun

  • Ajak main bareng tanpa gadget

  • Baca buku bersama sebelum tidur

  • Dengarkan cerita harinya dengan antusias

 

Ini mungkin terdengar sederhana, tapi koneksi seperti ini membangun dasar kepercayaan dan rasa aman. Dan dari rasa aman inilah anak-anak bisa tumbuh jadi pembelajar yang antusias.