Tanda-Tanda Pengasuhan Orang Tua Terlalu Memanjakan Anak, Hasilnya Berdampak ke Masa Depan!

Ilustrasi ibu mengajarkan anaknya
Sumber :
  • Pixabay

Lifestyle –Dalam dunia parenting modern, upaya memberikan "yang terbaik" bagi anak bisa dengan mudah melenceng menjadi pola asuh yang terlalu memanjakan. Banyak orang tua, terutama dari generasi baru, menganggap bahwa menghindari konflik dan memenuhi semua keinginan anak adalah bentuk kasih sayang. 

Kakek-Nenek yang Terlalu Memanjakan, Apakah Merusak Disiplin Anak?

Padahal, pola asuh semacam ini—yang sering kali disebut sebagai permissive parenting atau strawberry parenting—justru berisiko menghambat perkembangan emosional dan sosial anak secara jangka panjang.

Memanjakan anak bukan hanya soal materi, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana orang tua membatasi, atau justru tidak membatasi, perilaku anak. Ketika semua kebutuhan anak dipenuhi secara instan tanpa usaha, tanpa aturan yang konsisten, atau tanpa konsekuensi yang jelas, anak cenderung tumbuh tanpa memahami nilai tanggung jawab, kesabaran, dan resiliensi. Pola asuh seperti ini memang tampak lembut di permukaan, namun bisa berdampak serius pada masa depan anak.

Apa Itu Pola Asuh Memanjakan?

Perbedaan Gaya Asuh Nenek vs Ibu, Apa Dampaknya ke Anak?

Pola asuh memanjakan merupakan salah satu bentuk pola asuh permisif di mana orang tua cenderung membiarkan anak bertindak sesuka hati, menghindari konflik, dan menuruti hampir semua keinginan anak tanpa batas yang jelas. 

Tipe permisif ditandai dengan keterlibatan emosional tinggi namun pengendalian rendah. Artinya, orang tua sangat hangat dan penuh perhatian, namun tidak konsisten dalam menetapkan aturan atau batasan.

Anak Diasuh Nenek Sejak Bayi, Begini Ikatan Emosionalnya Bisa Terbentuk

Konsep ini sering disalahartikan sebagai kasih sayang. Padahal, kasih sayang yang sehat dalam parenting selalu disertai dengan struktur, disiplin, dan pengajaran nilai. Tanpa keseimbangan tersebut, anak berisiko besar mengembangkan perilaku yang tidak adaptif.

Tanda-Tanda Anak Terlalu Dimanjakan oleh Orang Tua

Ada sejumlah indikator yang menunjukkan bahwa orang tua cenderung terlalu memanjakan anak mereka, di antaranya:

1. Selalu menuruti keinginan anak tanpa syarat

Jika setiap permintaan anak langsung dipenuhi tanpa pertimbangan, anak bisa gagal memahami batas antara kebutuhan dan keinginan.

2. Anak tidak pernah diberi konsekuensi atas kesalahan

Dalam pola asuh sehat, kesalahan merupakan momen belajar. Namun jika orang tua justru menutup-nutupi atau menghindari konflik, anak tidak belajar tanggung jawab.

3. Orang tua mudah merasa bersalah dan mengalah

Rasa bersalah sering membuat orang tua menyerah pada tekanan emosi anak, termasuk tantrum atau rengekan, demi menghindari konfrontasi.

4. Anak tidak diberi tanggung jawab sesuai usia

Anak yang tidak dibiasakan membantu atau bertanggung jawab atas tugas-tugas kecil akan tumbuh tanpa keterampilan hidup dasar.

5. Orang tua selalu turun tangan menyelesaikan masalah anak

Meskipun tampak membantu, intervensi yang berlebihan akan menghambat kemampuan problem solving anak.

6. Menghindari kata “tidak” karena takut anak kecewa

Ketidakmampuan mengatakan “tidak” membuat anak merasa berhak atas segalanya, tanpa batas.

Dampak Jangka Panjang pada Masa Depan Anak

Konsekuensi dari pola asuh yang terlalu memanjakan dapat bersifat serius dan berjangka panjang. Anak yang tidak dibiasakan menghadapi kegagalan atau frustrasi cenderung memiliki low frustration tolerance, yakni ketidakmampuan menghadapi ketidaknyamanan atau hambatan. Dalam lingkungan sekolah atau pekerjaan, hal ini bisa menjadi penghambat perkembangan.

Penelitian dari University of New Hampshire menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua permisif lebih mungkin mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan, kurang memiliki rasa tanggung jawab, dan menunjukkan perilaku impulsif. Mereka juga lebih berisiko mengalami masalah emosional seperti kecemasan atau rendahnya kepercayaan diri karena tidak memiliki landasan batasan yang kuat dari rumah.

Selain itu, kurangnya eksposur terhadap pengalaman gagal atau frustrasi membuat anak kesulitan membentuk resiliensi, yaitu kemampuan untuk bangkit kembali dari kegagalan atau tekanan. Dalam dunia nyata yang penuh tantangan, hal ini menjadi kelemahan besar yang bisa berdampak hingga masa dewasa.

Studi Terkait

Memanjakan anak bukanlah bentuk cinta, melainkan bentuk ketidakmampuan orang tua untuk menahan ketidaknyamanan emosional mereka sendiri. Anak membutuhkan batasan yang konsisten untuk merasa aman dan belajar mengelola dirinya.

Studi  dari American Psychological Association menyatakan bahwa pola asuh permisif dikaitkan dengan tingkat narsisme yang lebih tinggi pada anak, karena mereka tidak belajar menyeimbangkan antara keinginan pribadi dan kebutuhan orang lain. Hal ini berdampak pada relasi sosial dan kerja sama anak di kemudian hari.

Sementara itu, authoritative parenting, yang memadukan kehangatan dan pengendalian, diakui oleh banyak peneliti sebagai pola asuh paling efektif dalam membentuk anak yang mandiri, tangguh, dan memiliki integritas.

Solusi dan Strategi Seimbang untuk Orang Tua

Orang tua dapat mulai memperbaiki pola asuh dengan cara menetapkan aturan yang konsisten dan masuk akal, membiasakan anak menghadapi konsekuensi dari tindakannya, serta memberi mereka tanggung jawab sesuai tahap perkembangan usia. Kasih sayang tidak berarti harus selalu menyelamatkan anak dari kesulitan, melainkan mendampingi mereka saat belajar menghadapi kenyataan hidup. Dalam konteks parenting yang sehat, “tidak” adalah bagian penting dari cinta.