Kenapa Orang Tua Semakin Bertambah Umur Semakin Sulit Dikasih Tahu?

Ilustrasi Lansia Hidup Bahagia dan Sejahtera
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pernah merasa frustasi saat mencoba menasihati orang tua, tapi malah ditanggapi dengan bantahan? Atau saat memberikan saran terbaik, mereka justru balik bilang, “Dari dulu juga bisa kok!” Fenomena ini bukan hal baru. Banyak anak muda merasa bahwa semakin tua seseorang, semakin susah diberi masukan atau dalam istilah sehari-hari yakni makin ngeyel.

Viral Dugaan Siswa Dilecehkan oleh Oknum Guru di SMA di Kota Serang, Ini Langkah Awal yang Harus Dilakukan Orang Tua

Namun, benarkah itu semata-mata soal keras kepala? Menurut profesor psikologi dan Direktur Stanford Center on Longevity, Dr. Laura Carstensen, ada sejumlah alasan ilmiah dan emosional yang membuat lansia tampak sulit menerima masukan. Yuk, kita bahas lebih dalam supaya kita bisa lebih paham, dan lebih sabar. 

Otak Menjadi Kurang Fleksibel Seiring Usia

Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami penurunan fungsi, termasuk fungsi otak. Salah satu bagian penting dalam otak, yaitu prefrontal cortex, yang bertanggung jawab atas fleksibilitas berpikir, pengambilan keputusan, dan regulasi emosi, juga ikut menurun fungsinya.

Generasi Muda Hat-hati Jebakan Finansial! 8 Nasihat Kuno dari Baby Boomers Bikin Sulit Kaya,

Dr. Carstensen menjelaskan bahwa otak lansia lebih cenderung menggunakan jalur berpikir lama atau kebiasaan yang sudah familiar. Artinya, ketika dihadapkan dengan informasi baru, otak mereka mungkin akan secara otomatis menolak atau merasa tidak nyaman.

Inilah sebabnya orang tua bisa terlihat kaku atau sulit diajak berdiskusi soal perubahan. Bukan karena tidak mau, tapi karena otaknya tidak lagi sefleksibel dulu dalam menerima informasi baru.

Pengalaman Hidup Membentuk Cara Pandang yang Kuat

9 Cara Merangsang Anak agar Suka Membaca, Cocok untuk Orang Tua Zaman Now!

Lansia telah melewati banyak hal dalam hidup seperti kesulitan ekonomi, masa perang, perubahan teknologi, hingga membesarkan anak. Semua pengalaman itu membentuk kerangka berpikir yang kokoh.

Menurut Carstensen, orang tua sering merasa bahwa apa yang mereka alami dan jalani selama puluhan tahun sudah cukup menjadi bukti bahwa cara mereka benar. Maka, ketika anak-anak muda datang membawa ide atau saran baru, sering kali mereka menganggapnya tidak sebanding dengan pengalaman pribadi mereka.

Ini disebut sebagai bias pengalaman, merasa paling tahu karena sudah pernah menjalaninya. Jadi ketika kita memberi saran, mereka bukan ngeyel tanpa dasar, tapi merasa apa yang mereka tahu lebih valid.

Ingin Tetap Relevan dan Tidak Dianggap Tak Berguna

Menjadi tua seringkali diiringi dengan rasa kehilangan kendali, seperti fisik mulai melemah, pekerjaan pensiun, anak-anak sudah mandiri, dan teknologi terasa asing. Dalam kondisi ini, banyak lansia merasa takut tidak relevan atau dianggap beban.

Carstensen mengatakan, menolak saran dari anak atau cucu bisa menjadi mekanisme pertahanan diri. Dengan menolak atau membantah, mereka berusaha mempertahankan otonomi dan martabat.

Contohnya:

  • Menolak dibantu menggunakan smartphone karena tidak ingin dianggap gaptek
  • Menolak pakai alat bantu jalan karena merasa masih kuat
  • Tetap ingin masak sendiri walau sering kelupaan

Semua ini berakar dari keinginan untuk tetap dianggap mampu dan berguna.

Faktor Fisik: Pendengaran Menurun, Fokus Berkurang

Salah satu faktor yang sering dilupakan adalah kondisi fisik yang memengaruhi kemampuan menerima informasi. Banyak orang tua mengalami penurunan pendengaran, penglihatan, serta daya konsentrasi.

Mereka mungkin tidak sepenuhnya menangkap pesan yang kita sampaikan. Misalnya, saat kita menjelaskan sesuatu dengan cepat atau dengan istilah teknis, mereka bisa saja bingung tapi malu bertanya. Akibatnya, mereka menolak ide tersebut tanpa sempat benar-benar memahaminya.

Oleh karena itu, Carstensen menyarankan untuk berbicara pelan-pelan, dengan kalimat sederhana, dan diulang jika perlu, agar pesan benar-benar terserap.

Salah Pendekatan Bisa Picu Reaksi Defensif

Masalah komunikasi antara generasi muda dan orang tua juga sering dipicu oleh cara penyampaian yang salah. Anak-anak kadang terlalu langsung, terkesan menggurui, atau bahkan tanpa sadar meremehkan. Contoh yang umum:

  • “Gini aja nggak bisa?”
  • “Sekarang zamannya udah beda, Pak.”
  • “Pokoknya harus begini.”

Menurut Carstensen, pendekatan seperti ini membuat orang tua merasa direndahkan atau tak dihargai. Akibatnya, mereka bereaksi defensif dan semakin keras kepala.

Cara yang lebih baik adalah mengajak berdiskusi, bukan mengatur. Berikan pilihan, dengarkan alasan mereka, dan jangan terburu-buru menilai.

Ngeyel Juga Bisa Jadi Bentuk Stabilitas Emosional

Carstensen punya teori menarik sikap ngeyel justru bisa menjadi tanda bahwa lansia sedang menjaga keseimbangan emosionalnya.

Dalam teorinya yang dikenal sebagai Socioemotional Selectivity Theory, ia menyatakan bahwa orang yang menua mulai lebih fokus pada hal-hal yang bermakna secara emosional dan menghindari konflik yang tidak perlu. Mereka ingin menjalani hari-hari dengan rasa aman, tenang, dan sesuai rutinitas.

Jadi jika orang tua menolak hal-hal baru, bukan semata karena menutup diri, tapi karena mereka sedang berusaha menjaga kestabilan emosinya. 

Tips Menghadapi Orang Tua yang Terlihat Ngeyel

Agar hubungan tidak rusak dan komunikasi tetap sehat, berikut beberapa tips praktis dari Carstensen:

  • Jangan langsung membantah. Dengarkan dulu alasan mereka.
  • Gunakan pendekatan emosional. Tanyakan: “Ibu lebih nyaman cara yang mana?”
  • Sisipkan contoh dari orang seusia mereka. “Bu, tetangga kita juga pakai cara ini.”
  • Berikan waktu. Jangan memaksa mereka menerima ide baru dalam satu kali bicara.
  • Libatkan dalam pengambilan keputusan. Ini membuat mereka tetap merasa dihargai dan punya kontrol.