Hasil Survei Bikin Kaget! Seseorang Dianggap Bahagia Jika Punya Uang Segini
- Freepik
Banyak riset psikologi menekankan bahwa tujuan hidup materialistis sering kali justru merusak kesejahteraan. Mengejar harta demi status sosial membuat seseorang mudah terjebak pada hedonic treadmill, yaity situasi ketika seseorang cepat terbiasa dengan standar hidup baru dan terus menginginkan lebih banyak lagi.
Sebaliknya, studi jangka panjang yang dilakukan Harvard sejak 1938 menegaskan bahwa kebahagiaan sejati datang dari hubungan yang kuat dan bermakna. Waktu bersama orang terdekat, kegiatan yang memperkaya jiwa, serta pengalaman yang berkesan lebih berharga daripada sekadar menumpuk harta.
Inilah mengapa konsep seperti time affluence (memiliki waktu luang lebih banyak) dan experiential buying (membeli pengalaman, bukan barang) semakin populer sebagai cara mencapai kesejahteraan.
Ketimpangan Ekonomi dan Dampaknya
Meski uang bukan segalanya, kesenjangan ekonomi yang terlalu lebar terbukti berdampak buruk bagi masyarakat. Di Australia misalnya, 20 persen orang terkaya menguasai sekitar 62 persen total kekayaan nasional. Ketimpangan seperti ini berpotensi memicu masalah sosial mulai dari meningkatnya kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, hingga turunnya tingkat kepercayaan antarwarga.
Ironisnya, mereka yang paling diuntungkan dari kesenjangan itu belum tentu lebih bahagia. Justru, riset menunjukkan mereka masih rentan merasa kurang dan terus membandingkan diri dengan orang lain. Pada akhirnya, kekayaan yang berlebihan tanpa arah jelas tak serta-merta membawa ketenangan batin.
Jadi, berapa sebenarnya uang yang Anda butuhkan untuk bahagia? Jawabannya bukan pada angka pasti, melainkan pada keseimbangan. Uang memang penting untuk memastikan kebutuhan dasar terpenuhi dan membuka akses pada pengalaman yang bermakna.