Kelas Menengah RI Rentan Turun Kasta, Kaya Tak Mampu Miskin Tak Mau

Ilustrasi kelas menengah
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Di tengah pemulihan ekonomi pascapandemi dan tren inflasi global, sorotan kini tertuju pada kelompok kelas menengah RI yang justru mengalami tekanan hebat. Dalam lima tahun terakhir, data menunjukkan bahwa populasi kelas menengah di Indonesia tidak mengalami penguatan, tetapi justru menyusut. 

Peta Lowongan Kerja 2030, Ini Deretan Profesi yang Hilang dan Akan Naik Daun

 

Hal ini mengindikasikan bahwa banyak anggota kelas menengah yang selama ini dianggap sebagai pilar utama konsumsi nasional ternyata tidak memiliki ketahanan ekonomi yang cukup kuat untuk bertahan menghadapi tekanan ekonomi yang terus meningkat.

Cair! Ini Cara Klaim BPNT Rp600.000, Jangan Sampai Kelewat!

 

Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa populasi kelas menengah RI menurun drastis, bahkan jumlahnya telah berkurang hampir 10 juta jiwa dibandingkan tahun 2019. Meski masih berada di atas garis kemiskinan, kelompok ini terjebak dalam zona abu-abu yang sangat rentan. 

10 Jurusan Kuliah Ini Paling Banyak Hasilkan Pengangguran

 

Apa saja penyebab utama yang membuat kelas menengah RI kian rapuh dan berisiko jatuh miskin? Simak penjelasannya berikut ini.

 

1. Jumlah Kelas Menengah Menurun Signifikan

 

Berdasarkan data BPS dan World Bank, jumlah penduduk kelas menengah RI menurun dari sekitar 57,33 juta jiwa (21,5%) pada 2019 menjadi hanya 47,85 juta jiwa (17,13%) pada 2024. Penurunan hampir 10 juta jiwa ini menandakan bahwa sebagian besar kelas menengah telah tergeser ke segmen rentan atau bahkan kembali ke bawah garis kemiskinan. Situasi ini memperlihatkan rapuhnya posisi ekonomi mereka dalam menghadapi krisis dan tekanan biaya hidup.

 

2. Margin Pengeluaran yang Terlalu Tipis

 

Kelas menengah RI didefinisikan sebagai mereka yang memiliki pengeluaran antara Rp2 juta hingga Rp9 juta per kapita per bulan. Namun, data menunjukkan bahwa median pengeluaran kelompok ini hanya Rp2,8 juta, atau hanya sekitar Rp800 ribu di atas ambang batas kelas menengah. Artinya, sebagian besar kelas menengah berada di batas bawah, sangat rentan terhadap perubahan ekonomi kecil seperti kenaikan harga pangan atau tarif listrik.

 

3. Mayoritas Bekerja di Sektor Informal

 

Sekitar 59% tenaga kerja Indonesia saat ini masih bekerja di sektor informal, di mana pendapatan tidak tetap dan perlindungan sosial sangat terbatas. Bagi kelas menengah yang bergantung pada pekerjaan informal, ketidakpastian penghasilan menjadi ancaman serius. Tanpa jaminan kesehatan, pensiun, atau asuransi, mereka lebih mudah terjerembap ke dalam kemiskinan ketika menghadapi krisis seperti PHK atau sakit berkepanjangan.

 

4. Biaya Hidup Meningkat, Konsumsi Tertekan

 

Mandiri Spending Index mencatat peningkatan tajam dalam proporsi pengeluaran kelas menengah untuk kebutuhan pokok. Dari sebelumnya hanya 13,9%, kini menjadi 27,4%. Kenaikan ini memaksa rumah tangga kelas menengah untuk memangkas pos pengeluaran lain seperti tabungan, hiburan, bahkan pendidikan anak. Situasi ini membuat mereka tidak memiliki bantalan keuangan yang memadai saat terjadi guncangan.

 

5. Naiknya Populasi Aspiring Middle Class

 

Bersamaan dengan menyusutnya kelas menengah, kelompok aspiring middle class atau calon kelas menengah justru meningkat menjadi 137,5 juta jiwa (49,2%). Kelompok ini berada di antara garis rentan dan kelas menengah, namun belum sepenuhnya stabil secara finansial. Dalam situasi ekonomi yang tidak menentu, mereka justru lebih mudah terdorong ke bawah daripada naik kelas.

 

6. Minimnya Lapangan Kerja Formal Berkualitas

 

Transformasi ekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya mampu menciptakan lapangan kerja formal berkualitas juga menjadi faktor penyebab. Banyak lulusan perguruan tinggi akhirnya bekerja di sektor yang tidak sesuai dengan kompetensi mereka atau bahkan menganggur. Situasi ini berdampak pada daya beli, produktivitas, dan tentunya melemahkan struktur ekonomi kelas menengah RI secara keseluruhan.

 

Sebagaimana diketahui, kelas menengah RI bukan hanya penopang konsumsi domestik, tetapi juga barometer stabilitas ekonomi nasional. Ketika kelompok ini rapuh, maka struktur ekonomi secara keseluruhan juga menjadi lebih mudah terguncang. 

 

Jika tren ini dibiarkan, bukan tidak mungkin jumlah masyarakat miskin di Indonesia akan meningkat karena kelas menengah kehilangan kemampuan bertahan dalam kondisi ekonomi yang berubah cepat.