Bukan Gara-gara Malas, Ini 6 Alasan Gen Z Banyak yang Sulit Dapat Kerja

Ilustrasi Gen Z kerja
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Dalam beberapa tahun terakhir, Gen Z kerap menjadi sorotan karena tingkat penganggurannya yang tinggi. Meski dianggap sebagai generasi paling digital dan adaptif, banyak dari mereka justru kesulitan mendapatkan pekerjaan yang stabil dan sesuai harapan. 

10 Jurusan Kuliah yang Lulusannya Rawan Digantikan AI, Waspadai Risiko Menganggur setelah Wisuda

 

Fenomena ini bukan karena mereka tidak mau bekerja, melainkan karena tantangan struktural yang makin kompleks.

5 Kesalahan Fatal Saat Investasi Kripto yang Harus Dihindari Pemula

 

Laporan dari Axios dan New York Post (NYPost) menunjukkan bahwa pasar kerja global telah mengalami perubahan drastis. Beberapa pekerjaan menghilang, sementara tuntutan untuk skill teknis dan soft skill meningkat. Lantas, apa saja penyebab utama Gen Z sulit mendapatkan pekerjaan? Berikut penjelasannya.

Investasi Kripto vs Emas, Mana yang Lebih Cocok untuk Milenial? Simak Perbandingannya

 

1. Pekerjaan Entry-Level Mulai Menghilang

 

Menurut laporan NYPost, pekerjaan level pemula yang biasa menjadi titik awal karier kini semakin jarang tersedia. Banyak posisi tersebut telah tereliminasi akibat otomatisasi dan efisiensi berbasis teknologi. Ketika lowongan makin sedikit, persaingan pun semakin ketat, dan Gen Z—yang sebagian besar masih fresh graduate—jadi pihak yang paling terdampak.

 

2. Skill Tak Sesuai Kebutuhan Industri

 

Meski sebagian besar Gen Z berpendidikan tinggi, banyak yang belum memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Axios mencatat adanya kesenjangan nyata antara pendidikan formal dan keterampilan yang dibutuhkan seperti coding, analisis data, atau komunikasi lintas platform. Hal ini menyebabkan perusahaan ragu merekrut mereka, terutama untuk posisi yang menuntut kesiapan langsung di lapangan.

 

3. Minim Pengalaman Praktis

 

Banyak perusahaan masih mensyaratkan pengalaman kerja meski untuk posisi junior. Padahal, sebagai generasi yang baru lulus, pengalaman kerja Gen Z tentu belum banyak. Situasi ini menciptakan dilema klasik: tidak bisa diterima kerja karena kurang pengalaman, tapi juga tidak bisa menambah pengalaman karena tidak ada kesempatan kerja.

 

4. Ekspektasi Karier yang Terlalu Tinggi

 

Gen Z dikenal idealis dalam memilih pekerjaan. Mereka mengutamakan fleksibilitas, keseimbangan hidup, dan nilai-nilai sosial dalam pekerjaan. Sayangnya, kenyataan pasar kerja tidak selalu sesuai. Menurut Axios, banyak dari mereka menolak pekerjaan yang dianggap tidak bermakna atau tidak memberi ruang berkembang, meskipun secara finansial cukup menjanjikan.

 

5. Ketidakstabilan Ekonomi Pascapandemi

 

Kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi juga turut memengaruhi tingkat pengangguran. Banyak perusahaan menunda perekrutan atau memperketat persyaratan kerja. Axios mencatat bahwa gelombang PHK dan minimnya lowongan kerja baru membuat banyak Gen Z terpaksa menunggu lebih lama untuk mendapatkan pekerjaan pertama mereka.

 

6. Kendala Logistik dan Biaya Hidup Tinggi

 

Faktor lain yang sering tidak terlihat adalah kendala logistik. Dalam laporan NYPost, sejumlah Gen Z menolak pekerjaan bukan karena tidak mau, tetapi karena tidak mampu membayar ongkos transportasi harian, sewa tempat tinggal dekat kantor, atau bahkan membeli pakaian kerja yang layak. Hal-hal ini membuat mereka kesulitan menerima atau mempertahankan pekerjaan yang ada.

 

Label “malas” yang disematkan pada Gen Z jelas tidak adil. Faktanya, mereka menghadapi tantangan pasar kerja yang sangat berbeda dibanding generasi sebelumnya. Dari berkurangnya peluang entry-level, skill mismatch, hingga biaya hidup yang makin tinggi, semua ini menjadi hambatan riil yang patut diperhatikan.

 

Solusinya bukan hanya terletak pada Gen Z sendiri, tetapi juga pada perusahaan, institusi pendidikan, dan kebijakan pemerintah. Perlu adanya pelatihan ulang (reskilling), program magang, dan dukungan finansial yang konkret agar generasi muda ini bisa berdaya dan bersaing secara sehat di dunia kerja.