Lulusan Baru Banyak yang Menganggur, Ini Kunci agar Gen Z Tetap Dilirik Perusahaan

Ilustrasi Wisuda
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Mencari pekerjaan setelah lulus kuliah tidak lagi semudah dulu, terutama bagi generasi Z. Meski dikenal sebagai generasi digital native, Gen Z kini menjadi salah satu kelompok usia yang paling rentan menganggur

Bisakah Bangun Side Hustle Tanpa Modal? Berikut 7 Ide Pekerjaan Sampingan yang Cuan Maksimal!

 

Di Indonesia, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pengangguran usia muda (15–24 tahun) mendominasi total angka pengangguran yang mencapai lebih dari 7 juta jiwa. 

7 Tips Cuan dari Side Hustle: Cara Cerdas Tambah Penghasilan Tanpa Tinggalkan Pekerjaan Utama

 

Hal ini juga tercermin secara global, di mana banyak Gen Z di Amerika Serikat dan Inggris melaporkan bahwa gelar sarjana terasa "kurang berguna" di tengah gempuran teknologi dan perubahan kebutuhan industri kerja.

BNPL Bahaya atau Peluang? Panduan Bijak Gen Z Menavigasi Tren Finansial 2025

 

Sebuah laporan dari Business Insider menyebut bahwa banyak Gen Z yang bahkan sudah mulai kehilangan harapan, karena lowongan kerja entry-level kini menuntut pengalaman menengah. Sementara itu, Forbes menyatakan bahwa skill kini lebih dihargai dibanding gelar. 

 

Di sinilah Gen Z perlu bergerak cepat, beradaptasi, dan menyusun strategi agar tetap kompetitif. Berikut adalah cara Gen Z agar tak terus menganggur dan mampu bersaing di pasar kerja modern:

 

1. Utamakan Skill daripada Gelar Akademis

 

Banyak perusahaan global kini menerapkan sistem skill-based hiring, yaitu perekrutan berbasis keterampilan, bukan ijazah. Artinya, Anda perlu menunjukkan kemampuan praktis, seperti analisis data, desain UI/UX, kemampuan teknis dasar seperti coding, atau mengelola kampanye media sosial. Pelatihan daring, sertifikasi, dan pengalaman proyek pribadi bisa menjadi modal utama Anda untuk menonjol dibanding pelamar lain.

 

Menurut studi di Inggris, lulusan yang memiliki keterampilan dalam bidang teknologi, seperti AI dan green economy, justru mendapat penawaran kerja lebih cepat dan gaji lebih tinggi. Ini menjadi sinyal bahwa pasar kerja telah berubah arah.

 

2. Bangun Portofolio dan Personal Branding

 

Tidak cukup hanya melamar lewat CV dan surat lamaran. Anda perlu membangun jejak digital yang menggambarkan siapa diri Anda dan apa yang bisa Anda tawarkan. Portofolio daring di platform seperti LinkedIn, Behance, atau GitHub bisa menjadi bukti nyata keahlian Anda.

 

Personal branding juga penting. Aktiflah di komunitas, bagikan insight atau pengalaman di media sosial profesional, dan tunjukkan bahwa Anda adalah individu yang punya value. Banyak perekrut kini menelusuri profil pelamar secara daring sebelum memanggil untuk wawancara.

 

3. Asah Soft Skill dan Emotional Intelligence

 

Dalam dunia kerja yang makin terdigitalisasi, soft skill justru jadi pembeda utama. Kemampuan komunikasi, empati, kerja sama tim, dan kecerdasan emosional tidak bisa digantikan oleh AI.

 

Menurut Forbes, perusahaan-perusahaan besar kini mencari karyawan yang bisa menjadi jembatan antara teknologi dan manusia. Maka dari itu, belajar berkomunikasi secara efektif, mendengarkan, dan membangun relasi kerja yang sehat menjadi bekal penting.

 

4. Ambil Pengalaman Non-Tradisional

 

Jangan terpaku hanya pada pekerjaan tetap. Freelance, proyek sampingan, kerja paruh waktu, hingga volunteer bisa memperkaya pengalaman Anda dan menunjukkan bahwa Anda aktif, mandiri, dan punya inisiatif.

 

Sebuah artikel dari Phys.org menekankan bahwa pengalaman non-linier seperti ini kerap dinilai positif oleh perekrut karena mencerminkan ketahanan dan fleksibilitas Anda dalam menghadapi tantangan dunia kerja yang dinamis.

 

5. Mulai Melamar dari Jauh Hari

 

Salah satu kesalahan umum Gen Z adalah menunggu sampai benar-benar lulus untuk mulai melamar kerja. Padahal, proses rekrutmen bisa memakan waktu berbulan-bulan. 

 

Mulailah membangun jaringan dan mencari peluang sejak semester akhir kuliah. Anda juga bisa mendaftar magang, ikut pelatihan karier, atau membuat daftar target perusahaan yang sesuai dengan minat dan keterampilan Anda.

 

Jika perlu, luangkan waktu khusus setiap minggu untuk memperbarui CV, mengirimkan lamaran, dan berlatih wawancara kerja. Konsistensi dalam proses ini akan membuahkan hasil yang lebih cepat.

 

6. Belajar Adaptif dan Siap Berubah Arah

 

Tidak semua orang langsung bekerja di bidang yang sesuai jurusan. Banyak Gen Z di luar negeri yang harus menerima pekerjaan di bidang retail, pelayanan, bahkan logistik, sektor yang sebelumnya bukan tujuan utama mereka. Namun, jangan anggap ini sebagai kegagalan.

 

Gunakan pengalaman tersebut sebagai batu loncatan. Anda bisa mengembangkan soft skill, memahami dinamika organisasi, dan menyesuaikan arah karier sembari terus belajar. Ketangguhan mental dan fleksibilitas berpikir justru menjadi nilai tambah di mata perusahaan.

 

7. Kolaborasi dengan AI, Bukan Takut Tersaingi

 

Alih-alih takut tergantikan, jadikan AI sebagai alat bantu kerja Anda. Misalnya, gunakan ChatGPT untuk menyusun ide konten, Notion AI untuk merapikan catatan, atau Canva AI untuk desain visual. Gen Z yang mampu bekerja berdampingan dengan teknologi akan punya daya tawar lebih tinggi di dunia kerja.

 

Menganggur usai lulus bukan akhir segalanya, tapi momen untuk evaluasi dan mengasah kemampuan. Gen Z yang mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri, membangun skill, serta aktif membentuk citra profesional secara daring akan punya peluang lebih besar untuk diterima kerja.

 

Ingat, dunia kerja bukan hanya soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling siap. Maka, siapkan diri Anda mulai hari ini. Jangan menunggu gelombang kesempatan lewat begitu saja.