Memahami Lipstick Effect, Fenomena Konsumen Tetap Belanja Saat Krisis Ekonomi

Ilustrasi Lipstik
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Perilaku konsumen sering kali menunjukkan pola yang menarik, salah satunya adalah lipstick effect. Fenomena ini menggambarkan kecenderungan konsumen untuk membeli barang mewah berharga rendah, seperti lipstik, alih-alih barang mahal seperti mobil atau liburan, saat menghadapi resesi atau tekanan finansial. 

Belajar Hemat dari Hal Sederhana, Ini 30 Cara Frugal Living yang Bisa Diterapkan Sekarang

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Leonard Lauder, mantan chairman Estée Lauder, selama resesi awal 2000-an, ketika penjualan lipstik melonjak meskipun kondisi ekonomi sedang memburuk. Fenomena ini mencerminkan cara konsumen mencari kepuasan emosional melalui pembelian kecil namun bermakna, yang memberikan dampak signifikan pada keuangan pribadi dan strategi pemasaran. 

Berikut ulasan lengkap mengenai fenomena lipstick effect, penyebabnya, dampaknya pada keuangan individu, serta implikasinya bagi pelaku bisnis.

Apa Itu Lipstick Effect?

Rekomendasi Lipstik dan Lipcream Lokal Rp30 Ribuan, Paling Worth It dan Bikin Bibir Makin On Point

Lipstick effect adalah teori ekonomi perilaku yang menjelaskan peningkatan pembelian barang mewah berharga terjangkau selama masa ketidakpastian ekonomi. Barang-barang ini, sering disebut sebagai affordable luxuries, seperti kosmetik, parfum, atau aksesori, memberikan kepuasan instan tanpa menguras tabungan.

Berbeda dengan pembelian besar seperti properti atau kendaraan, yang cenderung menurun selama resesi, barang-barang kecil ini tetap diminati karena harganya yang relatif murah dan efek psikologisnya yang meningkatkan rasa percaya diri. 

8 Cara Cerdas Tiru Gaya Hidup Kelas Atas Tampil Elegan Anti Boncos

Studi dari Journal of Personality and Social Psychology menunjukkan bahwa konsumen, terutama perempuan, cenderung membeli produk kecantikan untuk mengatasi stres ekonomi, karena barang ini menawarkan perasaan kontrol dan peningkatan harga diri.

Penyebab Lipstick Effect

Fenomena ini didorong oleh kombinasi faktor psikologis dan ekonomi. Pertama, selama krisis ekonomi, konsumen mengurangi pengeluaran untuk barang mahal karena ketidakpastian pendapatan. Namun, keinginan untuk mempertahankan gaya hidup atau merasa dihargai tetap ada, mendorong pembelian barang mewah kecil yang terjangkau. 

Kedua, faktor psikologis seperti retail therapy berperan besar. Membeli lipstik atau produk serupa memberikan kepuasan emosional sementara, membantu konsumen mengatasi kecemasan ekonomi. 

Ketiga, pemasaran yang cerdas dari industri kosmetik, seperti promosi atau edisi terbatas, memperkuat daya tarik barang-barang ini. Data dari Nielsen menunjukkan bahwa selama resesi 2008-2009, penjualan produk kosmetik di Amerika Serikat meningkat sebesar 5-10% meskipun PDB nasional menurun.

Dampak pada Keuangan Pribadi

Meskipun pembelian barang seperti lipstik tampak kecil, lipstick effect dapat berdampak signifikan pada keuangan pribadi jika tidak dikelola dengan baik. Pengeluaran kecil yang berulang, seperti membeli kosmetik atau makan di luar secara rutin, dapat menyebabkann dompet tipis terutama bagi mereka dengan pendapatan terbatas. 

Misalnya, membeli lipstik seharga Rp200.000 setiap bulan selama setahun berarti pengeluaran Rp2,4 juta, yang bisa dialokasikan untuk dana darurat atau investasi. Di sisi lain, lipstick effect dapat menjadi pengingat untuk tetap disiplin dalam pengelolaan keuangan.

Dengan menyusun anggaran yang memisahkan kebutuhan dan keinginan, konsumen dapat menikmati affordable luxuries tanpa mengorbankan tujuan finansial jangka panjang, seperti menabung untuk pendidikan atau pensiun.

Implikasi bagi Pelaku Bisnis

Bagi pelaku bisnis, lipstick effect menawarkan peluang strategis selama krisis ekonomi. Perusahaan di sektor kosmetik, makanan ringan, atau hiburan sering kali melihat peningkatan penjualan karena konsumen beralih ke produk yang memberikan kepuasan instan dengan biaya rendah. 

Strategi pemasaran yang menekankan nilai emosional, seperti kampanye yang mempromosikan “self-care” atau “indulgence terjangkau”, terbukti efektif. Pelaku bisnis juga dapat memanfaatkan tren ini dengan menawarkan produk dalam kemasan kecil atau edisi terbatas untuk menarik konsumen yang mencari kepuasan tanpa pengeluaran besar.

Strategi Mengelola Lipstick Effect

Untuk menghindari dampak negatif lipstick effect pada keuangan pribadi, konsumen disarankan untuk menerapkan pendekatan yang bijaksana. 

  • Buat anggaran bulanan yang mengalokasikan dana khusus untuk affordable luxuries, seperti 5-10 persen dari pendapatan, untuk memenuhi kebutuhan emosional tanpa mengganggu tabungan. 
  • Terapkan aturan “tunggu 24 jam” sebelum membeli barang impulsif untuk memastikan keputusan pembelian benar-benar diperlukan. 
  • Pertimbangkan alternatif hemat, seperti membeli merek lokal berkualitas tinggi atau memanfaatkan diskon. Bagi mereka yang ingin berinvestasi, alihkan sebagian dana dari pembelian kecil ini ke instrumen seperti reksa dana pasar uang, yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi daripada tabungan biasa.

Meskipun lipstick effect memberikan peluang bagi konsumen untuk tetap menikmati kepuasan kecil di tengah krisis, tantangannya adalah menjaga keseimbangan antara keinginan dan kebutuhan. Tanpa disiplin, pengeluaran kecil dapat menumpuk dan menghambat tujuan finansial jangka panjang. 

Perencanaan yang tepat, konsumen dapat memanfaatkan fenomena ini untuk memenuhi kebutuhan emosional sambil tetap membangun keamanan finansial. Pelaku bisnis, di sisi lain, harus terus berinovasi dalam menawarkan produk yang relevan dan terjangkau untuk memenuhi permintaan pasar selama masa sulit.