Merasa Mentok di Kantor? Bisa Jadi Kariermu Butuh Recharging, Bukan Resigning

Ilustrasi malas bekerja
Sumber :
  • Freepik

LifestyleAda momen di mana bekerja terasa berat. Bangun pagi malas, fokus buyar, bahkan tugas kecil pun seperti beban besar. Banyak orang langsung berpikir, “Mungkin ini tandanya aku harus resign.”

Padahal, menurunnya gairah kerja tidak selalu berarti kariermu sudah buntu. Bisa jadi tubuh dan pikiranmu hanya memberi sinyal untuk berhenti sejenak, mengisi ulang energi, lalu kembali dengan semangat baru.

Burnout Bukan Alasan Langsung untuk Resign

Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional akibat tekanan kerja yang berkepanjangan. Di era sekarang, istilah ini semakin populer, terutama setelah pandemi membuat batas antara kerja dan kehidupan pribadi makin kabur.

Professor of Organizational Behavior di Cornell University, Vanessa Bohns menekankan pentingnya proactive recovery atau pemulihan yang disengaja.

“Hanya sekadar berhenti dari pekerjaan tidak serta-merta menyelesaikan burnout. Yang sering dibutuhkan orang adalah cara untuk pulih secara proaktif, entah itu lewat bersosialisasi, menghabiskan waktu di alam, atau mengejar tujuan pribadi,” kata dia dalam wawancaranya dengan CNBC.

Artinya, mengundurkan diri bukan selalu solusi terbaik. Kadang, tubuh dan pikiran hanya butuh ruang untuk pemulihan yang lebih sehat.

Hal senada disampaikan Senior Director of Applied Neuroscience di Exos, Dr. Chris Bertram. Menurutnya, jeda singkat di kantor bisa jadi kunci mencegah burnout.

“Jeda singkat yang dilakukan dengan sengaja, termasuk olahraga ringan atau mindfulness, bisa membantu orang tetap berada dalam aliran kerja dan mencegah burnout,” kata dia.

Tanda-tanda Kamu Hanya Butuh Recharging

Tidak semua rasa jenuh adalah sinyal harus angkat kaki dari kantor. Berikut beberapa tanda bahwa sebenarnya kamu lebih butuh istirahat ketimbang mencari pekerjaan baru:

  • Energi menurun terus-menerus, bahkan setelah tidur malam.
  • Konsentrasi buyar dan tugas kecil terasa berat.
  • Rasa puas terhadap pencapaian kerja menghilang.
  • Kehilangan flow, momen di mana bekerja terasa lancar dan menyenangkan.

Jika gejala-gejala ini muncul, coba evaluasi dulu apakah kamu benar-benar tidak cocok dengan pekerjaanmu, atau hanya sedang kelelahan secara fisik dan mental.

Strategi Recharging dari Para Ahli

  1. Proactive recovery.
    Luangkan waktu untuk aktivitas di luar pekerjaan: jalan santai, kumpul dengan teman, atau menekuni hobi. Menurut Vanessa Bohns, aktivitas sederhana seperti ini bisa jadi charger alami untuk semangat kerja.
  2. Flow breaks.
    Dr. Chris Bertram menyarankan istirahat 5–10 menit tiap 1–2 jam. Gunakan waktu ini untuk stretching, tarik napas dalam, atau menetapkan tujuan kecil berikutnya.
  3. Downshifting karier.
    Jack Kelly, penulis di Forbes, menulis bahwa daripada diam-diam berhenti berusaha atau langsung resign, pertimbangkan untuk menurunkan intensitas karier. Itu bisa berarti mengurangi jam kerja, tanggung jawab, atau ekspektasi. Dengan kata lain, downshifting adalah alternatif yang lebih aman sebelum benar-benar keluar dari pekerjaan.
  4. Belajar cara istirahat.
    Vincent Deary, pakar fatigue yang diwawancarai The Guardian, mengatakan bahwa pekerjaan membutuhkan istirahat, dan istirahat itu sendiri membutuhkan usaha. Ia menekankan bahwa istirahat bukan sekadar tidur atau scrolling media sosial, tapi kemampuan disengage dari tekanan kerja.

Langkah Praktis untuk Recharging

Recharging bukan hanya tentang cuti panjang. Berikut beberapa langkah kecil yang bisa dicoba:

  • Identifikasi penyebab utama rasa jenuh.
  • Sisihkan flow breaks setiap beberapa jam.
  • Bangun batasan sehat: pisahkan jam kerja dan jam pribadi.
  • Jadwalkan kegiatan self-care rutin.
  • Diskusikan opsi downshifting dengan atasan atau HR.
  • Latih istirahat berkualitas dengan meditasi atau journaling.

Recharging vs Resigning: Mana yang Tepat?

Saat merasa mentok, resign memang terlihat sebagai solusi cepat. Namun, resign seringkali tidak mengatasi akar masalah. Rasa jenuh bisa jadi hanya tanda tubuhmu butuh istirahat. Dengan mencoba recharging terlebih dahulu, kamu memberi kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk pulih, menjaga kestabilan finansial, sekaligus mempertahankan pengalaman kerja yang sudah kamu bangun.

Sebaliknya, resign bisa dipertimbangkan bila setelah mencoba recharging mulai dari liburan, downshifting, hingga belajar istirahat efektif kamu tetap merasa pekerjaan tidak lagi selaras dengan nilai, tujuan, atau kebutuhan hidupmu. Resign idealnya adalah keputusan sadar yang lahir dari refleksi, bukan pelarian dari kelelahan sementara.

Singkatnya, recharging adalah langkah pertama yang bijak. Jika energi kembali, kamu bisa melanjutkan karier dengan semangat baru. Jika tidak, barulah resign menjadi pintu untuk membuka babak baru yang lebih sesuai dengan dirimu.