Antara Bertahan dan Mundur: Beratnya Memutuskan Resign Saat Jadi Sandwich Generation
- Pixaby
“Orang dalam posisi sandwich generation sering kali merasa harus selalu mengorbankan kebutuhan pribadinya, dan akhirnya kehilangan koneksi dengan dirinya sendiri,” ungkapnya dalam wawancaranya dengan The Guardian.
Kenapa Memutuskan Resign di Posisi Ini Sangat Berat
Resign di kondisi biasa saja sudah sulit, apalagi jika kamu sedang berada di posisi sebagai tulang punggung keluarga atau sandwich generation. Ini bukan sekadar tentang meletakkan pekerjaan, tetapi tentang melepaskan stabilitas, jaminan bulanan, dan satu-satunya hal yang membuat keuangan keluargamu tetap berputar.
Psikolog organisasi dari University of Southern California, Dr. Teresa Amabile, menyebutkan bahwa ketika seseorang memegang peran sentral dalam menopang keluarga, keputusan untuk mundur dari pekerjaan bukan hanya tentang karier pribadi, tapi ikut melibatkan nilai tanggung jawab, harga diri, dan rasa aman seluruh sistem keluarga.
Beban emosionalnya terasa seperti berdiri di ujung tebing, dengan ransel penuh batu di punggung, sambil menatap ke bawah tanpa tahu apakah akan ada jaring pengaman saat kamu akhirnya melompat. Dalam banyak kasus, terutama di masyarakat Asia, meninggalkan pekerjaan juga diartikan sebagai meninggalkan tanggung jawab. Padahal tidak selalu begitu. Tapi perasaan bersalah—baik yang nyata maupun yang ditanamkan sejak kecil—membuat keputusan itu jadi berkali-kali lipat lebih berat.
Tekanan Emosional: Antara Rasa Bersalah dan Kewajiban
Satu sisi dari menjadi tulang punggung adalah rasa bangga. Tapi sisi lain yang sering tak dibicarakan adalah rasa bersalah. Bersalah karena tidak bisa selalu ada, karena kadang kamu memilih tidur satu jam lebih awal daripada mendengarkan cerita adik. Sebab kamu tidak bisa segera pulang saat Ibu jatuh di kamar mandi.