Mengenal Ritual Melukat di Bali, Bolehkah Non-Hindu Melakukannya?
- Wonderful Indonesia
Lifestyle –Bali, yang dikenal sebagai Pulau Dewata, menawarkan kekayaan budaya dan spiritual yang memikat wisatawan dari seluruh dunia. Salah satu tradisi yang kini semakin populer adalah ritual Melukat, sebuah upacara pembersihan jiwa yang berakar pada kepercayaan Hindu Bali.
Ritual ini tidak hanya bertujuan untuk menyucikan tubuh secara fisik, tetapi juga membersihkan pikiran dan jiwa dari energi negatif, memberikan rasa damai dan keseimbangan batin.
Menariknya, Melukat kini menjadi bagian dari wisata spiritual, menarik perhatian wisatawan non-Hindu yang ingin merasakan pengalaman budaya mendalam. Namun, bolehkah non-Hindu mengikuti ritual ini?
Apa Itu Ritual Melukat?
Melukat berasal dari kata “sulukat” dalam bahasa Bali, yang terdiri dari “su” (baik) dan “lukat” (pembersihan), sehingga diartikan sebagai penyucian yang baik. Ritual ini merupakan bagian dari tradisi Hindu Bali yang bertujuan untuk menghilangkan klesa (kotoran batin) dan mengembalikan keseimbangan spiritual.
Menurut kepercayaan Hindu Bali, air suci atau tirta yang digunakan dalam Melukat memiliki kekuatan untuk menyerap energi negatif dan menyucikan jiwa.
Ritual ini biasanya dilakukan di tempat-tempat suci seperti pura, mata air, sungai, atau pancuran yang dianggap memiliki energi spiritual, seperti Pura Tirta Empul di Tampaksiring, Gianyar.
Prosedur Pelaksanaan Melukat
Ritual Melukat umumnya dipimpin oleh seorang pemangku (pemuka agama Hindu Bali) atau sulinggih (pendeta). Prosesnya dimulai dengan persiapan sesajen atau banten, seperti canang (rangkaian bunga dan janur) serta pejati (sesajen yang lebih kompleks), sebagai wujud penghormatan kepada dewa.
Peserta kemudian dimantrai oleh pemangku, diikuti dengan penyiraman air kelapa muda yang melambangkan Dewa Siwa sebagai pelebur. Tahap utama adalah mandi di sumber air suci, seperti pancuran di pura atau sungai, dengan mengucapkan mantra seperti “Om Sarira Parisudhamam Swaha” yang berarti “Semoga tubuh dan pikiran menjadi suci.”
Peserta membasuh tubuh mulai dari kepala, sering kali dengan gargling dan meminum air suci sebanyak tiga kali, untuk menyucikan tubuh dan jiwa.
Tempat Populer untuk Melukat
Bali memiliki banyak lokasi suci untuk Melukat, masing-masing dengan keunikan tersendiri. Pura Tirta Empul, yang dibangun pada abad ke-10, adalah destinasi paling terkenal dengan 14 pancuran air suci yang mengalir dari mata air alami.
Pura Dalem Pingit Sebatu di Gianyar menawarkan suasana lebih tenang dengan air terjun rendah yang jernih, cocok untuk pengalaman yang lebih intim. Pancoran Solas di Bangli, dengan 11 pancuran, dikenal memiliki energi penyembuhan yang kuat.
Pura Mengening di Tampaksiring dan Pura Luhur Tamba Waras di Tabanan juga menjadi pilihan populer. Setiap lokasi memiliki aturan spesifik, seperti jumlah sesajen yang harus dibawa, sehingga penting untuk berkonsultasi dengan pemangku setempat.
Bolehkah Non-Hindu Mengikuti Melukat?
Melukat, meskipun berakar pada tradisi Hindu Bali, terbuka bagi siapa saja, termasuk non-Hindu, selama dilakukan dengan rasa hormat dan mematuhi etika setempat. Masyarakat Bali dikenal ramah dan senang berbagi budaya mereka dengan wisatawan.
Non-Hindu dapat berpartisipasi dengan niat tulus untuk merasakan penyucian spiritual atau memahami budaya Bali. Seorang peserta non-Hindu, seperti yang dibagikan oleh seorang wisatawan Muslim di Pura Tirta Empul, tetap dapat berdoa sesuai keyakinannya sambil mengikuti ritual, menunjukkan fleksibilitas ritual ini dalam konteks antaragama. Namun, penting untuk mendekati Melukat dengan hati terbuka dan tidak sekadar sebagai aktivitas wisata.
Etika dan Aturan untuk Peserta
Untuk menjaga kesakralan ritual, peserta harus mematuhi beberapa aturan. Wanita yang sedang menstruasi dilarang mengikuti Melukat karena dianggap tidak suci dalam konteks Hindu Bali.
Peserta wajib mengenakan pakaian adat Bali, seperti kain, kebaya, dan selendang untuk wanita, serta kain dan udeng untuk pria, yang biasanya tersedia untuk disewa di lokasi.
Selama ritual, hindari menggunakan sabun, sampo, atau produk mandi lainnya, karena air suci harus bekerja secara alami. Ucapan kotor atau perilaku tidak sopan juga dilarang.
Fotografi diperbolehkan di beberapa tempat, tetapi selalu minta izin terlebih dahulu, terutama selama momen sakral. Membawa sesajen sederhana seperti canang menunjukkan penghormatan terhadap tradisi.
Waktu yang Tepat untuk Melukat
Menurut kalender Hindu Bali, Melukat sebaiknya dilakukan pada hari-hari suci seperti Purnama (bulan purnama), Tilem (bulan baru), atau Kajeng Kliwon. Hari-hari seperti Banyu Pinaruh (sehari setelah Hari Raya Saraswati) atau Ngembak Geni (hari terakhir Nyepi) juga dianggap ideal.
Namun, untuk wisatawan, banyak tempat suci seperti Pura Tirta Empul memungkinkan Melukat kapan saja, selama diikuti dengan persiapan yang tepat. Beberapa jenis Melukat, seperti Melukat Gomana (berkaitan dengan hari kelahiran Bali) atau Melukat Semarabeda (sebelum pernikahan), memiliki waktu khusus sesuai tujuan ritual.
Manfaat Spiritual dan Wisata
Melukat diyakini dapat menghilangkan energi negatif, mengurangi stres, dan membawa ketenangan batin. Banyak peserta melaporkan merasa lebih ringan dan segar setelah ritual, baik secara fisik maupun mental.
Bagi wisatawan, Melukat menawarkan pengalaman budaya yang mendalam, menghubungkan mereka dengan tradisi Bali yang kaya. Popularitasnya sebagai bagian dari wisata spiritual meningkat, terutama setelah banyaknya unggahan di media sosial dan partisipasi tokoh publik seperti penyanyi Usher di Pura Tirta Empul pada 2024.
Namun, penting untuk tidak memandang Melukat hanya sebagai tren, melainkan sebagai ritual sakral yang membutuhkan penghormatan.