Kondisi Terkini Desa Buah Nabar Sibolangit, Lokasi Kecelakaan Tragis Garuda Tahun 1997
- Pixabay
Puing-puing pesawat telah dibersihkan pasca-kecelakaan, dan alam telah mengambil alih dengan pepohonan dan semak belukar yang lebat. Tidak ada monumen resmi atau tanda peringatan besar di situs kecelakaan, tetapi beberapa keluarga korban dan masyarakat lokal kadang-kadang mengunjungi area tersebut untuk mendoakan para korban.
Akses menuju Desa Buah Nabar relatif mudah dari Kota Medan, dengan perjalanan darat memakan waktu sekitar 1-2 jam melalui jalan provinsi menuju Sibolangit. Namun, untuk mencapai lokasi kecelakaan di lereng bukit, wisatawan harus melakukan trekking melalui jalur hutan yang terjal dan tidak terlalu terpelihara.
Kurangnya infrastruktur wisata, seperti papan petunjuk atau jalur pendakian resmi, membuat kunjungan ke situs ini lebih cocok bagi wisatawan petualang yang didampingi pemandu lokal. Masyarakat Desa Buah Nabar, yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pedagang kecil, sering menjadi sumber informasi penting tentang lokasi dan sejarah tragedi tersebut.
Kehidupan Masyarakat dan Potensi Wisata
Masyarakat Desa Buah Nabar hidup dalam suasana pedesaan yang tenang, dengan kegiatan ekonomi yang berpusat pada pertanian, seperti budidaya sayuran dan buah-buahan, serta beberapa usaha kecil berbasis pariwisata. Tragedi Garuda 152 telah menjadi bagian dari sejarah kolektif desa ini, dengan cerita-cerita tentang peristiwa tersebut masih diwariskan dari generasi ke generasi.
Beberapa warga lokal bahkan pernah membantu tim penyelamat pada 1997, memberikan kesaksian tentang dampak emosional dan fisik kecelakaan tersebut bagi komunitas mereka.
Bagi wisatawan, Desa Buah Nabar menawarkan pengalaman wisata sejarah yang unik, terutama bagi penggemar dark tourism. Meskipun situs kecelakaan tidak memiliki infrastruktur wisata yang memadai, kunjungan ke lokasi ini dapat menjadi momen refleksi tentang keselamatan penerbangan dan dampak lingkungan dari kebakaran hutan.