Misteri Siti Zainab Penunggu Stasiun Kaliwedi yang Menyeramkan, Pernah Ketemu?

Ilustrasi wanita misterius
Sumber :
  • Pixabay

Lifestyle –Di pinggiran Kota Cirebon, Jawa Barat, Stasiun Kaliwedi berdiri sebagai monumen sejarah yang kini terlupakan, menyimpan cerita kelam yang menggugah rasa penasaran sekaligus kengerian. Dibangun pada 1912 oleh Belanda sebagai bagian dari jaringan Staatsspoorwegen (SS), stasiun ini resmi ditutup pada 6 Januari 2002 setelah jalur rel ganda Cikampek–Cirebon selesai dibangun. Kini, bangunan tua yang lapuk dengan dinding retak dan suasana sepi menjadi panggung sempurna bagi legenda mistis, terutama kisah Siti Zainab, sosok sinden tragis yang konon masih menghantui perlintasan rel, terutama saat maghrib tiba. 

15 Hal Misterius tentang Korea Utara yang Membingungkan Dunia

Dengan aura horor dan sejarah kolonialnya, Stasiun Kaliwedi menjelma menjadi destinasi unik bagi pencinta petualangan, sejarah, dan kisah-kisah gaib. Artikel ini mengupas jejak sejarah stasiun, misteri Siti Zainab, dan daya tariknya sebagai situs wisata mistis.

Sejarah Stasiun Kaliwedi: Peninggalan Kolonial yang Terbengkalai

Terletak di Desa Kaliwedi Lor, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon, Stasiun Kaliwedi didirikan pada 3 Juni 1912 oleh perusahaan Belanda Staatsspoorwegen, bagian dari jaringan Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Pada masa kejayaannya, stasiun ini memiliki dua jalur kereta: jalur kedua sebagai sepur lurus dan sepur badug yang menghubungkan jalur utama. Stasiun ini memainkan peran penting dalam mobilitas barang dan penumpang antara Cirebon, Semarang, dan pelabuhan utama, mendukung aktivitas perdagangan kolonial.

Berpakaian Merah Sebabkan Kesialan, Ketahui Pantangan Datang ke Baduy Dalam

Namun, setelah pembangunan jalur rel ganda Cikampek–Cirebon pada 2002, Stasiun Kaliwedi kehilangan fungsinya dan resmi ditutup. Bangunan yang dulunya ramai kini terbengkalai, dengan pintu-pintu berkarat, atap yang bocor, dan vegetasi liar yang merambat di dinding. Suasana sepi ini, dipadukan dengan letaknya di dekat sungai dan perlintasan rel yang terpencil, menciptakan aura angker yang memperkuat cerita-cerita mistis di kalangan warga. Meski tidak lagi beroperasi, stasiun ini tetap menjadi saksi bisu perkembangan perkeretaapian Indonesia dan warisan arsitektur kolonial yang sederhana namun fungsional.

Legenda Siti Zainab: Sinden Gaib yang Penuh Dendam

Di antara cerita-cerita mistis Stasiun Kaliwedi, legenda Siti Zainab adalah yang paling terkenal. Konon, Siti Zainab adalah seorang sinden—penyanyi tradisional Jawa—yang mengalami nasib tragis pada masa lalu. Menurut cerita lisan yang beredar, ia menjadi korban pemerkosaan oleh orang tak dikenal, sebuah peristiwa yang mengakhiri hidupnya dengan penuh duka. 

Tragedi Mall Klender dan Suara Korban yang Masih 'Teriak' Minta Tolong

Arwahnya, yang dipenuhi dendam, diyakini masih gentayangan di sekitar perlintasan rel dekat stasiun, terutama saat senja menjelang maghrib. Warga dan pengunjung sering melaporkan penampakan sosok perempuan berkebaya putih dengan bawahan batik liris, berjalan perlahan atau berdiri di tepi rel, seolah menatap kosong ke kejauhan.

Postingan di X pada 2024 memperkuat reputasi ini, dengan beberapa pengguna mengaku mendengar suara nyanyian lirih atau isakan di sekitar stasiun saat malam hari. Beberapa bahkan melaporkan perasaan “dilihat” atau hawa dingin yang tiba-tiba saat melintas. Meski cerita ini menambah daya tarik mistis, identitas sebenarnya Siti Zainab tetap misterius. Tidak ada catatan sejarah resmi yang menyebutkan sinden dengan nama tersebut, memunculkan spekulasi bahwa ia mungkin korban dari era kolonial atau awal kemerdekaan, atau bahkan simbol ketidakadilan terhadap perempuan pada masa lalu.

Dendam terhadap Warna Merah: Larangan yang Menyeramkan

Salah satu elemen paling menarik dari legenda Siti Zainab adalah kebenciannya terhadap warna merah. Warga lokal memperingatkan bahwa mengenakan pakaian merah di dekat Stasiun Kaliwedi, terutama pada malam hari, dapat memicu gangguan gaib, seperti suara-suara aneh, perasaan tertekan, atau bahkan penampakan langsung. 

Alasan di balik larangan ini tidak jelas, tetapi beberapa warga menduga warna merah terkait dengan pelaku kejahatan yang menimpanya, atau karena warna ini dianggap mencolok dan “mengundang” perhatian makhluk gaib dalam kepercayaan Jawa.

Larangan ini telah menjadi tradisi lisan yang kuat di Kaliwedi Lor. Pengunjung disarankan memakai pakaian berwarna netral, seperti putih atau biru tua, untuk menghindari gangguan. Cerita tentang wisatawan yang nekat memakai pakaian merah dan mengalami kejadian aneh, seperti tersesat atau mendengar langkah kaki tak kasat mata, sering dibagikan di komunitas lokal dan platform seperti X, menambah aura horor stasiun ini.

Kentrung Budeg: Fenomena Gaib di Perlintasan Rel

Selain Siti Zainab, Stasiun Kaliwedi juga dikenal dengan fenomena “Kentrung Budeg,” istilah lokal untuk gangguan gaib yang menyebabkan orang tidak mendengar suara peringatan kereta atau alarm perlintasan. Fenomena ini dikaitkan dengan kecelakaan tragis yang sering terjadi di perlintasan rel dekat stasiun, termasuk insiden mengerikan yang melibatkan iring-iringan jenazah yang ditabrak kereta. Warga percaya bahwa Siti Zainab atau makhluk gaib lainnya sengaja “membutakan” indera pendengaran untuk menjebak korban, meskipun penjelasan ilmiah mungkin menunjuk pada faktor seperti kelelahan, kabut, atau kebisingan lingkungan.

Kecelakaan ini, yang beberapa di antaranya didokumentasikan dalam laporan berita lokal, memperkuat reputasi perlintasan sebagai “tempat angker.” Suasana malam di sekitar stasiun, dengan riak air sungai Kaliwedi dan angin sepoi-sepoi, menciptakan atmosfer yang menegangkan, membuat banyak orang menghindari melintas setelah matahari terbenam.

Fakta atau Mitos: Menguak Misteri Siti Zainab

Meski cerita Siti Zainab begitu populer, tidak ada bukti sejarah yang memverifikasi keberadaannya. Beberapa peneliti lokal, seperti sejarawan Cirebon Dr. Haryanto Wijaya, berpendapat bahwa legenda ini mungkin berasal dari kisah nyata yang dilebih-lebihkan, atau sebagai simbol trauma kolektif masyarakat terhadap kekerasan pada masa kolonial. 

Tradisi sinden, yang erat kaitannya dengan budaya Jawa, memang umum di Cirebon, yang dikenal sebagai pusat kesenian tarling dan wayang. Namun, tanpa arsip atau catatan resmi, Siti Zainab tetap menjadi enigma yang memperkaya folklor lokal.

Penjelasan ilmiah untuk penampakan atau suara aneh sering dikaitkan dengan pareidolia, fenomena di mana manusia melihat atau mendengar pola familiar, seperti wajah atau suara, dari stimulus acak. Suara angin, gemericik sungai, atau gema di bangunan tua bisa disalahartikan sebagai nyanyian atau isakan. Faktor psikologis, seperti ketegangan saat berada di tempat terbengkalai, juga dapat memperkuat persepsi gaib. Meski begitu, cerita-cerita ini tetap menjadi daya tarik utama bagi wisatawan dan komunitas uji nyali.

Daya Tarik Wisata: Sejarah, Horor, dan Petualangan

Stasiun Kaliwedi menawarkan pengalaman unik bagi pencinta sejarah dan wisata mistis. Bangunan kolonial yang terbengkalai, dengan arsitektur sederhana namun penuh karakter, adalah jendela ke era perkeretaapian awal abad ke-20. Detail seperti pilar besi tua dan sisa-sisa peron mengingatkan pada masa ketika stasiun ini menjadi pusat aktivitas.

Bagi pencinta horor, legenda Siti Zainab dan fenomena Kentrung Budeg menjadikan stasiun ini destinasi uji nyali yang populer. Komunitas seperti Cirebon Paranoid sering mengadakan tur malam, mengajak pengunjung menjelajahi perlintasan rel sambil mendengar cerita dari pemandu lokal. Namun, pengunjung diimbau untuk menghormati tradisi, seperti menghindari pakaian merah dan tidak mengganggu ketenangan warga sekitar.

Kawasan sekitar stasiun juga menawarkan daya tarik lain, seperti Sungai Kaliwedi yang tenang dan desa-desa tradisional yang kaya budaya. Wisatawan dapat menggabungkan kunjungan dengan eksplorasi situs bersejarah di Cirebon, seperti Keraton Kasepuhan atau Makam Sunan Gunung Jati, untuk pengalaman yang lebih lengkap.

Panduan Praktis untuk Wisatawan

Untuk menjelajahi Stasiun Kaliwedi dengan aman dan bermakna, ikuti panduan berikut:

Waktu Terbaik: Kunjungi pada pagi atau sore hari (06.00-09.00 atau 15.00-17.00 WIB) untuk suasana yang lebih nyaman dan pencahayaan ideal untuk fotografi. Hindari malam hari kecuali dalam tur berpemandu untuk keamanan.

Akses Transportasi: Dari pusat Kota Cirebon, stasiun dapat dicapai dalam 20-30 menit dengan mobil atau ojek online (biaya sekitar Rp20.000-30.000). Parkir tersedia di dekat stasiun (Rp5.000 untuk motor, Rp10.000 untuk mobil).

Etika Berkunjung: Hormati larangan lokal, seperti tidak memakai pakaian merah dan tidak memotret tanpa izin warga. Jangan masuk ke bangunan tanpa izin, karena struktur tua rentan runtuh.