Kecanggihan AI Bantu Wanita Hamil Lebih Cepat, Begini Caranya

Ilustrasi ibu hamil
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) kini membawa harapan baru bagi pasangan yang menghadapi tantangan infertilitas. 

Hadirkan Layanan Kelas Dunia, Kemenpar Dorong Inovasi SDM Perhotelan Berbasis AI

Pusat Fertilitas Universitas Columbia di New York telah mencatat keberhasilan pertama dalam kehamilan menggunakan sistem AI inovatif bernama STAR (Sperm Tracking and Recovery). 

Terobosan ini memberikan solusi bagi pasangan yang berjuang dengan infertilitas pria, khususnya azoospermia, kondisi di mana tidak ada sperma yang terdeteksi dalam air mani. Dengan memanfaatkan AI, proses pencarian sperma yang layak menjadi lebih cepat dan akurat, mengurangi jumlah siklus in vitro fertilization (IVF) yang diperlukan. 

Memahami Azoospermia dan Tantangannya

10 Jurusan Kuliah yang Lulusannya Rawan Digantikan AI, Waspadai Risiko Menganggur setelah Wisuda

Azoospermia adalah kondisi medis yang menyebabkan tidak adanya sperma dalam air mani, yang memengaruhi sekitar 10% kasus infertilitas pria. Kondisi ini membuat konsepsi alami sulit tercapai, dan metode tradisional sering kali gagal menemukan sperma yang layak dalam sampel air mani. 

Proses pencarian sperma secara manual di bawah mikroskop bisa memakan waktu berjam-jam dan sering kali tidak membuahkan hasil. Hal ini menyebabkan pasangan harus menjalani beberapa siklus IVF yang mahal dan melelahkan secara emosional. 

Ribuan Jurnalis Kena PHK di Era AI, Apa Benar Profesi Ini Terancam Punah?

Sistem STAR menawarkan solusi dengan mengotomatisasi proses deteksi sperma, memberikan harapan baru bagi pasangan yang telah lama menanti kehamilan.

Cara Kerja Sistem STAR Berbasis AI

Sistem STAR menggabungkan teknologi pencitraan berkecepatan tinggi dengan algoritma AI untuk memindai sampel air mani secara menyeluruh. Sistem ini mampu menangkap hingga 8 juta gambar per jam, memungkinkan analisis cepat dan akurat untuk mendeteksi sperma langka yang sering terlewat oleh metode konvensional. 

Setelah sperma teridentifikasi, chip mikrofluidik memisahkan sperma tersebut ke dalam saluran khusus tanpa menggunakan bahan kimia atau prosedur yang dapat merusak, seperti sentrifugasi. Proses ini tidak hanya lebih efisien, tetapi juga menjaga kualitas sperma untuk digunakan dalam fertilisasi IVF. 

Dalam uji coba klinis, sistem ini berhasil menemukan sperma dalam waktu dua jam, jauh lebih cepat dibandingkan metode manual yang bisa memakan waktu dua hari tanpa hasil.

Kisah Sukses Pasangan Setelah 19 Tahun

Keberhasilan sistem STAR ditunjukkan melalui kisah inspiratif pasangan yang telah berjuang selama 19 tahun untuk memiliki anak. Setelah menjalani 15 siklus IVF yang gagal di berbagai pusat fertilitas di seluruh dunia, pasangan ini akhirnya mencapai kehamilan melalui uji coba klinis STAR di Universitas Columbia. 

Hanya dalam beberapa jam, sistem AI menemukan tiga sperma layak yang kemudian digunakan untuk memfertilisasi sel telur sang istri. Kini, pasangan tersebut sedang menanti kelahiran anak pertama mereka pada Desember 2025. 

“Saya masih sulit percaya bahwa saya benar-benar hamil,” ujar sang istri, melansir Times of India.

Manfaat AI dalam Perawatan Fertilitas

Penggunaan AI seperti STAR tidak hanya mempercepat proses deteksi sperma, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan presisi dalam perawatan fertilitas. Dengan mengurangi jumlah siklus IVF yang diperlukan, teknologi ini dapat menghemat biaya dan mengurangi beban emosional pasangan. 

Menurut Dr. Zev Williams, direktur Pusat Fertilitas Universitas Columbia, biaya penggunaan STAR untuk menemukan, mengisolasi, dan membekukan sperma sekitar $3.000, jauh lebih rendah dibandingkan biaya siklus IVF standar yang bisa mencapai $12.400-$15.000 di Amerika Serikat. 

Selain itu, teknologi ini dapat dikembangkan untuk aplikasi lain, seperti seleksi embrio dan skrining genetik, membuka potensi baru dalam pengobatan infertilitas.

Masa Depan Fertilitas Berbasis AI

Sistem STAR, meskipun masih dalam tahap eksperimental dan hanya tersedia di Pusat Fertilitas Universitas Columbia, menawarkan gambaran masa depan perawatan fertilitas. 

Dengan otomatisasi proses yang sebelumnya bergantung pada keahlian manusia, AI memungkinkan dokter untuk fokus pada aspek lain dari perawatan pasien, seperti konseling dan perencanaan kehamilan. 

Dr. Williams menegaskan bahwa teknologi ini dapat diadaptasi untuk tantangan infertilitas lainnya, memberikan solusi yang lebih personal dan efektif. Meski beberapa ahli, seperti Dr. Gianpiero Palermo dari Weill Cornell Medicine, memperingatkan agar tidak terburu-buru menerapkan AI tanpa evaluasi lebih lanjut, keberhasilan awal STAR menunjukkan potensi besar untuk mengubah lanskap pengobatan infertilitas di seluruh dunia.