Anak Nggak Paham-Paham Saat Belajar? Ini Cara Biar Orang Tua Nggak Gampang Emosi

Ilustrasi ibu mengajari anak belajar
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Bayangkan situasi ini, anak duduk menghadap buku pelajaran, alisnya berkerut karena bingung. Orang tua mulai menjelaskan perlahan. Satu menit... dua menit... lima menit. Tapi anak masih menggeleng. “Nggak ngerti.”

Gosipin Orang Terus, Kenapa Kita Sering Ngerasa Gosip Itu Produktif?

Nada suara mulai naik. “Tadi Ibu sudah jelaskan, lho!” Anak mulai menunduk, mata berkaca-kaca. Orang tua merasa frustrasi. Anak merasa gagal. Belajar berubah jadi ajang bentak-bentakan.

Kalau kamu pernah mengalami hal ini, kamu tidak sendiri. Banyak orang tua mengaku emosi mereka cepat naik saat anak susah paham pelajaran. Padahal, niat awalnya tulus ingin membantu anak belajar lebih baik.

Tragedi Pembantaian di Toko Merah Kota Tua dan Aura Mistis yang Masih Terasa

Menurut psikolog klinis dan penulis buku Peaceful Parent, Happy Kids, Dr. Laura Markham, yang paling penting dalam proses belajar bukan hanya isi pelajarannya, tapi kualitas hubungan emosional antara anak dan orang tua.

"Ketika anak tidak memahami pelajaran, yang dibutuhkan bukan tekanan, tapi koneksi. Emosi negatif orang tua justru menutup pintu belajar anak," kata dia.

Kebebasan Finansial di Depan Mata! 5 Pilihan Tempat Menabung Tawarkan Imbal Hasil

Patut diwaspadai ketika anak dimarahi oleh orang tuanya saat belajar ternyata akan terjadi mekanisme yang terbentuk di otak anak. Secara ilmiah, ketika anak merasa takut, tertekan, atau dimarahi, tubuhnya masuk ke mode bertahan. Otak bagian primitif (otak reptil) aktif, sementara otak logis yang dibutuhkan untuk berpikir dan belajar jadi tidak aktif.

Artinya, ketika anak merasa diserang secara emosional, kemampuan berpikirnya justru menurun. Ia tidak sedang malas. Ia hanya sedang tidak bisa fokus karena emosinya terganggu.

Kenapa Orang Tua Sering Terpancing Emosi?

Ada beberapa penyebab umum kenapa orang tua mudah marah saat mendampingi anak belajar:

  • Ekspektasi terlalu tinggi: Orang tua berharap anak cepat paham, padahal kemampuan setiap anak berbeda.
  • Membandingkan dengan diri sendiri: “Dulu Ibu belajar begini gampang kok. Kamu kenapa susah amat?”
  • Kelelahan dan stres pribadi: Setelah seharian bekerja atau mengurus rumah, energi sudah habis.
  • Kurangnya pemahaman tentang gaya belajar anak: Tidak semua anak bisa belajar hanya dengan penjelasan lisan.

Strategi Mengelola Emosi Saat Mengajar Anak Belajar

1. Pause Sebelum Bereaksi

Saat mulai merasa jengkel, tarik napas dan berhenti sejenak. Jangan langsung bicara atau mengomentari.

Langkah sederhana seperti jeda 5–10 detik bisa membantu otak orang tua memilih respons terbaik, bukan reaksi spontan yang penuh emosi.

"Saat kita berhenti sejenak, kita memberi ruang bagi otak kita untuk memilih respons terbaik," kata Laura.

2. Ubah Mindset: Belajar Itu Proses, Bukan Perlombaan

Ingatkan diri sendiri bahwa anak butuh waktu untuk memahami sesuatu. Bukan berarti ia bodoh. Bisa jadi, dia hanya belum menemukan cara belajarnya sendiri.

Gantilah pikiran seperti “kok nggak bisa-bisa sih?” menjadi “apa yang bisa kita coba sama-sama biar kamu lebih ngerti?”

3. Gunakan Nada dan Bahasa Tubuh yang Tenang

Nada suara tinggi atau wajah cemberut bisa membuat anak menutup diri. Anak sangat peka membaca bahasa tubuh orang tuanya.

Duduk sejajar, tatap mata anak dengan hangat, dan beri senyum kecil. Sikap ini memberi rasa aman dan membuat anak lebih terbuka untuk belajar.

4. Ganti Metode Belajar Jika Anak Bingung

Jika anak tidak paham dengan cara pertama, bukan berarti dia gagal tapi caranya yang perlu diubah.

Contoh pendekatan:

  • Gunakan gambar atau warna untuk anak visual
  • Ajak bicara sambil bergerak untuk anak kinestetik
  • Nyanyikan materi untuk anak auditori

Tiap anak punya gaya belajarnya sendiri. Orang tua perlu fleksibel dan kreatif.

5. Fokus Pada Usaha, Bukan Hasil

Daripada bilang, "Masa begini aja nggak bisa?", coba katakan, "Ibu lihat kamu sudah berusaha keras, yuk kita coba lagi".

Pujian seperti ini membangun rasa percaya diri dan motivasi anak untuk terus mencoba, tanpa takut gagal.

"Koneksi emosional yang hangat justru memperkuat kapasitas anak untuk fokus dan belajar," ujar Laura.

6. Atur Waktu Belajar Secara Realistis

Belajar terlalu lama membuat anak jenuh, dan orang tua ikut stres.
Gunakan sistem belajar 25 menit dan istirahat 5 menit (teknik Pomodoro). Di sela waktu, ajak anak bercanda atau istirahat sejenak. Anak lebih mudah menyerap pelajaran saat pikirannya segar dan tubuhnya rileks.

Apa yang Bisa Dilakukan Jika Sudah Terlanjur Marah?

Semua orang tua bisa terpancing emosi, yang penting adalah apa yang dilakukan setelahnya.

Berani minta maaf bukan tanda lemah, tapi tanda dewasa dan empatik.
Contoh: "Maaf ya tadi Ibu marah. Ibu capek, tapi seharusnya nggak marah ke kamu".

Langkah ini memberi contoh penting pada anak bahwa:

  • Emosi bisa dikelola
  • Konflik bisa diperbaiki
  • Hubungan tetap bisa hangat meski pernah tegang

Anak yang tidak langsung paham pelajaran bukan berarti bandel atau bodoh. Ia hanya sedang belajar dengan kecepatan dan cara yang berbeda.

Sebaliknya, orang tua yang mampu menahan emosi, bersikap sabar, dan terbuka terhadap pendekatan baru sedang memberi pendidikan jauh lebih besar daripada sekadar isi buku pelajaran.

"Orang tua yang bisa mengatur emosinya sedang mengajarkan anak mengatur emosinya juga. Dan itulah pendidikan yang paling penting," ujar Laura.

Jadi, yuk mulai belajar bersama anak. Bukan hanya matematika atau IPA, tapi juga cara berkomunikasi yang sehat dan penuh empati. Sebab dari sanalah, anak-anak belajar menjadi pribadi tangguh dengan orang tua yang sabar sebagai panutannya.