Alasan Anak Sering Meniru Ucapan Buruk, Hal-hal Ini Harus Dihindari
- Freepik
Lifestyle –Anak-anak, terutama pada usia dini, memiliki kecenderungan alami untuk meniru apa yang mereka dengar dan lihat dari lingkungan sekitar. Namun, ketika anak mulai mengucapkan kata-kata kasar atau tidak pantas, orang tua sering kali merasa khawatir dan bingung tentang penyebabnya. Perilaku ini tidak hanya mencerminkan tahap perkembangan anak, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, interaksi sosial, dan pola asuh.
Berdasarkan informasi dari sumber parenting terpercaya pada Juli 2025, artikel parenting ini mengulas alasan di balik kecenderungan anak meniru ucapan buruk serta hal-hal yang perlu dihindari oleh orang tua untuk mencegah kebiasaan ini berlanjut. Dengan pendekatan yang tepat, orang tua dapat membimbing anak menuju komunikasi yang lebih positif.
Alasan Anak Meniru Ucapan Buruk
Menurut psikologi perkembangan, anak-anak usia 2–6 tahun berada pada tahap pembelajaran sosial yang intens, di mana mereka menyerap informasi seperti spons. Penelitian dari Child Development Journal menunjukkan bahwa anak meniru ucapan buruk karena beberapa alasan utama.
Pertama, mereka belum memiliki filter kognitif yang kuat untuk membedakan kata-kata yang pantas dan tidak pantas. Kedua, ucapan buruk sering kali terdengar menarik karena intonasi emosional yang kuat, seperti kemarahan atau tawa, yang menarik perhatian anak.
Ketiga, anak mungkin meniru untuk mendapatkan perhatian dari orang tua atau teman sebaya, terutama jika mereka melihat ucapan tersebut memicu reaksi. Faktor lingkungan, seperti paparan dari keluarga, teman, atau media, juga memainkan peran besar dalam membentuk kebiasaan ini.
Paparan dari Lingkungan Keluarga
Salah satu sumber utama ucapan buruk adalah lingkungan keluarga. Jika orang tua atau anggota keluarga lain menggunakan kata-kata kasar atau tidak pantas dalam percakapan sehari-hari, anak cenderung menirunya tanpa memahami makna.
Menurut Parenting Science, anak-anak belajar melalui observasi, dan ucapan yang dianggap biasa oleh orang dewasa dapat diadopsi anak sebagai norma. Oleh karena itu, orang tua perlu menghindari penggunaan bahasa kasar, bahkan dalam situasi emosional seperti saat marah atau bercanda.
Mengganti kata-kata kasar dengan alternatif yang lebih positif, seperti “aduh” atau “sial”, dapat membantu membentuk kebiasaan berbicara yang baik pada anak.
Pengaruh Media dan Konten Digital
Di era digital pada 2025, anak-anak semakin mudah terpapar konten media melalui televisi, YouTube, atau platform streaming. Konten yang tidak sesuai usia, seperti lagu dengan lirik kasar atau dialog film yang tidak pantas, dapat menjadi sumber ucapan buruk.
Menurut American Academy of Pediatrics, anak-anak di bawah usia 7 tahun sering kali tidak dapat membedakan konteks hiburan dengan kehidupan nyata, sehingga mereka meniru apa yang mereka dengar tanpa filter. Orang tua harus menghindari membiarkan anak mengakses konten tanpa pengawasan.
Gunakan fitur parental control pada perangkat digital dan pilih konten yang sesuai dengan usia anak, seperti acara edukasi atau film animasi ramah anak.
Interaksi dengan Teman Sebaya
Teman sebaya juga dapat memengaruhi kebiasaan berbicara anak. Di lingkungan sekolah atau taman bermain, anak mungkin mendengar kata-kata kasar dari teman yang lebih tua atau yang terpapar dari sumber lain.
Menurut studi dari Journal of Child Psychology, anak cenderung meniru ucapan teman untuk merasa diterima dalam kelompok sosial. Orang tua perlu menghindari sikap membiarkan anak bergaul tanpa panduan.
Ajak anak berdiskusi tentang nilai-nilai sosial dan ajarkan cara menolak perilaku negatif dengan sopan. Mengawasi lingkungan pertemanan anak dan berkomunikasi dengan guru dapat membantu mengidentifikasi sumber ucapan buruk.
Reaksi Berlebihan dari Orang Tua
Sering kali, reaksi orang tua yang berlebihan, seperti memarahi atau tertawa saat anak mengucapkan kata buruk, justru memperkuat perilaku tersebut. Menurut Positive Parenting Solutions, anak menganggap reaksi ini sebagai perhatian, sehingga mereka mengulanginya untuk mendapatkan respons serupa.
Orang tua harus menghindari memberikan reaksi emosional yang kuat. Sebaliknya, abaikan ucapan buruk tersebut dan alihkan perhatian anak ke aktivitas positif, seperti bermain atau bercerita. Jika anak terus mengulang, jelaskan dengan tenang bahwa kata tersebut tidak pantas dan tawarkan alternatif yang lebih baik.
Kurangnya Contoh Positif
Anak yang jarang mendengar ucapan positif atau pujian cenderung lebih mudah meniru ucapan buruk karena kurangnya referensi komunikasi yang baik. WikiHow Parenting menyarankan orang tua untuk secara aktif menggunakan bahasa yang positif dan mendidik, seperti mengapresiasi usaha anak dengan kalimat, “Kamu hebat sudah mencoba!”
Hal ini tidak hanya membangun kepercayaan diri anak, tetapi juga memberikan contoh komunikasi yang sehat. Hindari mengkritik anak secara berlebihan atau menggunakan nada sarkastik, karena ini dapat mendorong anak meniru pola komunikasi negatif.
Tips Mencegah Kebiasaan Meniru Ucapan Buruk
Untuk mencegah anak meniru ucapan buruk, orang tua perlu konsisten dalam memberikan contoh yang baik. Ajarkan anak kosa kata baru yang positif melalui permainan atau cerita. Selain itu, ciptakan lingkungan yang mendukung dengan membatasi paparan konten tidak pantas dan memilih teman bermain yang sesuai.
Berikan pujian ketika anak menggunakan bahasa yang baik untuk memperkuat kebiasaan positif. Jika anak sudah terlanjur meniru ucapan buruk, tangani dengan sabar tanpa menghukum berat, karena hukuman keras dapat memicu stres dan perilaku membangkang.
Dengan pendekatan yang tepat, orang tua dapat membantu anak mengembangkan pola komunikasi yang sehat dan sopan.