Benarkah Bayi Harus Dibedong Ketat Supaya Kakinya Lurus? Cek Faktanya!
- Freepik
Lifestyle –Bedong, praktik membungkus bayi dengan kain agar tubuhnya terasa hangat dan nyaman, telah menjadi tradisi di banyak budaya, termasuk di Indonesia. Salah satu kepercayaan yang populer adalah bahwa bedong ketat dapat membantu meluruskan kaki bayi, mencegah kaki bengkok, atau membentuk postur tubuh yang ideal.
Namun, apakah anggapan ini benar adanya? Dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan bayi, banyak orang tua kini mempertanyakan keamanan dan manfaat bedong ketat. Artikel ini mengupas mitos dan fakta seputar bedong, mengevaluasi bukti ilmiah, serta memberikan panduan bagi orang tua untuk memahami praktik ini dengan lebih baik.
Asal-Usul Mitos Bedong Ketat
Kepercayaan bahwa bedong ketat dapat meluruskan kaki bayi berakar dari tradisi turun-temurun di berbagai budaya. Di Indonesia, banyak orang tua percaya bahwa membungkus bayi dengan erat akan mencegah kaki menjadi bengkok atau berbentuk “O”. Anggapan ini mungkin muncul dari pengamatan bahwa bayi baru lahir sering memiliki kaki yang terlihat sedikit melengkung akibat posisi mereka di dalam rahim.
Namun, para ahli kesehatan menegaskan bahwa bentuk kaki bayi yang melengkung adalah kondisi fisiologis normal yang disebut physiological genu varum atau bowlegs, yang biasanya akan membaik dengan sendirinya seiring pertumbuhan anak tanpa memerlukan intervensi khusus.
Menurut dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kaki bayi yang terlihat bengkok pada usia dini adalah hal yang wajar karena tulang mereka masih lunak dan berkembang. Bedong ketat tidak memiliki efek signifikan dalam meluruskan kaki, dan anggapan ini lebih merupakan mitos daripada fakta yang didukung ilmiah.
Apa Kata Penelitian tentang Bedong?
Penelitian medis modern menunjukkan bahwa bedong ketat justru dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan bayi jika dilakukan secara tidak tepat. Salah satu risiko utama adalah developmental dysplasia of the hip (DDH), yaitu kelainan pada sendi panggul yang dapat menyebabkan dislokasi.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics pada tahun 2016 menemukan bahwa bedong ketat yang membatasi gerakan kaki bayi meningkatkan risiko DDH, terutama jika kaki dipaksa lurus dan tidak diberi ruang untuk bergerak secara alami. American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan teknik bedong yang aman, yaitu membungkus tubuh bayi dengan nyaman tetapi tetap memberikan ruang bagi kaki untuk bergerak bebas.
Selain risiko DDH, bedong ketat juga dapat menyebabkan masalah lain, seperti overheating (kepanasan) atau kesulitan bernapas jika kain terlalu erat di sekitar dada. Studi lain dalam Journal of Perinatology (2017) juga mengaitkan bedong yang salah dengan peningkatan risiko sindrom kematian bayi mendadak (SIDS), terutama jika bayi diletakkan telungkup saat dibedong.
Manfaat Bedong yang Aman
Meski bedong ketat memiliki risiko, bedong yang dilakukan dengan benar tetap memiliki manfaat. Bedong dapat membantu bayi merasa aman dan nyaman, menyerupai kondisi di dalam rahim. Penelitian dari Journal of Obstetric, Gynecologic & Neonatal Nursing (2013) menunjukkan bahwa bedong yang longgar dan aman dapat mengurangi tangisan berlebihan, meningkatkan durasi tidur, dan membantu bayi menyesuaikan diri dengan lingkungan baru setelah lahir. Bedong juga dapat membantu menenangkan refleks kejut (startle reflex) yang sering membuat bayi terbangun.
Agar bedong bermanfaat dan aman, IDAI dan AAP merekomendasikan beberapa panduan berikut:
1. Gunakan Kain yang Sesuai: Pilih kain yang ringan, menyerap keringat, dan tidak terlalu tebal untuk mencegah kepanasan.
2. Jangan Bedong Terlalu Ketat: Pastikan kaki bayi dapat bergerak bebas dan pinggul tidak terkunci dalam posisi lurus.
3. Hentikan Bedong pada Waktu yang Tepat: Bedong biasanya efektif hingga usia 2-3 bulan. Setelah itu, bayi mulai membutuhkan kebebasan gerak untuk perkembangan motoriknya.
4. Perhatikan Posisi Tidur: Selalu letakkan bayi telentang saat dibedong untuk mengurangi risiko SIDS.
Alternatif untuk Perkembangan Postur Bayi
Daripada mengandalkan bedong untuk meluruskan kaki, orang tua dapat fokus pada praktik yang mendukung perkembangan tulang dan otot bayi secara alami. Menurut pedoman dari World Health Organization (WHO), aktivitas seperti tummy time (waktu tengkurap) sangat penting untuk memperkuat otot leher, bahu, dan punggung bayi, sekaligus mendukung perkembangan motorik. Tummy time juga membantu mencegah plagiocephaly, yaitu kondisi kepala datar akibat posisi tidur yang sama berulang-ulang.
Selain itu, konsultasi rutin dengan dokter anak dapat membantu memantau perkembangan tulang dan sendi bayi. Jika orang tua mencurigai adanya kelainan pada bentuk kaki atau pinggul bayi, seperti DDH, dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik atau USG untuk diagnosis dini. Dalam kasus yang jarang, intervensi medis seperti penggunaan alat ortopedi mungkin diperlukan, tetapi ini hanya dilakukan berdasarkan rekomendasi dokter.
Pentingnya Edukasi Orang Tua
Banyak mitos seputar perawatan bayi, termasuk soal bedong, berasal dari tradisi yang tidak selalu didukung oleh bukti ilmiah. Oleh karena itu, orang tua perlu mencari informasi dari sumber yang terpercaya, seperti dokter anak atau organisasi kesehatan resmi.
Edukasi tentang cara bedong yang aman, serta pemahaman bahwa bentuk kaki bayi akan membaik secara alami, dapat membantu mengurangi kekhawatiran yang tidak perlu. Selain itu, orang tua juga perlu waspada terhadap produk atau saran yang mengklaim manfaat berlebihan tanpa dasar ilmiah.
Dengan pendekatan yang tepat, bedong tetap dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk kenyamanan bayi, asalkan dilakukan dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan. Memahami fakta di balik mitos bedong ketat dapat membantu orang tua membuat keputusan yang lebih baik untuk mendukung tumbuh kembang anak mereka.