Ideologi Kesehatan Harus Adil dan Partisipatif
- Freepik
Indoneis Health Development Center
- Istimewa
Menariknya, seluruh dimensi ini tidak berdiri sendiri, melainkan diikat oleh roh utama yakni partisipasi rakyat. IHDC menyebut partisipasi bukan sekadar pelibatan formal dalam musrenbang, tetapi keterlibatan bermakna rakyat dalam merumuskan, melaksanakan, dan mengevaluasi sistem kesehatan mereka sendiri.
"Tanpa partisipasi yang nyata dan kolektif, ideologi hanyalah slogan. Kita ingin rakyat merasa menjadi pemilik sistem kesehatan, bukan hanya pengguna yang pasrah," ujar Nila.
Laporan ini juga memperkuat argumen ilmiah dengan merujuk pada kajian filsafat sosial dan politik. Itu sebabnya, empat pakar kunci yang mewakili puluhan kontributor ahli dalam kajian Ideologi Kesehatan ini menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila disebut sebagai fondasi paling cocok bagi bangsa Indonesia dalam membangun sistem kesehatan berbasis keadilan substantif.
Guru besar antropologi Prof. Semiarto Aji Purwanto dan Pakar bidang hukum dan kebijakan kesehatan Djarot Dimas, SH, MH juga menyoroti pemikiran global yang menyatakan bahwa keadilan adalah fairness, yaitu keberpihakan kepada mereka yang paling rentan, bukan sekadar distribusi angka yang merata.
Sementara Guru besar dan ekonom kesehatan Prof Ascobat Gani dan jurnalis humaniora dan kesehatan Adhitya Ramadhan, SIP, menegaskan pentingnya prinsip partisipatori terutama secara kualitas agar komunitas dapat membangun kesehatan secara ideologis dan berkelanjutan.
Dari sinilah IHDC menekankan bahwa kebijakan kesehatan yang baik bukanlah yang mengejar angka cakupan tertinggi, tetapi yang paling berpihak kepada mereka yang paling terpinggirkan.