Ayah Mulai Lebih Gaya dari Anak, Pertanda Puber Kedua?

George Clooney Representasi Stylish over 50
Sumber :
  • DailyMail

Lifestyle – Di suatu pagi akhir pekan, kamu keluar kamar dan melihat ayahmu sudah siap ke kondangan menggunakan pakai jaket bomber, sneakers putih bersih, dan kaus fit body. Rambut klimis, cologne wangi, dan gaya jalan penuh percaya diri. Sekilas, kamu justru merasa kalah gaya. Ini ayah kamu… atau siapa?

Long Weekend Gaya Tanpa Ribet, Outfit Kece Buat Perjalanan Jauh

 

Fenomena pria usia 50-an yang makin peduli penampilan dan mengikuti tren fashion kekinian semakin sering terlihat. Anak-anak muda menyebutnya 'ayahku lagi lebih gaya dari aku sendiri'. Tak sedikit yang menilai ini sebagai tanda puber kedua, tapi benarkah sesederhana itu? Atau justru ada hal yang lebih dalam dan manusiawi?

Rekomendasi Gamis untuk Perut Buncit

 

Tren pria paruh baya yang tampil stylish sebenarnya bukan hal baru. Namun, seiring kemunculan media sosial dan pesatnya perkembangan dunia fashion pria, gaya ayah-ayah zaman sekarang pun ikut berubah. Bukan lagi celana bahan gombrong dan sandal kulit, melainkan celana chino slim fit, jaket denim, jam tangan sporty, dan sneakers kekinian.

Gamis dengan Aksen Pinggang Tinggi, Solusi Elegan untuk Perut Buncit

 

Di TikTok dan Instagram, banyak video viral dengan hashtag seperti #HotDad atau #StylishOver50 yang menunjukkan pria usia lanjut tampil penuh gaya. Mereka tidak malu mengeksplorasi tren atau bahkan membuka OOTD mereka secara publik.

 

Menurut seorang psikolog keluarga dan penulis buku Rules of Estrangement, Dr. Joshua Coleman, fenomena ini berkaitan erat dengan proses pembentukan identitas baru di usia paruh baya.

"Laki-laki di usia paruh baya sering mengalami pergeseran peran dan identitas. Berpakaian modis bisa jadi bentuk reclaim terhadap rasa percaya diri yang sempat hilang," ujar Dr. Coleman.

 

Di balik pakaian modis dan sneakers mahal, terdapat proses psikologis yang tidak selalu terlihat. Banyak pria usia 50-an mengalami perubahan besar dalam hidup mereka seperti pensiun dini, anak-anak mulai mandiri atau kuliah, atau bahkan kehilangan peran sosial yang dulu penting.

 

Faktor-faktor ini dapat menimbulkan perasaan kehilangan makna, dan salah satu cara untuk meresponsnya adalah dengan memperbarui penampilan. Ini bukan sekadar vanity atau kesombongan, tetapi sering kali menjadi simbol dari usaha membangun kembali rasa percaya diri.

 

Menurut Dr. Coleman, ada dua jenis dorongan yang muncul:

 

1. Faktor Internal:

 

  • Keinginan merasa muda kembali dan tetap relevan.

  • Rasa kehilangan arah setelah transisi hidup besar, seperti pensiun.

  • Keinginan memperhatikan diri sendiri setelah bertahun-tahun fokus pada keluarga.

 

2. Faktor Eksternal:

 

  • Paparan dari media sosial, di mana pria seusia mereka terlihat energik, sehat, dan modis.

  • Lingkungan kerja atau sosial yang menuntut penampilan tetap menarik.

  • Influencer atau tokoh publik yang menginspirasi gaya hidup sehat dan modis di usia matang.

"Berpakaian stylish di usia 50-an bukan sekadar gaya, tapi bisa jadi upaya eksistensial untuk kembali merasakan kendali atas hidupnya," jelas Coleman.

Istilah puber kedua memang sering dilontarkan secara bercanda bahkan sinis untuk menyindir pria paruh baya yang tiba-tiba berubah drastis seperti mulai berolahraga, beli motor gede, pakai parfum mahal, dan rajin ke salon.

 

Namun, menurut Coleman, tidak semua transformasi ini negatif.
Justru banyak yang bersifat positif, apalagi jika tidak merugikan keluarga dan dilakukan dengan kesadaran diri.

"Kita perlu membedakan antara puber kedua yang destruktif dengan transformasi yang sehat. Banyak pria menemukan jati diri baru lewat gaya dan perawatan diri," ujarnya.

 

Transformasi ini juga bisa menjadi momen reflektif, kesempatan bagi seorang pria untuk kembali mengenal dirinya, mengisi ulang semangat hidup, dan menata ulang prioritas pribadi.

 

 

Reaksi Anak dan Keluarga: Bangga atau Malu-Malu?

 

Saat ayah tiba-tiba jadi lebih fashionable dari anak, reaksi keluarga biasanya terbagi dua yakni antara geli dan kagum.

 

Sebagian anak merasa canggung terutama jika ayah terlalu meniru gaya remaja. Namun tak jarang pula anak justru bangga, melihat sang ayah lebih segar, energik, dan percaya diri.

 

Coleman menekankan pentingnya komunikasi dalam menghadapi perubahan ini. Anak-anak sebaiknya menghindari menghakimi atau mengejek, dan mulai melihatnya sebagai ekspresi pribadi yang sehat.

"Alih-alih menertawakan atau merendahkan, anak sebaiknya membuka dialog yang sehat. Pahami bahwa ini mungkin bagian dari proses psikologis yang penting bagi ayah," sarannya.

 

Dengan saling menghormati, perubahan ini bisa menjadi titik temu yang mempererat hubungan antar generasi dalam keluarga.

 

Gaya Boleh Kekinian, Tapi Tetap Jadi Diri Sendiri

 

Meski tampil stylish adalah hal positif, tetap ada batasan. Bukan soal usia, tapi soal kesesuaian antara penampilan dan kepribadian.

 

Ada kalanya pria usia 50-an mencoba terlalu keras meniru gaya anak muda, dan justru terlihat tidak natural. Dalam hal ini, penting untuk tetap jadi diri sendiri.

 

Coleman menyarankan untuk menemukan keseimbangan antara ekspresi diri dan kedewasaan.

"Menjadi stylish tidak harus kehilangan kedewasaan. Terpenting adalah merasa nyaman dan percaya diri, tanpa harus memaksakan sesuatu yang tidak sesuai dengan karakter kita," kata dia.

 

Gaya yang baik adalah gaya yang terasa otentik, bukan semata untuk validasi sosial, tapi untuk mencerminkan siapa kita sebenarnya.