23 Ribu Lebih Orang Indonesia Terkena Sifilis dan Tidak Semuanya 'Nakal', Kok Bisa? Ini Penjelasan Medisnya

Ilustrasi sifilis
Sumber :
  • Pixaby

Lifestyle –Akhir pekan kemarin, Kementerian Kesehatan mengunggah data di akun Instagram resminya terkait dengan penyakit Raja Singa atau Sifilis. Dari data Kementerian Kesehatan di tahun 2024 lalu, tercatat ada 23.347 orang Indonesia yang terkena Raja Singa atau Sifilis. Sifilis sendiri merupakan salah satu jenus penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Ini disebabkan bakteri treponema pallidum ini.

5 Kebiasaan Makan Orang Korea yang Bikin Orang Indonesia Geleng-Geleng Kepala

Jika berbicara mengenai sifilis, banyak orang masih menganggap sifilis sebagai penyakitnya ‘orang nakal’ atau mereka yang bergonta-ganti pasangan. Padahal, anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Faktanya, sifilis bisa menyerang siapa saja, termasuk mereka yang setia pada satu pasangan atau bahkan belum pernah melakukan hubungan seksual sekalipun.

Dalam artikel ini, kita akan bahas tuntas apa itu sifilis, bagaimana penularannya, kenapa orang 'baik-baik' bisa tertular, dan apa kata para ahli, mulai dari seksolog hingga dokter spesialis kulit dan kelamin.

5 Tips Membuat Nasi Sushi Seenak Restoran Jepang, Pulen dan Harum Sempurna

Pertama mari kita bahas mengenai apa itu sifilis, sifilis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri bernama Treponema pallidum. Penyakit ini dikenal juga dengan nama raja singa dan bisa sangat berbahaya bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

Sifilis menyebar terutama melalui hubungan seksual yakni melalui vaginal, anal, dan oral. Penularan terjadi saat terjadi kontak langsung dengan luka sifilis yang biasanya tidak terlihat karena tidak terasa sakit. Namun, bukan cuma dari seks bebas. Sifilis juga bisa menular melalui penularan dari ibu ke janin (sifilis kongenital), transfusi darah (walaupun sangat jarang) hingga ciuman atau kontak dengan luka terbuka yang mengandung bakteri

10 Camilan Sehat Pengganti Permen dan Soda, Anak-Anak Dijamin Ketagihan!

Dokter keluarga di Inggris, Dr. Sarah Jarvis mengatakan bahwa sifilis tidak memilih korban. Bahkan pasangan suami istri yang setia bisa tertular jika salah satunya pernah terinfeksi di masa lalu dan tidak sadar membawa bakteri.

Sifilis Bisa Menyerang Siapa Saja

Nah, ini yang perlu digarisbawahi bahwa  sifilis bukan hanya penyakit yang menyerang orang yang bergonta-ganti pasangan. Padahal, realitanya jauh lebih kompleks dan kadang justru mengejutkan. Sifilis bisa menjangkiti siapa saja, termasuk orang-orang yang merasa sudah hidup ‘bersih’, setia pada pasangan, bahkan mereka yang sama sekali belum pernah berhubungan seksual secara penetratif.

Di Indonesia, sejumlah laporan menunjukkan bahwa tidak sedikit pasien sifilis berasal dari kalangan yang tak terduga, seperti ibu rumah tangga. Banyak dari mereka baru mengetahui terinfeksi setelah melakukan tes kehamilan, donor darah, atau pemeriksaan medis rutin. Saat ditelusuri lebih jauh, ternyata mereka tertular dari suaminya yang sebelumnya pernah melakukan hubungan seksual berisiko atau tidak menyadari bahwa dirinya sudah membawa bakteri Treponema pallidum. Sering kali suami tidak menunjukkan gejala apapun, sehingga merasa dirinya sehat dan tidak menyadari telah menularkan penyakit ini pada pasangannya.

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari, Dr. Sarah Jarvis yang menekankan bahwa sifilis bukan penyakit moral, melainkan infeksi bakteri yang bisa menjangkiti siapa saja tanpa melihat latar belakang. Ia menjelaskan bahwa seseorang bisa saja tertular melalui kontak seksual yang tidak sepenuhnya penetratif, seperti seks oral, atau bahkan hanya melalui kontak dengan luka terbuka di kulit.

“Bakteri sifilis menular saat terjadi kontak langsung dengan lesi aktif, yang sering kali tidak terasa sakit dan tidak terlihat, sehingga mudah diabaikan,” jelasnya.

Selain itu, ada juga kelompok remaja atau dewasa muda yang tertular bukan karena memiliki gaya hidup bebas, tapi karena kurangnya pengetahuan tentang cara penularan sifilis. Banyak dari mereka tidak sadar bahwa seks oral tanpa pelindung tetap berisiko menularkan infeksi menular seksual, termasuk sifilis. Edukasi seksual yang minim dan rasa malu untuk bertanya sering kali menjadi penghalang bagi kelompok usia ini untuk memahami risiko sebenarnya.

Tenaga kesehatan pun tidak sepenuhnya aman dari risiko sifilis. Meskipun sangat jarang, beberapa kasus mencatatkan bahwa kontak langsung dengan luka terbuka atau cairan tubuh pasien yang terinfeksi bisa menularkan sifilis jika ada luka mikroskopis di kulit petugas medis tersebut. Meskipun prosedur keselamatan sudah ketat, risiko ini tetap ada terutama di fasilitas kesehatan dengan peralatan atau standar yang belum memadai.

Ada hal menarik terkait dengan penyakit ini, berdasarkan data dari CDC menunjukkan bahwa bahkan dalam hubungan pernikahan yang tampaknya monogami, risiko tetap ada jika salah satu pasangan pernah memiliki riwayat IMS dan tidak pernah melakukan skrining ulang. Bakteri penyebab sifilis bisa bertahan dalam tubuh manusia cukup lama sebelum menunjukkan gejala atau berpindah ke fase laten, yang tidak menimbulkan keluhan apapun. Saat itulah risiko penularan ke pasangan menjadi tinggi, dan biasanya baru terdeteksi ketika penyakit sudah menyebar ke tahap selanjutnya.

Seksolog klinis asal Amerika Serikat, Dr. Justin Lehmiller, menegaskan bahwa stigma terhadap penyakit seperti sifilis justru menjadi penghalang utama orang untuk memeriksakan diri. Ia mengatakan,  bahwa banyak pasien yang merasa tidak pantas sakit karena mereka yakin hidupnya baik-baik saja. Padahal, bakteri tidak peduli apakah seseorang ‘nakal’ atau tidak.

"Jika ada jalur penularan terbuka, siapa pun bisa terinfeksi,"katanya.

Dalam praktik klinisnya, ia menemukan bahwa pasien yang merasa paling tidak berisiko justru cenderung terlambat menyadari gejala dan akhirnya datang dalam kondisi yang sudah masuk ke tahap sekunder atau laten.

Ciri dan Gejala Sifilis

Salah satu alasan mengapa sifilis bisa menyebar dengan cepat dan diam-diam adalah karena gejalanya sering kali tidak terasa atau terlihat jelas. Banyak orang tidak sadar sedang terinfeksi karena sifilis kerap tidak menimbulkan rasa sakit, dan gejalanya bisa menyerupai penyakit ringan biasa. Akibatnya, infeksi pun dibiarkan tanpa pengobatan, hingga akhirnya masuk ke tahap yang lebih berbahaya.

Sifilis berkembang dalam beberapa tahapan, dan masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri. Penting untuk mengenali gejala di setiap tahap agar bisa segera mengambil tindakan sebelum infeksi menyebar lebih jauh.

Tahap 1: Sifilis Primer

Gejala pertama muncul antara 3 minggu hingga 3 bulan setelah terpapar bakteri. Tanda awal yang paling khas adalah munculnya luka kecil (chancre) di area kelamin, anus, atau mulut. Luka ini:

  • Tidak sakit
  • Tidak bernanah
  • Bisa hanya satu atau lebih
  • Akan sembuh sendiri dalam waktu 3–6 minggu meskipun tanpa pengobatan

Masalahnya, karena tidak terasa sakit dan letaknya bisa tersembunyi (misalnya di dalam vagina, di belakang kulup penis, atau di anus), banyak orang tidak menyadarinya. Padahal, inilah fase paling menular. Seseorang bisa menyebarkan bakteri hanya dengan menyentuh luka tersebut saat berhubungan seksual.

Tahap 2: Sifilis Sekunder

Jika sifilis primer tidak diobati, maka 4–10 minggu kemudian, infeksi akan masuk ke tahap sekunder. Pada tahap ini, bakteri mulai menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Gejalanya mulai terasa lebih jelas, seperti:

  • Ruam pada kulit, terutama di telapak tangan dan kaki. Ruam ini tidak gatal, bisa berupa bintik merah atau cokelat, dan sering kali dianggap sebagai alergi ringan.
  • Demam ringan
  • Sakit kepala
  • Pembengkakan kelenjar getah bening
  • Nyeri otot dan kelelahan
  • Sariawan atau bercak putih di mulut dan lidah
  • Rambut rontok tidak merata (alopecia sifilitik)

Gejala-gejala ini juga bisa hilang tanpa pengobatan, membuat penderita merasa dirinya sembuh. Padahal sebenarnya, infeksi masih aktif dan siap masuk ke tahap laten.

Tahap 3: Sifilis Laten

Setelah tahap sekunder, sifilis masuk ke fase laten. Pada fase ini, tidak ada gejala sama sekali. Namun jangan salah, bakteri Treponema pallidum masih hidup di dalam tubuh, dan bisa bertahan selama bertahun-tahun. Pada beberapa kasus, sifilis tetap diam tanpa menimbulkan gejala. Namun pada sekitar 30 persen penderita, infeksi akan berkembang ke tahap yang paling berbahaya: sifilis tersier.

Tahap 4: Sifilis Tersier

Tahap ini biasanya muncul 10–30 tahun setelah infeksi awal, dan bisa sangat mematikan jika tidak ditangani. Gejala sifilis tersier sangat serius dan bisa merusak berbagai organ tubuh, antara lain:

  • Kerusakan otak dan sistem saraf (neurosifilis): gejalanya bisa berupa kebingungan, kejang, gangguan keseimbangan, bahkan kelumpuhan
  • Kerusakan jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular sifilis)
  • Luka besar di kulit atau organ dalam (guma sifilitik)

Sayangnya, pada tahap ini pengobatan tidak bisa mengembalikan kerusakan yang sudah terjadi. Oleh karena itu, deteksi dan pengobatan dini sangat penting untuk mencegah sifilis mencapai tahap ini. 

Kapan Harus ke Dokter?

Banyak orang ragu atau malu untuk memeriksakan diri ke dokter karena takut dicap negatif. Padahal, semakin cepat sifilis terdeteksi, semakin mudah pula pengobatannya dan semakin kecil risiko menyebarkan ke orang lain.

Berikut waktu-waktu krusial di mana sebaiknya kamu segera ke dokter untuk pemeriksaan sifilis:

  1. Saat muncul luka aneh di kelamin, anus, atau mulut, terutama jika tidak terasa sakit dan tidak sembuh dalam waktu 1 minggu.
  2. Jika mengalami ruam di telapak tangan atau kaki yang tidak disertai rasa gatal, apalagi bila diiringi demam atau kelelahan.
  3. Setelah berhubungan seksual tidak aman, terutama dengan pasangan yang status kesehatannya tidak diketahui.
  4. Jika pasanganmu terdiagnosis sifilis atau penyakit menular seksual lain.
  5. Saat hamil, karena sifilis bisa menular ke janin dan menyebabkan keguguran, kematian janin, atau cacat lahir.
  6. Jika bekerja di lingkungan berisiko tinggi, seperti tenaga medis, pekerja seks, atau punya riwayat transfusi darah yang tidak jelas.
  7. Sebelum menikah atau menjalani program kehamilan.

Banyak dokter menyarankan agar siapa pun yang aktif secara seksual melakukan skrining IMS setidaknya sekali dalam setahun, terutama jika memiliki lebih dari satu pasangan, meskipun hanya dalam masa tertentu dalam hidup.

Dengan mengenali gejala dan memahami kapan harus ke dokter, kita bisa mencegah penularan lebih lanjut, melindungi pasangan, dan menjaga kualitas hidup jangka panjang. Ingat, sifilis bukan aib, ini adalah masalah medis yang bisa ditangani jika kita bertindak cepat, tanpa rasa malu atau takut dihakimi.