Hasil Survei Bikin Kaget! Seseorang Dianggap Bahagia Jika Punya Uang Segini

Ilustrasi Orang Kaya
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Kebahagiaan sering kali dikaitkan dengan seberapa tebal isi dompet seseorang. Tak sedikit orang beranggapan semakin banyak harta yang dimiliki, maka semakin tinggi pula tingkat kebahagiaan yang dirasakan. Bbenarkah demikian?

Terungkap! 9 Prinsip Uang Dipakai Miliader Kumpulkan Kekayaan

Pertanyaan semacam itu sudah muncul sejak ribuan tahun lalu. Filsuf Yunani, Aristoteles, sudah menyinggung soal “hidup baik” yang tidak semata-mata bergantung pada materi, melainkan juga keseimbangan dalam hidup.

Di era modern, isu ini kian relevan. Terlebih ketika publik disuguhi berita soal gaji fantastis para eksekutif dunia, seperti Elon Musk yang berpeluang menjadi triliuner pertama, hingga para CEO di Australia yang gajinya berkali-kali lipat dari pekerja biasa.

Kelas Menengah Naik Kasta! Contek 10 Kebiasaan Orang Top 1% yang Jarang Diketahui

Sementara itu, karyawan biasa hanya memperoleh gaji pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Jurang kesenjangan ini menimbulkan pertanyaan, berapa sebenarnya jumlah uang yang cukup untuk membuat hidup bahagia?

Dikutip dari The Dailiy, berikut hasil survei yang mengulas tentang jumlah harta ideal tanpa harus terjebak dalam lingkaran tanpa akhir mengejar kekayaan. Yuk, simak.

Uang Memengaruhi Kualitas Hidup

Gaji UMR Bisa Cukup Sampai Akhir Bulan, Begini Cara Mengaturnya!

Sejumlah penelitian mengungkapkan ada titik tertentu di mana uang memang berperan besar dalam meningkatkan kualitas hidup. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan akses kesehatan.

Sebuah riset di Amerika Serikat tahun 2010 menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan emosional memuncak pada penghasilan sekitar US$75.000 per tahun. Jika disesuaikan dengan inflasi, angka itu kini setara dengan sekitar US$111.000. Artinya, begitu kebutuhan pokok tercukupi, tambahan penghasilan mungkin masih berguna, tetapi dampaknya terhadap kebahagiaan cenderung lebih kecil.

Temuan lain menunjukkan peningkatan kesejahteraan memang terus berjalan seiring bertambahnya kekayaan, namun sifatnya menurun. Perpindahan dari kemiskinan menuju kelas menengah terasa lebih signifikan dibandingkan dari satu juta dolar ke sepuluh juta dolar.

Kebahagiaan di Negara Berkembang vs Negara Maju

Sebuah eksperimen pada 2022 melibatkan 200 orang di berbagai negara, termasuk Indonesia, Brasil, Kenya, hingga Amerika Serikat dan Inggris. Responden secara acak diberi uang sebesar US$10.000.

Hasilnya cukup menarik karena partisipan dari negara berpenghasilan rendah mengalami lonjakan kebahagiaan hingga tiga kali lipat dibandingkan peserta yang tinggal di negara maju. Namun, manfaat tersebut tetap terasa bahkan bagi mereka yang berpenghasilan hingga US$123.000 per tahun.

Lebih mengejutkan lagi, sebagian besar uang yang diterima justru dibagikan kepada keluarga, teman, bahkan amal. Hal ini menunjukkan bahwa berbagi dan menjalin hubungan sosial erat kaitannya dengan rasa puas dan bahagia.

3 Hal Lebih Berharga dari Uang

Banyak riset psikologi menekankan bahwa tujuan hidup materialistis sering kali justru merusak kesejahteraan. Mengejar harta demi status sosial membuat seseorang mudah terjebak pada hedonic treadmill, yaity situasi ketika seseorang cepat terbiasa dengan standar hidup baru dan terus menginginkan lebih banyak lagi.

Sebaliknya, studi jangka panjang yang dilakukan Harvard sejak 1938 menegaskan bahwa kebahagiaan sejati datang dari hubungan yang kuat dan bermakna. Waktu bersama orang terdekat, kegiatan yang memperkaya jiwa, serta pengalaman yang berkesan lebih berharga daripada sekadar menumpuk harta.

Inilah mengapa konsep seperti time affluence (memiliki waktu luang lebih banyak) dan experiential buying (membeli pengalaman, bukan barang) semakin populer sebagai cara mencapai kesejahteraan.

Ketimpangan Ekonomi dan Dampaknya

Meski uang bukan segalanya, kesenjangan ekonomi yang terlalu lebar terbukti berdampak buruk bagi masyarakat. Di Australia misalnya, 20 persen orang terkaya menguasai sekitar 62 persen total kekayaan nasional. Ketimpangan seperti ini berpotensi memicu masalah sosial mulai dari meningkatnya kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, hingga turunnya tingkat kepercayaan antarwarga.

Ironisnya, mereka yang paling diuntungkan dari kesenjangan itu belum tentu lebih bahagia. Justru, riset menunjukkan mereka masih rentan merasa kurang dan terus membandingkan diri dengan orang lain. Pada akhirnya, kekayaan yang berlebihan tanpa arah jelas tak serta-merta membawa ketenangan batin.

Jadi, berapa sebenarnya uang yang Anda butuhkan untuk bahagia? Jawabannya bukan pada angka pasti, melainkan pada keseimbangan. Uang memang penting untuk memastikan kebutuhan dasar terpenuhi dan membuka akses pada pengalaman yang bermakna.

Namun pada titik tertentu, kebahagiaan lebih banyak ditentukan oleh kualitas hubungan, waktu luang, serta kemampuan menikmati hidup. Alih-alih mengejar kekayaan tanpa batas, mungkin saatnya menakar kembali prioritas: apakah Anda ingin sekadar kaya, atau benar-benar bahagia?