Miris! Gen Z Disebut Paling Rentan Jadi Pengangguran, Ini 5 Penyebabnya
- Freepik
Lifestyle – Di tengah derasnya perubahan teknologi dan ekonomi global, generasi Z (Gen Z) justru menghadapi tantangan besar dalam dunia kerja. Meskipun dikenal sebagai generasi yang melek teknologi dan adaptif, nyatanya banyak dari mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Tak sedikit dari Gen Z yang menganggur dalam waktu lama, bahkan setelah menempuh pendidikan tinggi. Fakta ini diperkuat oleh berbagai laporan internasional yang menyebutkan bahwa Gen Z termasuk kelompok usia yang paling rentan terhadap pengangguran.
Apa penyebabnya? Berikut lima alasan utama mengapa Gen Z lebih sulit mendapatkan pekerjaan dibanding generasi sebelumnya.
1. Terpukul oleh Krisis Ekonomi dan Dampak Pandemi
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia menjadi pukulan telak bagi pasar kerja global, dan Gen Z menjadi salah satu kelompok yang paling terdampak. Menurut laporan Axios, generasi ini banyak bekerja di sektor entry-level seperti retail, food & beverage, dan hospitality—yang justru paling banyak melakukan pemutusan hubungan kerja selama krisis. Ketika pasar kerja mulai pulih, persaingan semakin ketat dan Gen Z tertinggal dari generasi yang lebih berpengalaman.
2. Ketidaksesuaian antara Pendidikan dan Kebutuhan Industri
Meski banyak Gen Z yang memiliki gelar sarjana, dunia kerja menuntut lebih dari sekadar ijazah. Banyak dari mereka tidak memiliki keterampilan teknis yang dibutuhkan di era digital, seperti data analysis, AI, atau project management. Selain itu, kemampuan soft skill seperti komunikasi, kolaborasi, dan kepemimpinan juga kerap dianggap kurang. Ini membuat banyak pemberi kerja ragu untuk merekrut mereka, terutama untuk posisi strategis.
3. Kurangnya Pengalaman Kerja
Sebagai generasi yang baru memasuki dunia kerja, wajar jika Gen Z belum memiliki pengalaman yang cukup. Namun, banyak lowongan kerja yang tetap mensyaratkan pengalaman 1–2 tahun, bahkan untuk posisi entry-level. Akibatnya, mereka terjebak dalam lingkaran sulit: tidak bisa melamar karena kurang pengalaman, tetapi juga tidak diberi kesempatan untuk memulai karier.
4. Ekspektasi Tinggi terhadap Fleksibilitas dan Makna Kerja
Gen Z dikenal sebagai generasi yang sangat peduli terhadap work-life balance, nilai-nilai sosial, dan makna pekerjaan. Mereka cenderung memilih tempat kerja yang inklusif, fleksibel, dan sejalan dengan prinsip hidup mereka. Namun menurut Axios, ekspektasi ini sering tidak sejalan dengan realitas dunia kerja yang kompetitif dan menuntut. Banyak dari mereka yang keluar lebih cepat dari pekerjaan karena merasa tidak cocok secara budaya.
5. Biaya Hidup Tinggi dan Hambatan Logistik
Banyak Gen Z yang menolak tawaran pekerjaan bukan karena tidak ingin bekerja, tetapi karena tidak mampu membiayai kebutuhan dasar untuk bekerja. New York Post (NYPost) dalam laporannya menyebutkan bahwa sebagian besar Gen Z di Amerika menolak pekerjaan karena tidak mampu membayar ongkos transportasi atau membeli pakaian kerja yang layak. Ini menunjukkan bahwa hambatan untuk bekerja bukan hanya soal keahlian, tapi juga soal akses dan kesiapan finansial.
Fenomena pengangguran di kalangan Gen Z adalah masalah kompleks yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, hingga struktural. Untuk bisa bertahan dan bersaing, generasi ini perlu lebih adaptif dalam mengembangkan keterampilan, menyesuaikan ekspektasi kerja, dan memanfaatkan berbagai peluang pelatihan serta pengembangan diri.
Sementara itu, perusahaan juga perlu lebih terbuka dalam memberikan kesempatan kerja, termasuk memperluas akses bagi mereka yang belum berpengalaman. Hanya dengan kolaborasi antara dunia pendidikan, industri, dan generasi muda sendiri, persoalan pengangguran ini bisa diatasi secara berkelanjutan.