Fenomena Window Shopping di Tengah Virus Rojali dan Rohana, Gaya Hidup Baru atau Strategi Bertahan?

Ilustrasi Window Shopping
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Aktivitas window shopping kembali menjadi tren yang mencolok, terutama di pusat perbelanjaan. Fenomena ini semakin menguat dengan munculnya istilah  rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya nanya) yang belakangan viral di media sosial. 

6 Perbedaan Rojali-Rohana vs Kaum Mendang-Mending: Gaya Hidup Baru di Tengah Tren Anti-Konsumtif

Secara kasatmata, mal tetap terlihat ramai meski banyak pemberitaan tentang inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Lalu-lalang pengunjung, antrian di eskalator, dan keramaian food court memberi kesan ekonomi menggeliat. 

Namun di balik keramaian itu, banyak tenant ritel merasakan adanya penurunan transaksi yang cukup signifikan. Alih-alih berbelanja, banyak masyarakat justru menjadikan mal sebagai ruang rekreatif dan tempat pelepas penat, tanpa adanya aktivitas konsumsi nyata.

Apa Itu Window Shopping?

BNPL Bahaya atau Peluang? Panduan Bijak Gen Z Menavigasi Tren Finansial 2025

Arti Window shopping adalah aktivitas melihat-lihat barang dagangan di toko, baik secara langsung di pusat perbelanjaan maupun secara daring tanpa niat langsung untuk membeli. Istilah ini berasal dari kebiasaan orang berjalan di depan etalase toko (window) untuk melihat produk yang dipajang.

Tujuan utama window shopping biasanya bukan untuk belanja, melainkan untuk mencari inspirasi, membandingkan harga, mengikuti tren terbaru, atau sekadar mengisi waktu luang. Dalam konteks modern, window shopping juga bisa dilakukan secara online, misalnya dengan menjelajahi e-commerce atau melihat-lihat katalog digital tanpa checkout.

‘Virus’ Rohana dan Rojali Mewabah: 7 Strategi Jitu Pedagang Mal Agar Pengunjung Mau Belanja, Patut Dicoba!

Meski tidak menghasilkan transaksi saat itu juga, window shopping sering menjadi tahap awal dalam proses pengambilan keputusan belanja. Konsumen mungkin kembali untuk membeli di kemudian hari, setelah mempertimbangkan dengan lebih matang.

Hubungan dengan Fenomena Rojali dan Rohana

Fenomena rojali dan rohana memperlihatkan bahwa window shopping menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat yang ingin tetap terkoneksi dengan suasana mal, tren, dan hiburan tanpa menguras dompet. Ini mencerminkan bentuk adaptasi sosial dan ekonomi, terutama di tengah situasi finansial yang membuat masyarakat lebih selektif dalam berbelanja.

Singkatnya, window shopping adalah bentuk belanja tanpa membeli yang kini semakin umum terjadi di era konsumsi sadar (mindful consumption). Masyarakat datang, melihat-lihat produk, memegang barang, bahkan mencoba tester namun akhirnya pulang dengan tangan kosong. Fenomena window shopping ini pun menjadi wajah baru dari perubahan perilaku konsumen modern.

Faktor Pendorong Meningkatnya Window Shopping

Beberapa hal turut mendorong maraknya kembali window shopping. Pertama, tekanan ekonomi yang menyebabkan masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang. Kebutuhan pokok kini menjadi prioritas, sementara belanja barang sekunder atau tersier lebih sering ditunda. 

Kedua, persepsi bahwa belanja impulsif sudah tidak relevan dengan prinsip hidup minimalis dan hemat yang kini mulai banyak dianut. Ketiga, media sosial turut mendorong window shopping menjadi kegiatan yang “layak ditampilkan”. 

Konten seperti “healing tipis-tipis ke mal” atau “ngopi tanpa belanja” menjadi bentuk ekspresi digital yang relatable. Bahkan, banyak konten kreator menjadikan window shopping sebagai bagian dari narasi gaya hidup yang menyenangkan, bebas tekanan, dan tetap bergengsi.

Dampak terhadap Pelaku Usaha dan Dunia Ritel

Bagi pelaku bisnis, fenomena ini merupakan tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, minimnya transaksi membuat bisnis ritel harus mencari cara baru untuk bertahan. Di sisi lain, tingginya kunjungan bisa dimanfaatkan untuk membangun awareness, memperkuat engagement, dan menanamkan loyalitas jangka panjang. 

Window shopping bisa menjadi fase awal dari keputusan pembelian jika dikelola dengan pendekatan yang tepat. Pelaku usaha perlu memanfaatkan momen ini untuk menciptakan pengalaman yang mengesankan, membangun relasi, dan memperkenalkan nilai merek secara lebih dalam. Bukan hanya berjualan, tetapi juga membentuk koneksi emosional dengan konsumen. 

Fenomena window shopping di tengah tren Rojali dan Rohana memperlihatkan bahwa masyarakat tengah melakukan penyesuaian cara konsumsi di era penuh tantangan. Aktivitas melihat-lihat barang tanpa membeli bukan semata soal gengsi atau kesenangan sesaat, tetapi juga refleksi dari prioritas hidup yang berubah. 

Bagi dunia ritel, ini bukan akhir dari belanja di mal tetapi awal dari pendekatan baru yang lebih empatik, kreatif, dan berbasis pengalaman. Strategi bisnis yang tepat akan mendorong para rojali dan rohana membuka dompetnya untuk berbelanja.