Tren Batik Lintas Generasi: Begini Selera Gen X, Milenial, dan Gen Z
- Pixabay
Lifestyle – Batik, sebagai mahakarya budaya Indonesia yang telah diakui UNESCO, terus berevolusi seiring perubahan zaman dan selera masyarakat. Kain tradisional ini tidak lagi hanya menjadi busana formal, melainkan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup, disesuaikan dengan preferensi fashion yang khas dari setiap generasi.
Perbedaan pandangan dan gaya hidup antara Generasi X (Gen X), Milenial, dan Generasi Z (Gen Z) menciptakan spektrum tren batik yang kaya dan mendalam. Fenomena ini menunjukkan kemampuan batik untuk beradaptasi tanpa kehilangan esensi budayanya.
Batik: Lebih dari Sekadar Pakaian
Dalam dunia mode, setiap generasi memiliki narasi tersendiri dalam memaknai dan mengenakan batik. Widiyana Sudirman, CEO dari Iwan Tirta Batik, mengungkapkan bahwa tren batik saat ini sangat mengikuti alur generasi.
"Dari yang kami pelajari dari Gen X, lalu ke Milenial, lalu ke Gen Z, itu mereka punya persepsi yang berbeda mengenai batik," ujar Widiyana Sudirman, saat ditemui di Jakarta, Jumat 26 September 2025.
Perbedaan persepsi inilah yang mendorong para desainer dan produsen untuk menciptakan variasi produk yang dapat mengakomodasi semua segmen pasar.
Gen X: Penghormatan Budaya dan Elegan Klasik
Bagi Gen X (lahir sekitar 1965-1980), batik diyakini memiliki nilai yang sangat sakral dan mendalam. Mereka cenderung melihat batik sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya dan tradisi.
"Gen X mereka melihat batik itu penghormatan terhadap budaya. Jadi kayak pakai batik untuk menghormati budaya," jelas Widiyana Sudirman.
Dari sisi estetika, Gen X umumnya masih menyukai tampilan yang elegan, formal, dan berwibawa. Pilihan warna mereka condong ke palet yang lebih matang dan kuat.
"Untuk Gen X mungkin masih menyukai warna-warna yang gelap, warna-warna yang very deep," tambahnya.
Model kemeja atau blus formal dengan potongan klasik, seringkali menjadi pilihan utama mereka saat menghadiri acara resmi atau pertemuan penting.
Milenial: Casual Modern dan Craftsmanship
Berbeda dengan Gen X, Milenial (lahir sekitar 1981-1996) mencari perpaduan antara tradisi dan gaya kontemporer. Mereka menginginkan batik yang dapat diintegrasikan ke dalam gaya hidup modern dan kasual, serta memiliki nilai craftsmanship atau pengerjaan yang artistik.
"Untuk Milenial maunya kelihatan sesuatu seperti craftsmanship, jadi ada sesuatu yang casual modern kalau untuk Milenial," papar Widiyana.
Mereka tidak lagi terpaku pada pakaian formal, melainkan mencari model yang lebih "kece" atau modis. Pilihan warna Milenial berada di antara Gen X dan Gen Z, cenderung lebih berani bermain motif dan siluet yang tidak terlalu kaku.
"Milenial mungkin warnanya masih between, tapi modelnya harus kece, enggak mau yang kayak pakaian formal banget," tegasnya.
Batik bagi Milenial adalah statement fashion yang menunjukkan identitas diri yang menghargai warisan budaya, namun tetap relevan dengan tren global.
Gen Z: Suara Keberlanjutan dan Warna Youthful
Generasi Z (lahir sekitar 1997-2012) membawa perspektif yang benar-benar baru ke dalam tren batik: keberlanjutan (sustainability). Generasi ini sangat peduli terhadap dampak lingkungan dan isu sosial, dan hal ini tercermin dalam keputusan pembelian mereka.
"Untuk Gen Z itu maunya batik ini apa sih kebaikan-kebaikan-nya, untuk lingkungan sekitar. Jadi talking untuk sustainability," kata Widiyana Sudirman.
Mereka ingin tahu dari mana bahan batik berasal, bagaimana proses pembuatannya, dan apakah produk tersebut ramah lingkungan atau memberdayakan pengrajin lokal.
Secara visual, Gen Z menyukai tampilan yang lebih cerah, segar, dan youthful. Warna-warna pastel, muda, dan cerah menjadi favorit mereka, yang juga memudahkan mereka untuk melakukan mix and match dalam gaya ready-to-wear sehari-hari.
"Nah kalau sudah masuk ke Gen Z maunya warnanya yang muda, krem tua dan muda, pink tua dan muda. Jadi warna itu kami rasakan perbedaannya," tutup Widiyana.
Perkembangan ini membuktikan bahwa batik mampu menembus batasan usia dan selera, menjadikannya warisan yang terus hidup dan relevan di tengah dinamika mode global.
Kebangkitan produk lokal pascapandemi telah menciptakan momentum emas. Data BPS menunjukkan konsumsi pakaian di Indonesia melonjak 7,02% pada Kuartal II-2023—rekor tertinggi dalam 14 tahun terakhir—didukung oleh survei Ipsos Global Trends yang mencatat 87% konsumen Indonesia lebih memilih produk lokal.
IDFES
- Istimewa
TBF Consultant, sebuah perusahaan konsultan yang berfokus pada pengembangan ekosistem fashion, dengan bangga mengumumkan penyelenggaraan Indonesia Fashion Ecosystem Summit (IDFES) 2025 dengan tema besar: "Next Gen Fashion: Innovate, Integrate, Impact".
Ini adalah kali kedua TBF menggelar IDFES. Tahun ini, IDFES didukung penuh oleh Pinterest dan SMK NU Banat Kudus.
Digelarnya IDFES bertujuan menjadi community Hub bagi para fashionpreneur, pembuat kebijakan, dan seluruh rantai pasok industri untuk mengakselerasi transformasi digital, keberlanjutan, dan pertumbuhan UMKM fashion lokal ke skala global.