Alasan Generasi Muda Memilih Childfree, Pilihan atau Tekanan?
- Freepik
Lifestyle –Dalam beberapa tahun terakhir, istilah "childfree" mulai sering terdengar dalam percakapan publik, terutama di kalangan generasi muda di wilayah urban. Pilihan untuk tidak memiliki anak, baik sementara maupun permanen, menjadi topik yang menimbulkan perdebatan antara nilai-nilai tradisional dan gaya hidup modern.
Banyak yang mempertanyakan, apakah keputusan generasi muda ini lahir dari kebebasan memilih atau justru merupakan hasil dari tekanan sosial dan ekonomi yang kompleks? Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari konteks kondisi hidup generasi milenial dan Gen Z, yang saat ini berada dalam masa transisi peran dewasa di tengah perubahan global.
Data Terbaru Soal Tren Childfree
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis tahun 2023, terdapat sekitar 71.000 perempuan usia 15–49 tahun di Indonesia yang memilih untuk tidak memiliki anak meskipun telah menikah dan tidak menggunakan kontrasepsi. Angka ini mencerminkan sekitar 8,2% dari total populasi perempuan usia subur di kelompok tersebut.
Sementara itu, laporan dari GoodStats mengungkapkan bahwa 68% generasi milenial dan 63% Gen Z di Indonesia menyatakan menunda menikah dan memiliki anak karena tekanan ekonomi. Angka-angka ini menunjukkan bahwa keputusan untuk childfree bukanlah fenomena marjinal, tetapi sudah menjadi pola pikir baru di kalangan muda.
Tekanan Ekonomi Sebagai Faktor Utama
Salah satu alasan utama di balik keputusan childfree adalah tekanan ekonomi yang semakin berat. Biaya hidup di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk membiayai pendidikan anak hingga jenjang perguruan tinggi, sebuah keluarga urban rata-rata harus menyiapkan dana ratusan juta rupiah.
Selain itu, pengeluaran untuk kebutuhan pokok, transportasi, perumahan, dan kesehatan juga tidak kalah tinggi. Di tengah kenaikan upah yang tidak sebanding dengan inflasi, generasi muda merasa bahwa memiliki anak adalah tanggung jawab finansial yang terlalu besar untuk ditanggung.
Beban Psikologis dan Kesehatan Mental
Selain alasan ekonomi, aspek psikologis juga menjadi pertimbangan penting. Banyak generasi muda yang mengaku belum siap secara mental untuk menjalani peran sebagai orang tua. Tekanan sosial, pekerjaan yang tidak stabil, serta kecemasan akan masa depan membuat mereka memilih untuk memprioritaskan stabilitas emosional terlebih dahulu.
Survei dari RRI menyebutkan bahwa salah satu alasan utama Gen Z menolak memiliki anak adalah karena khawatir terhadap dampak buruk pengasuhan terhadap kondisi mental mereka. Mereka lebih memilih menjalani hidup dengan tenang dan fokus pada kebahagiaan pribadi.
Nilai-Nilai Baru dalam Budaya Digital
Generasi Z adalah generasi yang tumbuh dalam era digital. Akses mereka terhadap informasi, komunitas global, dan opini yang beragam membuat mereka lebih terbuka terhadap berbagai pilihan gaya hidup, termasuk keputusan untuk childfree. Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube menjadi ruang diskusi baru tempat berbagai argumen mengenai childfree dikemukakan.
Influencer dan figur publik yang memilih tidak memiliki anak pun turut memengaruhi persepsi generasi muda terhadap makna keluarga dan kebahagiaan. Studi dari Politeknik Negeri Jakarta menyatakan bahwa 82% responden generasi muda mengenal istilah childfree dari media sosial dan konten digital.
Konflik dengan Norma Sosial dan Agama
Namun demikian, keputusan untuk childfree sering kali tidak berjalan mulus. Di banyak komunitas, terutama yang menjunjung tinggi nilai keluarga besar dan keberlanjutan keturunan, keputusan ini dianggap tabu. Stigma terhadap perempuan dan laki-laki yang memilih childfree masih kuat. Organisasi seperti INFID mencatat bahwa tekanan dari keluarga dan lingkungan sering kali menjadi faktor yang membuat individu childfree merasa terisolasi. Dalam konteks keagamaan, pilihan ini juga dianggap melanggar kodrat atau tidak sesuai dengan ajaran moral, meskipun pemahaman ini kerap berbeda antar individu dan komunitas.
Perspektif Akademik dan Sosiologis
Beberapa studi akademik turut memberikan wawasan yang lebih dalam. Penelitian dari Universitas Negeri Yogyakarta mengungkap bahwa keputusan untuk childfree umumnya dipengaruhi oleh pendidikan tinggi, pengalaman pribadi, dan kesadaran gender. Sementara itu, studi dari UPN Veteran Jawa Timur menunjukkan bahwa meskipun banyak generasi muda memahami konsep childfree sebagai pilihan rasional, mereka tetap mengalami tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial. Para akademisi menyimpulkan bahwa keputusan ini bersifat multifaktorial, yaitu hasil dari kombinasi antara kesadaran pribadi, pengalaman hidup, serta tekanan struktural.
Dampak Sosial Jangka Panjang
Dengan semakin banyaknya pasangan muda yang memilih childfree, para ahli demografi mulai mengamati dampaknya terhadap struktur masyarakat dan jumlah penduduk. Penurunan angka kelahiran dapat berpengaruh pada proporsi usia produktif dan lansia di masa depan. Beberapa analis menyebut bahwa jika tren ini terus meningkat, Indonesia dapat menghadapi tantangan baru dalam hal jaminan sosial, ketenagakerjaan, dan keseimbangan ekonomi.
Fenomena childfree di kalangan generasi muda adalah refleksi kompleks dari berbagai dinamika sosial, budaya, ekonomi, dan psikologis. Dalam masyarakat yang terus berkembang, diskusi tentang pilihan hidup ini akan terus menjadi topik relevan yang perlu didekati dengan pemahaman lintas perspektif.