5 Kisah Sukses UMKM Kuliner di Aceh, dari Dapur Rumahan Sampai ke Luar Negeri
- Freepik
Lifestyle –Tak semua kisah sukses dimulai dari gedung megah atau mesin-mesin canggih. Beberapa justru lahir dari dapur rumah sederhana, semangat pantang menyerah, dan mimpi besar untuk memperkenalkan cita rasa lokal ke pasar yang lebih luas.
Di Aceh, lima pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) di sektor pangan olahan membuktikan bahwa transformasi usaha bukan lagi mimpi, asalkan dibarengi dengan pendampingan yang tepat.
Berikut ini lima kisah inspiratif UMKM pangan Aceh yang berhasil naik kelas dan bisa menjadi motivasi bagi semua orang yang hendak memulai bisnis baru.
1. Sambal Umi Rina: Dari Dapur ke E-commerce
Berawal dari resep sambal warisan keluarga, Umi Rina mengolah cabai lokal Aceh menjadi sambal kemasan yang menggoda selera. Awalnya hanya dijual ke tetangga dan kerabat, kini produknya sudah melenggang di marketplace nasional. Dengan pelatihan soal packaging dan izin edar, sambal Umi Rina kini tampil lebih profesional dan siap masuk ke pasar modern.
2. Keripik Paya Bakong: Inovasi dari Ubi Lokal
Keripik ini berbahan dasar ubi ungu khas Paya Bakong. Dengan menggabungkan teknik penggorengan vakum dan pengemasan kedap udara, keripik buatan Pak Taufiq kini punya daya simpan lebih lama tanpa bahan pengawet. Dia juga mulai menyasar segmen snack sehat bagi anak-anak sekolah. Sebuah langkah inovatif dari usaha rumahan yang dulunya hanya mengandalkan plastik kiloan dan stiker label sederhana.
3. Teh Daun Jambu: Ramuan Tradisional yang Kini Lebih Aman
Bu Siti, peracik teh herbal berbahan daun jambu biji, dulunya hanya membuat produknya berdasarkan resep turun-temurun tanpa memperhatikan takaran dan higienitas. Setelah mengikuti pelatihan IP-CPPOB, ia mulai menggunakan standar sanitasi, takaran gizi, dan prosedur pemanasan yang benar. Kini, tehnya tak hanya disukai karena khasiatnya, tapi juga sudah memiliki izin edar dari BPOM.
4. Kue Bohromrom Modern: Tradisional tapi Kekinian
Kue bohrômrôm, camilan manis khas Aceh dengan isian gula merah dan taburan kelapa, kini tampil beda berkat sentuhan dari Tika, pelaku UMK muda. Ia mengganti kemasan plastik biasa dengan kemasan ramah lingkungan dan desain minimalis.
Ia juga membuat varian isi coklat dan matcha untuk menarik pasar anak muda. Penjualannya kini tidak hanya laris di festival kuliner lokal, tapi juga sering menerima pesanan untuk hampers. Tika juga telah mengikuti program Orang Tua Angkat (OTA) yang diinisiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI).
5. Peyek Terasi Mbah Mun: Gurihnya Sampai ke Luar Negeri
Mbah Mun, perempuan 65 tahun asal Lhokseumawe, sempat ragu ketika ditawari pendampingan usaha. Tapi setelah mengikuti pelatihan produksi pangan yang baik, ia sadar bahwa peyek buatannya punya potensi besar.
Kini, dengan standar kebersihan dan kemasan yang profesional, peyek terasinya sudah dikirim hingga ke Malaysia untuk memenuhi pesanan diaspora Aceh. Lewat pendampingan dari PT United Family Food (Unifam) seperti pelatihan, fasilitasi perizinan, hingga bimbingan teknis penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), pelaku UMK tidak hanya dibekali pengetahuan teknis, tapi juga dimotivasi untuk percaya bahwa usaha kecil mereka punya tempat di pasar nasional—bahkan global.
Program seperti ini menjadi jembatan penting antara industri besar dan usaha kecil. Ketika UMKM dibimbing dengan tulus dan terarah, dampaknya bukan hanya pada omzet, tapi juga pada kualitas hidup para pelakunya. Dan dari Aceh, semangat ini bisa menyebar ke seluruh Indonesia. Karena setiap peyek, sambal, keripik, atau kue tradisional adalah lebih dari sekadar makanan—ia adalah warisan budaya, dan juga potensi ekonomi yang siap untuk tumbuh lebih besar.