Mengenal Tradisi Bakar Batu, Cara Memasak Khas Papua yang Hasilkan Makanan Super Lezat
- Istimewa
Lifestyle –Kuliner tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menjadi cerminan kekayaan budaya suatu daerah. Di Papua, tradisi bakar batu menawarkan pengalaman kuliner yang unik sekaligus menjadi pintu masuk untuk memahami kearifan lokal masyarakatnya. Lebih dari sekadar teknik memasak, bakar batu adalah perwujudan gotong royong, hubungan harmonis dengan alam, dan penghormatan terhadap leluhur.
Dengan menggunakan batu panas dan daun-daunan, tradisi ini menghasilkan hidangan lezat yang kaya akan cita rasa alami, menjadikannya salah satu warisan kuliner Indonesia yang patut dijaga. Artikel ini mengajak Anda mengenal lebih dalam tradisi bakar batu, prosesnya, serta makna budaya yang terkandung di dalamnya.
Asal-Usul dan Makna Tradisi Bakar Batu
Bakar batu, atau yang dikenal sebagai "barapen" di beberapa wilayah Papua, adalah tradisi memasak yang telah diwariskan secara turun-temurun. Tradisi ini umumnya dilakukan oleh suku-suku di wilayah Pegunungan Papua, seperti suku Dani di Lembah Baliem, Wamena, serta suku-suku lain di Papua Barat.
Acara bakar batu biasanya digelar untuk merayakan momen penting, seperti kelahiran, pernikahan, penyelesaian konflik, atau sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah termasuk sebagai pembuka dalam Festival UMKM dan Talk Show Tong Baronda, sebuah acara yang bertujuan memperkenalkan produk, budaya, dan seni Papua kepada masyarakat luas. Lebih dari sekadar menyediakan makanan, tradisi ini memperkuat ikatan sosial, mengajarkan nilai kebersamaan, dan menghormati hubungan manusia dengan alam serta leluhur.
Proses Memasak yang Unik dan Alami
Proses bakar batu dimulai dengan menggali lubang di tanah sebagai tempat memasak. Batu-batu sungai yang kuat dan tahan panas dikumpulkan, kemudian dibakar di atas tumpukan kayu hingga memerah dan mencapai suhu tinggi. Setelah cukup panas, batu-batu ini disusun di dasar lubang. Makanan seperti daging babi, ayam, atau ikan, serta umbi-umbian seperti ubi jalar, keladi, dan sayuran lokal seperti pakis atau daun singkong, diletakkan di atas batu panas.