Mengenal Tradisi Bakar Batu, Cara Memasak Khas Papua yang Hasilkan Makanan Super Lezat
- Istimewa
Lapisan daun pisang, daun keladi, atau rumput alang-alang digunakan untuk menutupi makanan, menciptakan efek uap yang menjaga kelembapan dan cita rasa alami. Lubang kemudian ditutup dengan tanah atau daun tambahan, dan makanan dimasak selama beberapa jam hingga matang sempurna. Teknik ini menghasilkan hidangan dengan tekstur lembut dan aroma khas yang kaya akan cita rasa alam.
Bahan-Bahan Khas dan Keunikan Rasa
Makanan yang dimasak dalam tradisi bakar batu sepenuhnya memanfaatkan hasil bumi Papua. Ubi jalar, yang merupakan makanan pokok di banyak wilayah Papua, menjadi elemen utama dengan rasa manis alami yang semakin kaya setelah dimasak dengan batu panas.
Daging, terutama babi yang dianggap istimewa dalam budaya Papua, dimasak hingga empuk dengan lemak yang meleleh, memberikan cita rasa gurih yang khas. Sayuran lokal seperti daun gedi atau pakis menambah tekstur dan kesegaran pada hidangan. Karena tidak menggunakan banyak bumbu buatan, kelezatan makanan bergantung pada kualitas bahan dan teknik memasak yang memaksimalkan cita rasa alami.
Nilai Budaya dan Gotong Royong
Bakar batu bukan hanya tentang hasil kuliner, tetapi juga tentang proses kolektif yang melibatkan seluruh komunitas. Setiap anggota masyarakat memiliki peran, mulai dari mengumpulkan kayu dan batu, menyiapkan makanan, hingga mengatur upacara adat yang menyertai acara.
Proses ini mencerminkan nilai gotong royong yang kuat, di mana kebersamaan dan kerja sama menjadi inti dari tradisi. Dalam beberapa suku, bakar batu juga dianggap sebagai wujud komunikasi dengan leluhur, di mana asap yang mengepul dari batu panas dipercaya membawa doa dan rasa syukur. Menurut Agnia Addini dari Biang Project, festival ini adalah wadah akar rumput bagi setiap elemen masyarakat, mahasiswa asal Papua untuk terus bertumbuh bersama. Tradisi ini diperkenalkan karena menjadi simbol harmoni antara manusia, alam, dan warisan budaya yang terus dijaga hingga kini.