Bukan Genetik, Ini Bukti Ilmiah Mengapa Orang Gemuk Jarang Ditemui di Jepang!

Warga Tokyo Menyebrang Jalan
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pernahkah Anda memperhatikan betapa langsingnya sebagian besar orang Jepang, bahkan ketika mereka sering menikmati nasi, mi, atau gorengan seperti tempura? Saat berjalan-jalan di Tokyo, Kyoto, atau Osaka, sangat jarang kita melihat orang dengan tubuh obesitas seperti yang umum ditemukan di negara-negara maju lainnya. Ini bukan kebetulan dan bukan pula semata-mata karena faktor genetik.

 

Faktanya, Jepang menjadi salah satu negara dengan tingkat obesitas terendah di dunia. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa hanya sekitar 4,3 persen orang dewasa di Jepang yang tergolong obesitas, jauh lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat (lebih dari 36 persen) atau Inggris (sekitar 28 persen). Fenomena ini sudah lama menarik perhatian para peneliti dan ahli gizi di berbagai belahan dunia. Apakah benar orang Jepang ‘terlahir kurus’? Atau ada sesuatu dalam pola hidup dan makan mereka yang bisa kita pelajari?

 

Artikel ini akan mengupas secara mendalam bukti ilmiah dari Harvard University, Universitas Tokyo, dan para ahli gizi kenamaan tentang mengapa obesitas jarang terjadi di Jepang. Jawaban atas pertanyaan ini bukan hanya menarik—tetapi juga bisa menjadi inspirasi perubahan gaya hidup bagi kita semua.

 

Data WHO: Jepang di Posisi Terbawah dalam Tingkat Obesitas Global

 

Menurut laporan global dari WHO dan OECD, Jepang konsisten menjadi negara dengan prevalensi obesitas paling rendah di antara negara-negara maju. Dalam studi tahun 2022, hanya 4–5 persen dari populasi dewasa Jepang yang mengalami obesitas (BMI ≥ 30), dibandingkan dengan lebih dari 40 persen di Amerika Serikat. Lebih mencengangkan lagi, Jepang adalah satu-satunya negara anggota G7 yang tidak mengalami lonjakan signifikan dalam kasus obesitas selama 30 tahun terakhir. Hal ini menandakan adanya konsistensi pola hidup sehat, bukan sekadar tren sesaat.

 

Dalam sebuah studi kolaboratif yang dilakukan oleh Harvard T.H. Chan School of Public Health dan Universitas Tokyo menemukan bahwa perbedaan genetik antara orang Jepang dan orang Barat tidak cukup signifikan untuk menjelaskan perbedaan besar dalam angka obesitas.

 

Penelitian tersebut memantau dua kelompok: orang Jepang yang tinggal di Jepang, dan orang Jepang yang tinggal di AS selama lebih dari 10 tahun. Hasilnya? Mereka yang tinggal di AS menunjukkan peningkatan berat badan secara signifikan dan risiko penyakit metabolik yang lebih tinggi, meski genetiknya sama.

 

"Lingkungan hidup dan kebiasaan makan sehari-hari jauh lebih berpengaruh terhadap risiko obesitas dibandingkan faktor genetik. Pola makan tradisional Jepang sangat mendukung metabolisme sehat,” kata pakar epidemiologi nutrisi dari Harvard, Profesor Frank Hu

 

Pola Makan Tradisional Jepang: Kaya Nutrisi, Rendah Kalori

 

Kunci utama keberhasilan Jepang dalam menjaga berat badan penduduknya adalah pola makan tradisional mereka. Menu harian orang Jepang biasanya terdiri dari:

 

  • Nasi putih (dalam porsi kecil)
  • Ikan kukus atau panggang
  • Sup miso
  • Sayuran kukus atau fermentasi (seperti tsukemono)
  • Tahu, edamame, dan rumput laut

 

Ahli diet klinis dari Inggris, Dr. Michelle Harvie yang meneliti kebiasaan makan masyarakat Asia Timur, menjelaskan bahwa makanan tradisional Jepang mengandung banyak serat, protein tanpa lemak, dan probiotik alami. Porsi makan warga Jepangpun kecil, dan budaya makan lambat memberi waktu otak untuk mengenali rasa kenyang. Selain itu, mereka jarang mengonsumsi makanan ultra-proses dan cenderung menghindari minuman manis seperti soda atau kopi berkrim.

 

Tak hanya itu saja, orang Jepang terutama di Okinawa (daerah dengan penduduk tertua dan tersehat di dunia) juga menjunjung konsep ‘Hara Hachi Bu’yang berarti makan hanya sampai merasa 80% kenyang. Konsep ini terbukti secara ilmiah membantu menghindari asupan kalori berlebih tanpa perlu diet ketat. Penelitian dari Universitas Tokyo menunjukkan bahwa mereka yang mempraktikkan Hara Hachi Bu memiliki BMI lebih rendah dan kadar insulin lebih stabil.

 

Budaya Bergerak Aktif dalam Aktivitas Sehari-hari

 

Orang Jepang tidak selalu olahraga berat, tetapi mereka sangat aktif secara fisik. Banyak yang berjalan kaki ke stasiun, naik sepeda ke toko, atau menaiki tangga daripada menggunakan lift.

 

Studi dari Japan Society for the Promotion of Science menyebutkan bahwa rata-rata orang dewasa di Jepang melakukan lebih dari 7.000 langkah per hari, dibandingkan dengan rata-rata warga AS yang hanya sekitar 4.000 langkah.

 

Kebiasaan aktif ini membantu membakar kalori, menjaga metabolisme tetap optimal, dan memperkuat sistem kardiovaskular—semuanya berkontribusi pada pencegahan obesitas.

 

Selain itu, Jepang diketahui menjadi salah satu negara yang mengintegrasikan pendidikan gizi di sekolah secara formal. Anak-anak tidak hanya belajar soal makanan sehat, tetapi juga memasak, menyajikan, dan makan bersama dengan rasa hormat terhadap makanan. Selain itu, pemerintah Jepang sejak 2005 menerapkan Shokuiku Law, yaitu kebijakan edukasi makanan nasional, untuk menanamkan kebiasaan makan sehat sejak dini.

 

Peran Sosial dan Budaya dalam Menjaga Berat Badan

 

Di Jepang, budaya malu (shame culture) dan penghargaan terhadap kebersihan diri juga memengaruhi gaya hidup sehat. Merawat tubuh dianggap bagian dari tanggung jawab sosial, bukan semata kepentingan pribadi. Sementara itu, budaya makan bersama juga berperan besar dalam menjaga kualitas makanan. Makanan rumah sering diutamakan, dan porsi restoran cenderung lebih kecil dibandingkan negara-negara Barat.

 

Berikut adalah beberapa prinsip gaya hidup Jepang yang bisa kita adaptasi:

 

  • Pilih makanan utuh dan alami, hindari makanan ultra-proses
  • Praktikkan hara hachi bu
  • Perbanyak jalan kaki atau bersepeda dalam aktivitas harian
  • Konsumsi makanan fermentasi (miso, tempe, yoghurt)
  • Utamakan makan di rumah dengan porsi kecil dan seimbang
  • Makan dengan pelan dan penuh perhatian

 

Obesitas rendah di Jepang bukanlah karena keberuntungan genetik, tetapi hasil dari budaya yang menghargai keseimbangan, kesederhanaan, dan kualitas hidup. Didukung oleh riset medis dan bukti nyata selama puluhan tahun, gaya hidup mereka menunjukkan bahwa untuk hidup sehat, kita tidak perlu menyiksa diri dengan diet ekstrem—cukup mengubah kebiasaan kecil yang dilakukan setiap hari.

 

Jadi, jika Anda mencari inspirasi menjaga berat badan tanpa stres, mungkin sudah saatnya menengok ke Timur—ke negeri sakura yang telah lama mempraktikkan gaya hidup sehat dengan cara paling alami.