Capek Jadi Budak Korporat? Kenalan dengan Tren Downshifting, Hidup Lebih Tenang dan lebih Seimbang

Ilustrasi kerja
Sumber :
  • Freepik

  1. Butuh lebih banyak waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
    Banyak pekerja merasa bahwa meski uang cukup, mereka kehilangan momen penting bersama pasangan, anak, atau orang tua.
  2. Stres dan burnout.
    Tekanan pekerjaan yang tak ada habisnya membuat banyak orang lelah secara fisik dan mental. Sebuah studi dalam Frontiers in Psychology mencatat bahwa jam kerja panjang berhubungan erat dengan meningkatnya risiko kelelahan kronis dan depresi.
  3. Perubahan nilai hidup.
    Ada kalanya, setelah mencapai titik tertentu, orang menyadari bahwa karier bukanlah segalanya.
    Mereka mulai lebih menghargai waktu, kesehatan, dan kebebasan.
  4. Menghindari hidup yang hanya berputar pada jabatan dan gaji.
    Banyak yang merasa “terjebak” dalam rutinitas mengejar promosi, tapi lupa apa tujuan hidup sebenarnya.
     

Beberapa penelitian akademis memberi penjelasan mendalam mengenai fenomena downshifting ini. Sebut saja, profesor filsafat dari Macquarie University, Neil Levy. Dia menjelaskan bahwa orang yang melakukan downshifting mencari makna hidup yang lebih dalam.

“Orang-orang mengurangi jam kerja supaya punya lebih banyak kesempatan untuk aktivitas bermakna seperti persahabatan, pengembangan diri, dan waktu bersama keluarga,” tulis dia.

Dalam penelitian berjudul “Downshifting: An Exploration of Motivations, Quality of Life, and Environmental Practices”, sosiolog Emily Huddart Kennedy dan rekan-rekannya menemukan bahwa meski pendapatan menurun, banyak orang justru melaporkan peningkatan kualitas hidup. Mereka menegaskan, mengurangi jam kerja bisa menjadi solusi individual bagi stres akibat beban kerja panjang.

”Banyak downshifter melaporkan kesejahteraan psikologis meningkat dan merasa lebih puas dengan kehidupan sehari-hari,” demikian kutipan penelitian tersebut.

Sementara itu, studi “Downshifting: A Career Construction Perspective” yang ditulis oleh Raymond C.H. Loi dan koleganya menekankan bahwa downshifting bukan sekadar mundur dari karier. Mereka mendefinisikannya sebagai keputusan karier di mana seseorang turun dari tangga karier atau memilih pekerjaan dengan bayaran lebih rendah untuk mencari makna hidup.

Studi ini juga menemukan bahwa orang dengan motivasi eudaimonik (ingin hidup bermakna), rasa kendali atas hidupnya, dan kemampuan adaptasi tinggi cenderung merasa lebih puas dengan hidup setelah melakukan downshifting.