Semakin Dewasa, Semakin Sering Nangis Diam-Diam, Ada Apa dengan Kita?
Sabtu, 9 Agustus 2025 - 17:00 WIB
Sumber :
- Pixaby
- Tekanan pekerjaan dan finansial
Tanggung jawab untuk tetap bertahan, membayar tagihan, atau mendukung keluarga bisa jadi beban berat yang tidak selalu bisa dibagikan. - Kesepian emosional
Meski dikelilingi orang, tidak semua orang merasa punya tempat untuk benar-benar bercerita tanpa dihakimi. - Trauma masa lalu
Luka yang belum sembuh dari masa kecil, hubungan yang gagal, atau kehilangan orang terdekat bisa membekas tanpa kita sadari. - Tanggung jawab yang terus menumpuk
Mengurus orang tua, membesarkan anak, menjaga hubungan, dan mengejar karier, semuanya menuntut energi, tapi tak semua memberi ruang untuk mengeluh. - Ketidakpastian masa depan
Di usia dewasa, kita sering mempertanyakan arah hidup, pencapaian, dan rasa takut “gagal” mengejar harapan yang kita (atau orang lain) buat.
Semua ini, bila terus dipendam, bisa meledak dalam bentuk tangisan sunyi yang bahkan kita sendiri sulit jelaskan.
Menangis Diam-Diam Itu Wajar, Tapi Jangan Dipendam Terus
Menangis adalah bagian dari proses emotional release. Menurut Dr. Winch, menangis bisa membantu mengurangi stres, memberi kelegaan emosional, dan menjadi sinyal bahwa kita butuh jeda. Tapi jika tangisan itu muncul terlalu sering, dalam jangka panjang, dan tidak diimbangi dengan cara lain untuk memproses emosi, bisa muncul dampak negatif.
Memendam emosi terus-menerus bisa menyebabkan:
- Gangguan psikosomatis (sakit kepala, insomnia, gangguan pencernaan)
- Burnout mental
- Rasa hampa atau mati rasa emosional
- Ledakan emosi tiba-tiba (amarah, frustrasi)
Oleh karena itu, penting untuk memberi ruang sehat untuk mengolah emosi. Menangis boleh, tapi juga perlu: