Bos Sering Marahi Karyawan di Depan Umum? Tegas atau Tidak Tahu Cara Memimpin?

Ilustrasi bos marahi anak buah di depan orang lain
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pernahkah kamu mengalami momen tidak nyaman saat atasan membentak atau memarahi kamu di depan rekan kerja lain? Jika iya, kamu tidak sendirian.

Banyak karyawan mengalami situasi serupa, dan sayangnya, hal ini sering dianggap wajar sebagai bagian dari dunia kerja. Padahal, perilaku ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental, produktivitas, hingga kepercayaan diri karyawan.

Menurut pendiri The Boss Whispering Institute dan penulis buku Taming the Abrasive Manager, Dr. Laura Crawshaw, pemimpin yang terus-menerus melampiaskan kemarahan secara terbuka sering kali tidak sadar telah menciptakan budaya kerja yang toksik.

"Mereka berpikir sedang menunjukkan ketegasan, padahal mereka hanya sedang mempertontonkan ketidakmampuan mengelola emosi," ujarnya dalam wawancara dengan Harvard Business Review.

Lalu, bagaimana kita bisa membedakan antara pemimpin yang tegas dan bos yang memang pemarah? Dan apa yang bisa kita lakukan bila terjebak dalam lingkungan kerja semacam ini? Simak artikel ini lebih lanjut.

Pertama mari cari tau alasan mengapa ad abos yang suka memarahi karyawan di depan umum.  Ternyata ada beberapa alasan mengapa atasan meluapkan emosinya secara publik:

  1. Kurangnya kemampuan manajemen emosi:
    Beberapa atasan tidak diajarkan bagaimana mengelola stres atau ketegangan dalam lingkungan kerja. Mereka merespons tekanan dengan kemarahan karena merasa itu satu-satunya jalan untuk mendapatkan perhatian.
  2. Budaya kerja yang membenarkan kekerasan verbal:
    Dalam beberapa organisasi, gaya kepemimpinan otoriter masih dianggap efektif. Bos yang keras sering dipuji sebagai sosok hasil-oriented, meski sebenarnya merusak moral tim.
  3. Mengandalkan rasa takut untuk mendapatkan hasil:
    Pemimpin semacam ini percaya bahwa rasa takut akan membuat karyawan lebih disiplin. Padahal, takut bukanlah motivasi yang sehat dalam jangka panjang.
  4. Kurang keterampilan komunikasi:
    Daripada memberi umpan balik dengan cara profesional dan pribadi, mereka memilih jalur pintas yakni memarahi secara terbuka agar semua orang "mendengar dan belajar".

Dampak Psikologis Dimarahi di Depan Umum

Menurut Crawshaw, ketika seorang karyawan dipermalukan secara publik, respons biologis tubuh tidak jauh berbeda dengan saat mengalami ancaman fisik seperti detak jantung meningkat, tangan berkeringat, dan otak kesulitan berpikir jernih. Sementara itu, beberapa dampak psikologis lainnya meliputi:

  • Menurunnya kepercayaan diri dan harga diri
  • Munculnya rasa cemas saat bekerja
  • Menghindari interaksi dengan atasan
  • Burnout dan kelelahan emosional
  • Turnover tinggi dan niat resign meningkat

Karyawan yang terus-menerus disalahkan atau diintimidasi di depan umum bisa merasa tidak dihargai dan mulai meragukan kemampuannya sendiri. Ini dapat menyebabkan siklus kerja yang tidak sehat, di mana performa menurun justru karena tekanan berlebihan.

Ciri-Ciri Bos Tegas yang Sehat vs Bos Pemarah

Seringkali, bos yang suka marah-marah bersembunyi di balik label "tegas". Padahal, ada perbedaan besar antara ketegasan dan agresivitas.

Bos yang tegas memiliki tujuan jelas, mampu memberikan kritik membangun, dan menyampaikan ketidakpuasan dengan cara yang tetap menghargai harga diri karyawannya. Ia tidak segan mengatakan "ini harus diperbaiki", tapi akan melakukannya di tempat dan waktu yang tepat.

Sebaliknya, bos pemarah cenderung meledak-ledak, tidak konsisten dalam memberikan kritik, dan kerap menggunakan nada tinggi serta kata-kata yang menjatuhkan. Mereka lebih tertarik menunjukkan kekuasaan daripada mencari solusi.

Misalnya, bos tegas akan berkata, “Saya ingin hasil yang lebih baik minggu depan, kamu bisa mulai dengan merapikan bagian ini.”

Sementara bos pemarah bisa berkata, “Kamu kerjanya selalu berantakan! Apa susahnya sih bikin laporan yang benar?”

Perbedaan utama ada pada pendekatannya bos tegas tetap manusiawi dan objektif, sedangkan bos pemarah subjektif dan emosional.

Apa yang Bisa Dilakukan Karyawan?

Bila kamu merasa menjadi korban perilaku atasan yang kasar di depan umum, berikut beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan:

  1. Catat setiap insiden.
    Simpan catatan waktu, tempat, saksi, dan apa yang dikatakan. Dokumentasi ini penting jika kamu ingin mengangkat masalah ke HRD atau pihak berwenang.
  2. Evaluasi kinerja kamu secara objektif.
    Pastikan kritik yang dilontarkan memang tidak beralasan. Jika kamu tahu kamu sudah memberikan yang terbaik dan tetap diperlakukan tidak adil, berarti masalahnya bukan pada kinerjamu.
  3. Bicara secara pribadi (jika memungkinkan).
    Jika kamu merasa aman dan nyaman, coba ajak bicara empat mata. Gunakan bahasa yang tenang seperti: “Saya merasa tidak nyaman saat ditegur di depan umum, apakah kita bisa membicarakan umpan balik secara langsung saja?”
  4. Konsultasikan ke HRD atau pihak terkait.
    Jika perilaku atasan sudah melampaui batas, termasuk kekerasan verbal atau pelecehan emosional, jangan ragu melapor ke HR.
  5. Jaga kesehatan mental.
    Cari dukungan dari teman, keluarga, atau tenaga profesional. Ingat bahwa kamu tidak harus bertahan dalam situasi kerja yang membuat kamu sakit secara emosional.

Peran HR dan Pimpinan Organisasi

Tanggung jawab membangun lingkungan kerja sehat tidak hanya di tangan karyawan, tetapi juga HR dan jajaran pimpinan. Organisasi yang sadar akan pentingnya budaya kerja positif akan:

  • Memberikan pelatihan tentang komunikasi dan kepemimpinan sehat
  • Mendorong umpan balik dua arah
  • Membuka kanal pengaduan tanpa rasa takut
  • Menindak tegas pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan

Crawshaw menekankan pentingnya program pembinaan untuk bos yang agresif, karena banyak dari mereka tidak menyadari bahwa gaya mereka merugikan tim.

“Mereka bisa belajar untuk mengubah gaya mereka, jika perusahaan punya niat melatih, bukan sekadar membiarkan,” ujarnya.